- Bab 3 ; Merekam Memori

132 22 2
                                    

Jingga kini baru saja selesai dari kuliah siangnya, kakinya melangkah seraya merenggangkan pinggangnya yang sangat pegal akibat duduk selama 2 jam ditambah badannya sangat lelah karena semalam mengerjakan tugas nirmana hingga tengah malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jingga kini baru saja selesai dari kuliah siangnya, kakinya melangkah seraya merenggangkan pinggangnya yang sangat pegal akibat duduk selama 2 jam ditambah badannya sangat lelah karena semalam mengerjakan tugas nirmana hingga tengah malam.

Tak lama seseorang menepuk pundaknya, "woy, bengong aja bro?" ucap pria yang lebih tinggi sedikit darinya, ia Abbian Mahendra teman seperjuangannya sejak masuk universitas bahkan 1 kelompok saat masa pengenalan kehidupan kampus membuat Abbian dan jingga salah mengenal kebiasaan masing-masing

"Pegel gue, laper juga" "mie ayam deket statiun busway gas ga?" ucap abbian menawarkan saran menu makanan sore itu sambil berjalan berdampingan dengan jingga

" Gass, Lu yang bayar. Dompet gue lagi sesek"

" iya dah boleh "

Keduanya pun berjalan menuju belakang gedung kampus yang terhubung ke pinggir jalan yang dekat dengan statiun busway. Setelah sampai di tempat mie ayam mereka langsung memesan menu biasa mereka yaitu menu 'pejar' alias pelajar kenyang, dimana porsinya sangat banyak dengan harga murah.

"Pak Pejar nya 2 sama es teh 2 ya" " Siap Mas"

Dan tak berapa lama makanan pun dihidangkan didepannya, mereka pun menikmati mie ayam ditengah hujan gerimis kecil menggujur jakarta hari itu.

" Gimana lo sama yang itu ?" tanya Abbian sambil meminum es teh "lancar kok lancar " jawab Jingga sambil mengelap bibirnya dengan tisu " Gila sih, cuman lo doang temen gua yang pdkt lancar macem jalan tol" dan jingga hanya bisa tertawa.

" Gue mau jemput dia, nanti pas dia kelar kelasnya. Mau gue ajak jalan "

" asik dah asik, kapan statusnya ? "

Abbian bertanya dengan tidak sabar, bagaimana tidak? Temannya ini tidak memberitahunya kapan ia akan menyatakan cinta nya itu ke pujaan hatinya dan dipastikan Abbian menjadi orang pertama yang akan paling heboh mendengar itu terjadi.

" Kalo lancar hari ini sih " " Serius lo ?!" ucap Abbian tak percaya, hampir menggebrak meja jika saja tidak ingat ini masih di tempat makan

" Gila lo, sumpah temen gua ini keren dah. Tinggal tunggu undangan pelaminan sih gue" canda Abbian sambil menepuk pundak milik Jingga bangga " Ngaco, jadi pacar aja belum "

" bunda lo suka ama dia ?"

" Suka, katanya manis,sopan,baik juga anaknya"

" Asik lampu hijau, bener dah yang secantik dan sebaik bunda lo aja suka ama doi, apalagi lo? Buset dah di mabuk asmara"

dan ucapan Abbian tak salah, , jingga memang betul dimabuk cinta karena pujaan hatinya

''''

Kini jingga sedang duduk menunggu di kursi dekat pintu masuk kampus gedung sastra, dimana pujaan hatinya yang baru saja memberi pesan ke Jingga bahwa ia sesudah selesai kelas siangnya. Tak lama ia melihat seorang lelaki dengan kemeja putih itu mendatangi kearahnya dengan langkah yang setengah berlari

"Jingga! " panggil lelaki itu sambil menenteng totebag nya yang bermotif paus " Sore senja " jawab jingga dengan senyuman hangatnya " Sore juga" jawab Senja dengan senyuman tak kalah manisnya

"Ini jadi kan ke pasar malem ? " tanya senja memastikan kembali takut jingga tadi terlalu lama menunggunya " Tentu, ini jam setengah 4 ayo jalan keburu macet jalannya " jawab jingga sambil mengulurkan tangannya " Ayo!" balas senja sambil menautkan tangannya dengan jingga dengan penuh senyuman. Mereka pun melangkahkan kakinya menuju parkiran motor, tak lupa memakai jaket tebal akibat cuaca nya yang lumayan dingin dan tak lupa memakai helm.

