32/* I Wouldn't Mind

780 62 30
                                    


Kasih hepi story dulu aja gak sih hehe

°

𓂀

·:*¨༺ ♱⚔✮⚔♱ ༻¨*:·

°

~°~°~


Liburan di tahun ketiga Ivy terasa jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Itu semua berkat pria di sampingnya. Ia tersenyum kecil melihat Snape ada di sisinya.

Hari-hari yang mereka lewati menjadi sangat berkesan seiring dengan bagaimana kedua insan itu berusaha memahami perasaan satu sama lain. Berusaha saling mengoreksi dan dewasa dalam menyikapi permasalahan.

"Ready?"

"Yashh!"

Snape menggandeng tangan Ivy erat kemudian ber-apparate dari luar rumah.
Di dalam pusaran dimensi, tangan Ivy tetap terikat kuat seakan mempercayai pria itu sepenuhnya.

Tibalah keduanya di jalanan menuju ke Diagon Alley. Memang pada awalnya Snape berniat membeli stok kebutuhan sihirnya yang hampir menipis. Karena jalanan sangat licin sehabis hujan, kaki Ivy tergelincir ke belakang.

Reflek saja Snape menarik tangan dan menahan pinggang Ivy agar tidak terjatuh. Pria itupun kembali mendekapnya.

"Still clumsy enough hmm?"

Pipi Ivy yang bersemu merah membuat Snape terkekeh dan mencubit pipinya gemas.

CEKREK

Bunyi kamera yang cukup keras. Ada seseorang memotret mereka tiba-tiba. Orang itu mendekat dan memberikan hasil jepretannya pada Ivy.

"Hari yang indah ma'am." Setelah itu dia pergi setelah memberikan foto. Baru kali ini Ivy berpikir orang tidak menganggap mereka ayah dan anak lagi.

Wajah Ivy mendadak cemberut melihat hasil fotonya seperti aib baginya. Apalagi saat pipinya dicubit-cubit. "Ah fotonya jelek." Ia pun melemparnya ke sembarangan arah.

Namun Snape diam-diam kembali memungutnya ketika Ivy berbalik. Ia tertawa kecil lalu menyimpannya ke dalam kantung jubahnya.

Mereka menghabiskan waktu di Diagon Alley untuk membeli beberapa kebutuhan sihir dan kebutuhan rumah. Mereka sudah seperti sepasang suami istri yang mengurus rumah.

Ivy cukup dibuat melongo dengan uang yang dibawa Snape dapat membeli barang yang cukup banyak. Ia memikirkan mempertimbangkan kalau menjadi guru di Hogwarts bukanlah ide buruk. Meskipun barang yang dibeli Snape banyak tetapi bisa disusutkan menjadu ukuran lebih kecil.

"I love magic." Akhirnya Ivy mengakuinya bahwa sihir adalah hal yang menyenangkan.

Pandangannya kemudian teralihkan oleh sesuatu. Ia pun menjadi penasaran dan menghampirinya.

"Aku sudah selesai. Apa kau ada yang ingin dibeli?" Mata Snape melirik ke samping dan terkejut mendapatinya kosong. Bagai kehilangan anak kucing, Snape panik dan segera bergegas mencarinya.

"Sir, kembaliannya!"

Snape tidak mengabaikan panggilan tersebut dan keluar dari toko. Ia menoleh ke arah kiri dan kanan.

'Kemana anak itu pergi?' Seharusnya ia memasang tali saja supaya tidak seenaknya menghilang.

Sepasang matanya melihat sebuah kerumunan di sisi jalan. Jantungnya berdegup seakan mengantisipasi, ia pun segera berlari ke sana karena takut hal buruk terjadi. Namun, samar-samar terdengar suara alunan melody yang indah saat semakin mendekat.

The Last HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang