έντεκα

808 194 36
                                    

Happy Reading

.
.
.
.

Rose tidak memperdulikan paparazi yang terus memotret nya beserta keluarganya, selama mereka tidak menggangu ketenangannya semua itu tidak masalah.

Berbeda dengan Justin yang terlihat seperti pengasuh anak taman kanak-kanak, tapi memang Zoe masih di taman kanak-kanak.

Celana pendek tanpa kaos membuat tubuh Justin berkilau di bawah sinar matahari yang terik, dia begitu sabar memegangi pelampung tangan Zoe agar tidak terbawa ombak.

Anak itu tidak mau kakinya di pegang, dia tidak bisa bergerak bebas. Jadilah Justin harus menjadikan tubuhnya tameng dari ombak yang datang menerjang tubuh keduanya.

Lalu, di atas sana di dekat parkiran dimana Aruna dan teman-temannya duduk. Sang empunya ragu untuk mendatangi Zoe ataupun Justin, tapi teman-temannya sedang kelaparan.

Tidak ada yang bisa di andalkan karena ketiga temannya baru pertama kali datang ke tempat ini, dan Aruna sudah dua kali.

Jadi Aruna berinisiatif agar dia saja yang pergi, teman-temannya sudah seperti ikan kering bersandar di pohon.

"Kalian istirahat saja, biar aku yang mencari makanan."

Dari kejauhan ini iris kebiruannya bisa melihat bahwa Zoe dan Kakaknya sedang menikmati waktu santai mereka di akhir pekan.

Setiap langkahnya menarik perhatian orang-orang di sana, sebab kaos yang di gunakan sang empunya tembus pandang.

Di tambah dia tidak memakai celana dalam yang menutupi area privasinya, membuat pria-pria di sana berpikir bahwa Aruna tengah menggoda mereka.

"Stop touching me!" Aruna marah ketika ada seorang pria yang langsung merengkuh pinggangnya.

Pria itu meminta maaf karena telah membuat Aruna tersinggung, dia pikir Aruna adalah salah satu pekerja di villa sana. Tempat dimana mereka bisa memesan wanita atau pria submisif untuk memuaskan diri.

Wajar saja jika orang-orang salah paham, Aruna tidak memakai celana dalam untuk menutupi pusat tubuhnya.

Lantas, ia kembali melangkah mendekat ke arah dua bersaudara tersebut.

Siren remaja itu memegangi jantungnya yang berdetak tidak karuan, ada apa dengan dirinya?

Tangan Aruna ingin menyentuh pundak lebar milik Justin, namun dia memiliki keraguan yang begitu besar di benaknya. Harus kah dia meminta maaf terlebih dahulu atau langsung meminta makanan? Pikirnya.

Dia berdiam begitu lama hingga tangis Zoe terdengar, membuat Rose yang sedang bersantai segera menghampiri anak bungsunya.

"What's wrong, Justin?"  tanya Rose seraya melepaskan kacamata hitamnya.

Wajah memerah Zoe jadi pemandangan pertama yang di lihat Rose juga Aruna yang berdiri tidak jauh dari ketiganya, anak itu menangis kencang sembari merentangkan tangannya pada sang Ibu.

"I'm sorry, Mom. I really didn't do it on purpose," sesal Justin dengan sangat.

Kejadiannya begitu cepat terjadi, Justin mengaku salah karena lengah saat melepaskan tangannya dari pelampung Zoe.

Mengakibatkan gadis kecil itu terkena ombak dan meminum banyak air laut yang masuk melalui hidung juga mulutnya.

Tak ada yang bisa wanita itu ucapkan, dia membawa Zoe menjauh dari pinggir pantai agar anak bungsunya berhenti menangis.

Sementara Justin mengusap surainya sebab merasa kesal dengan dirinya sendiri, lantas dia menarik lengan kurus Aruna yang terkejut bukan main.

Aruna pikir Justin tidak melihat keberadaannya di sana.

.
.
.

"Akhh..."

Tubuhnya di himpit ke dinding pada salah satu bilik kamar mandi di sana, Justin menciumnya dengan kasar dan terkesan terburu-buru.

Membuat Aruna kewalahan tak bisa mengimbangi sang empunya, kedua tangannya di bawa oleh Justin untuk melingkar pada leher kokoh itu.

Bokongnya di remas kuat oleh jemari panjang tersebut, membuat tubuh Aruna tersentak merasakan sensasi aneh yang mengerubungi tubuhnya.

Dia menepuk-nepuk pundak lebar Justin tatkala nafasnya memburu karena kekurangan oksigen, bibirnya bengkak ketika Justin menyudahinya.

Keduanya sama-sama terengah, Justin menjatuhkan kepalanya pada bahu sempit itu dengan tangan mengepal yang memukul dinding di belakang Aruna.

"Kau sengaja ingin membuatku gila, kan?" tuding Justin dengan suara rendahnya yang membuat bulu-bulu halus Aruna merinding.

Ketika pria itu mengatakan hal tersebut, Aruna jadi ingat oleh perkataan Kakak keduanya bahwa seseorang yang pernah melihat dan mendengar Siren bernyanyi akan di buat menggila jika tak mendengar atau bertemu orang tersebut.

"Bukan begitu..." lirih Aruna yang perlahan membuka kelopak matanya. Iris sebiru lautan itu perlahan meredup karena pemiliknya merasa sedih, dia tidak tau bagaimana caranya meminta maaf.

"Lalu kenapa kau terus menghantuiku setiap malam!!" bentak Justin. Wajahnya memerah, tatapannya begitu tajam menatap iris kebiruan itu yang mengerjap pelan.

"Aruna bukan hantu..." cicitnya menatap polos ke arah Justin yang frustasi.

Helaan nafas panjang pria itu menandakan seberapa kerasnya dia mencoba untuk tidak memakan Aruna sekarang, terlebih Siren remaja tersebut tidak memakai celana yang menutupi area privasinya.

"Kenapa kau kembali?" Karena Justin bertanya seperti itu, Aruna jadi ingat tujuannya tadi.

"Lapar,"

"Hanya itu?" Aruna mengangguk cepat, dia sudah berharap bahwa Justin akan memberikannya makanan agar bisa membantu teman-temannya yang sekarat.

"Wahh..." Dia merasa sangat takjub oleh jawaban lelaki itu.

"Kau bahkan tidak bertanya apakah aku baik-baik saja setelah hari itu, kau tau? Aku kesulitan tidur karena bayangan mu terus muncul setiap kali mataku tertutup. Dan kau kembali hanya karena lapar?" sekali lagi Aruna mengangguk.

"Iya Justin, kenapa bertanya terus!?" gerutunya. Dia tidak punya waktu yang banyak meladeni setiap pertanyaan pria di depannya, teman-temannya sedang k kelaparan sekarang.

"Karena aku sangat marah padamu, kau tidak peduli dengan keadaanku di sini."

.

.

.

TBC

Justin ngambek gak di peduliin Aruna, malah mikirin makanan😾

Vote 80 comment 20

Terimakasih sudah singgah membaca♡

Athána: The SeirínesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang