04. Kolam renang

851 49 7
                                    

"Nara?" Untuk pertama kalinya Nara mendengar namanya disebut. Karena sebelumnya Zizan hanya memanggilnya dengan panggilan Lo-Gue.

"Iya tuan, ini Nara." Kata Nara dengan nada khawatir.

"Bukannya lo tadi keluar?"

Nara membenarkan posisi duduk Zizan yang semula miring hampir jatuh. Gadis itu mendorong tubuh Zizan pelan ke belakang lalu melepaskan dekapannya.

"Tuan gapapa kan?" Tanya Nara mengalihkan pertanyaan Zizan dengan sorot wajah khawatir. "Pipi sama telinga tuan kenapa merah? Kebentur ya sama kursi rodanya?" Tanya Nara yang tak sengaja memperhatikan pipi dan telinga lelaki itu.

"Mungkin." Balas Zizan singkat, sebenarnya dia merasakan ada hal aneh, tapi cowok itu juga bingung.

"Tuan mau saya bantu duduk ke kursi roda lagi?" Tanya Nara lembut.

"Nggak usah, gue mau istirahat." Balas Zizan kembali dengan wajah datarnya.

"Tuan pasti capek ya, maaf karena saya terlalu memaksa."

"Nggak usah GR, ini kemauan gue bukan karena paksaan dari Lo." Ucap Zizan, walaupun sebenarnya dia termotivasi karena ucapan Nara tadi.

"Kalau begitu tuan istirah ya?" Nara membenarkan posisi tubuh Zizan lalu menyelimuti pria itu. Gadis itu berjalan keluar dengan membawa piring dan gelas sisa sarapan Zizan tadi ke bawah.

Hari ini berjalan seperti biasanya dari pagi hingga matahari terbenam, Nara sibuk mengurus Zizan. Setelah selesai memberikan Zizan obat malamnya. Gadis itu turun menuju ruang tamu bawah karena ada yang ingin pak Rion berikan padanya.

"Ini nona."

Nara membaca kertas yang disodorkan pak Rion.

"Jadi 1 bulan lagi, setelah libur semester ini saya sudah bisa bersekolah di Superior Generation Highschool?" Tanya Nara pada pak Rion sambil memegang kertas putih yang merupakan surat kepindahannya.

"Ya, Nona bisa bersekolah dari jam 07.30-13.00. lalu setelah pulang sekolahnya Nona akan kembali mengurus tuan Zizan."

"Alhamdulilah ya, nak. Akhirnya kamu bisa diterima di sekolah impian kamu." Ucap ibu Nara memeluk anaknya.

"Iya buk, aku masih nggak nyangka." Kata Nara membalas pelukan itu.

Mata Nara tak sengaja terfokus pada sebuah kertas yang terletak di samping kertas surat kepindahannya. Nara melepaskan pelukannya dari ibunya lalu beralih mengambil kertas itu. "Ini apa pak?"

"Itu surat jadwal kontrol dan terapi untuk tuan Zizan ke rumah sakit. Tapi tuan Zizan tidak pernah mau melakukannya karena putus asa setelah dia tahu bahwa kemungkinannya bisa berjalan lagi sangat minim."

"Jadi, tuan Zizan tau mengenai persentase kemungkinan dia bisa berjalan?" Tanya Nara, gadis itu mengira Zizan tidak tahu.

"Begitulah Nona."

"Biar saya bujuk, tuan Zizan pasti mau." Nara melipat kertas itu dan menyimpannya bersama surat kepindahannya.

"Tapi mustahil Nona, sudah hampir semua orang yang ada di rumah ini membujuknya namun tuan Zizan masih kokoh dengan pendiriannya." Jelas Pak Rion mencoba mencegah Nara.

"Biar saya coba pak, soalnya tadi tuan Zizan juga berkata dia tidak mau untuk latihan turun dari kursi rodanya sendiri. Namun setelah saya bujuk dia akhirnya mau dan berhasil melakukan percobaan pertama. Walaupun percobaan keduanya gagal." Jelas Nara yang berhasil membuat pak Rion tercengang.

ETHEREALWhere stories live. Discover now