39

4.2K 297 1
                                    

Selamat membaca 🤍

Jangan lupa vote dan komen

***

Mungkin dulu Emira bisa beranggapan bahwa dirinya terasa dikekang oleh orang tuanya. Namun kali ini ia tidak beranggapan sama. Emira malah sangat bersyukur dilahirkan oleh orang tua yang paham agama. Rasa syukurnya ditambahkan kala mendapatkan suami yang paham agama juga.

Kicauan burung menambah keasrian tempat yang Emira kunjungi. Karena bukan hari libur, taman ini cukup sepi. Hal ini bisa digunakan untuk orang-orang yang memang ingin bersantai sambil menenangkan diri.

Walaupun termasuk orang kalangan atas, keluarga Emira tetap tidak ingin menunjukkan kekuasaannya. Mereka berkunjung sama seperti pengunjung yang lain. Tidak dikawal. Bimantara tidak mau seperti itu.

Emira menatap pepohonan yang tumbuh subur di sekelilingnya. Ia pun mengambil gambar menggunakan handphonenya.

Bergerak sedikit, indera penglihatannya langsung disuguhkan dengan pemandangan danau yang terlihat jernih dan tenang. Seketika akalnya langsung teringat dengan ayat Allah yang pernah disampaikan oleh ustadzah yang pernah mengisi kajian.

"Am man kholaqos-samaawaati wal-ardho wa angzala lakum minas-samaaa-i maaa-ang fa ambatnaa bihii hadaaa-iqo zaata bahjah, maa kaana lakum ang tumbituu syajarohaa, a ilaahum ma'alloh, bal hum qoumuy ya'diluun."

Yang artinya, "Bukankah Dia (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air dari langit untukmu, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah? Kamu tidak akan mampu menumbuhkan pohon-pohonnya. Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran)." (QS. An-Naml 27: Ayat 60)

"Masyaallah..." gumam Emira. Ia memejamkan matanya sesekali menarik napas. Menghirup udara yang bersih tanpa polusi.

Akalnya mengakui bagaimana hebatnya Allah menciptakan makhluk dengan sangat detil. Di dalam Ilmu Sains pun dijelaskan tentang proses penciptaan alam semesta beserta isinya, dan manusia.

Allah memiliki kekuatan yang Mahadahsyat yang tidak pernah bisa dilukiskan oleh manusia.

Emira berbalik, beranjak menghampiri orang tuanya yang sedang duduk lesehan beralaskan kain kotak-kotak berwarna dominan merah.

Bibirnya tertarik saat melihat mamanya sedang menyuapi papanya seraya menikmati pemandangan sekitar.

Emira duduk di dekat mamanya, kemudian tangannya terulur untuk mengambil makanan ringan.

"Nanti aku mau ajak Mas Khalif ke sini, deh." cicitnya membuat kedua orang tuanya menoleh.

"Al udah pernah ke sini belum menurut kamu?" tanya Salamah menatap sejenak.

Emira menelan kunyahannya, "Enggak deh kayaknya, selama jomblo kan dia di deket papa terus." kekeh Emira.

Bimantara tersenyum, "Bagus dia. Enggak terbawa pergaulan bebas."

Salamah menyimpan piring yang sudah kosong di dekatnya. "Kalo ada kerjaan pasti Al nyusul. Kamu udah kasih izin ke suamimu kan, Mir?"

Emira menarik gelas berisi air putih, lantas mengangguk singkat. "Aku udah izin."

"Sebelum dzuhur kita harus udah sampai rumah ya." Salamah mengingatkan kembali dua orang yang disayanginya. Membuat mereka semua mengangguk kompak.

Setelah cukup untuk mengisi perutnya Emira kembali berjalan kecil untuk mencari angle foto. Begitupun dengan Pak Sopir yang tak jauh darinya sedang asik memotret pemandangan di sekitarnya untuk dikirimkan kepada anak istrinya yang berada di kampung, katanya.

ALKHAIRA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang