10 - Awal & Akhir

7 2 0
                                    

Kita, Bandung &  Semestanya

Tidak akan pernah muncul rasa itu, bila dirimu tidak pernah menebaknya. Tidak akan pernah tercipta rasa itu, bila dirimu tidak pernah merasakan bagaimana cinta itu menusuk jiwamu—Alan Bumi Dirgantara.

***

RASA sesak memenuhi ruang hatinya. Kedua gadis yang menjadi pusat perhatian itu hanya bisa melanjutkan perjalanan tanpa melihat keadaan. Nala menjadi tameng pelindung untuk Thalia. Ia tidak mau sahabatnya itu terus mendapatkan perlakuan buruk dari semua orang. Sejak datang dan menginjakkan kaki di depan gerbang, semua pasang mata sudah menatap gadis itu tajam.

"Anak koruptor masih aja berani datang ke sekolah ini."

"Kan dia emang nggak punya malu. Kayak bapaknya yang bermasalah itu, hha."

"DASAR ANAK KORUPTOR!"

"PERGI LO! PERGI!"

Thalia tidak menanggapi semuanya. Ia berusaha sabar dan mulai beradaptasi lagi dengan keadaannya yang sekarang.  Setelah semuanya hancur, gadis itu tidak tahu lagi harus bagaimana. Ia tidak sepintar Nala, biaya sekolahnya cukup besar, belum lagi biaya adiknya. Uang dari mana ia akan membayar semua itu?

"DIEM! DIEM KALIAN!" teriak Nala kencang.

"Kalian itu nggak berhak ngucapin kata-kata itu sama Thalia!"

"Thalia itu nggak salah!"

Nala langsung menarik Thalia untuk pergi.

Gadis tidak bersalah itu menitikan air matanya. Jika Nala tidak ada bersamanya, entah apa yang akan terjadi kepadanya.

Sesampainya di dalam kelas, semua orang langsung melempari Thalia dengan kertas. Tidak sampai di situ, di papan tulis sudah tertulis kata-kata kasar yang cukup menyakitkan.

Nala yang melihat itu sungguh geram dan ingin menampar semua orang yang ada di dalam kelasnya. Sedangkan Thalia hanya diam saja sembari menunduk.

"Eh! Kalian ngapain sih?!"

"THALIA NGGAK PUNYA SALAH SAMA KALIAN!"

"MINTA MAAF CEPETAN!"

Nala berteriak dengan nyaring. Ia tidak terima sahabatnya diperlakukan seperti itu. Bagaimana jika posisi mereka berdua ditukar? Nala pasti akan seperti Thalia yang hanya bisa sabar dan pasrah.

"Apaan sih lo, La. Anak koruptor itu nggak pantes ada di kelas ini!" ucap Vivi bendahara kelas. " Yang ada dia nunggu uang kas setahun lagi, hha."

Semua orang tertawa. Meneriaki Thalia yang saat ini sudah mengepalkan tangannya.

"APA LO BILANG? LO BILANG APA TADI?"

Thalia menarik kerah seragam Vivi. Kemudian menatapnya tajam dengan sorot yang menakutkan. Sebelum Thalia memang dikenal sebagai cewek badas dan juga ditakuti banyak orang.

"Lepasin tangan gue anak koruptor!"

"Papa gue bukan koruptor! Lo jangan asal ngomong!"

"Lo jangan kurang ajar, Thalia!" teriak Melani si tukang gibah.

Thalia masih menatap Vivi tajam. Tangannya siap menampar pipi mulus itu, tetapi tiba-tiba tangan seseorang mencegahnya.

"Lepasin!" Setelah melihat orangnya, Thalia langsung diam. "Kak Derlangga?"

Semua orang menatap ke arah mereka. Derlangga? Siapa? "Kamu jangan kayak gini, Lia!" Thalia memalingkan wajahnya. "Papa nggak bakal suka kamu kayak gini. Mama juga pasti bakal marah sama kamu."

Kita, Bandung & Semestanya Where stories live. Discover now