Sesampai di pasar malam, mereka memasuki area yang penuh dengan kios kios makanan. Banyak orang yang kesana kemari mendatangi kios makanan dan permainan yang sangat banyak. Ditemani pemandangan pantai tidak jauh dari sana, menampilkan hamparan ombak dan langit jingga kemerahan yang sangat memikat mata bahkan tak jarang orang berhenti untuk berfoto berlatarkan langit pantai itu.

"Mau apa dulu kamu? "

" Mau beli telur gulung dulu abis itu naik bianglala gadungan "

Jawaban senja telak membuat Jingga tertawa saat mendengar 'bianglala gadungan'

" bianglala gadungan"

" yang asli bukan disini soalnya"

"oke-oke boleh, naik bianglala gadungan "

Mereka pun menghabiskan beberapa waktu untuk membeli berbagai jajanan untuk menemani mengantri bianglala, dan kini sebentar lagi giliran mereka untuk naik bianglala. Jingga pun membantu senja masuk ke bianglala karena sedikit licin akibat gerimis tadi sore, kemudian ia pun juga masuk dan duduk berhadapan dengan senja. Dan tak lama bianglala pun mulai bergerak memutar hingga hampir mereka berdua berada di puncak bianglala

"Senja " panggil jingga lembut, senja pun yang dari tadi memperhatikan pemandangan pun kemudian menoleh " Hm? kenapa?"

" Ada sesuatu yang ingin jingga kasih " " Apa itu?"

"Tapi janji? dijaga bener-bener ga? "

" janji kok janji " jawab senja antusias, jingga pun merogoh kantung jaketnya dan mengeluarkan sebuah cincin perak berukir J disana " Ini cincin jingga, kata bunda dibuat pas jingga masih dalam kandungan dan jadi hadiah ulang tahun—."

"—dan juga bukti kalo ayah udah bisa beli keinginan bunda dengan uang sendiri "

Mendengar ucapan penjelasan Jingga membuat Senja bingung kenapa barang sepenting dan seberhaga ini mau diberikan ke dia, " Kenapa jingga kasih ke senja?"

" Tanda jingga sayang senja."

Ucapan jingga terdengar santai membuat senja tak bisa menutupi rasa yang menyeruak di dada nya, bahkan seperti ada geli di perutnya

" Senja, boleh aku jadi pacarmu ? "

Tanya jingga langsung to the point sambil mendekatkan badannya kedepan tak ingin bertele-tele untuk menjadikan lelaki manis di depannya ini menjadi miliknya seorang.

" Mau.." Senja hanya bisa menjawab sambil menutup wajahnya, yang dibalas tawa kecil milik jingga " Nanti kalo kita sampe kedepannya lancar macem jalan tol, ya walau kadang jalan tol macet juga. Jingga ganti cincinnya "

" Ganti apa ?"

" Cincin sah di pelaminan "

kini mereka telah turun dari bianglala, dengan perasaan bahagia melingkupi keduanya. Saling menggenggam erat tangan dan berjalan menjauhi pasar malam untuk kembali kerumahnya masing masing.

'' ''

" Dah senja! " Jingga pun melambaikan tangannya kemudian langsung menacapkan gas motor nya meninggalkan perkarangan rumah Senja. Melihat kepergian sang pacar dengan motor kesayangannya,

Iya sang "pacar " sambil menggenggam bandul kalung dilehernya

Karena cincinnya terlalu besar untuk jari kecil dan ramping milik senja, jingga memutuskan memberikan senja kalung polosnya untuk dipakai dengan berhias bandul cincin pemberian jingga. Dan senja memastikan menjaga cincin itu baik-baik karena ia begitu menyayangi orang yang memberikannya

iya, ia dimabuk asmara juga.

Xavera [ ZEENUNEW ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang