Bab 22. Perjodohan

110 9 0
                                    

"Memangnya urusan sepenting apa, sampai kamu tidak mau menemani Ibu?" desak ibunya saat Ayunda mengatakan tidak bisa pergi bersamanya.

Hari masih pagi dan Ayunda sedang membantu ibunya mengurus taman kecil di belakang rumah.

Ayunda tahu ke mana ibunya hendak mengajaknya pergi. Ibunya sudah wanti-wanti sejak kemarin kalau hari Minggu ini Ayunda harus menemani ibu ke acara reuni. Kalau sekadar reuni saja Ayunda tidak keberatan, tetapi ibunya juga bermaksud mengenalakannya dengan anak teman ibunya. Itu sebabnya, Ayunda enggan untuk pergi dan berusaha menolak permintaan ibunya.

Sebenarnya, Ayunda juga tidak berbohong karena ia memang harus menyelesaikan pekerjaan yang terpaksa dibawanya pulang. Pasalnya, ada rekan kerjanya yang kecelakaan dan harus istirahat beberapa minggu. Jadi, pekerjaannya dialihkan ke Ayunda karena pekerjaan Ayunda sendiri sudah mulai beres.

"Ada kerjaan tambahan, Bu. Temen Ayu ada yang kecelakaan jadi kerjaanya dialihkan ke yang lain." Ayunda mencoba menjelaskan pada ibunya.

"Kenapa harus kamu yang ngerjain? Jadi orang itu jangan nggak enakan, makanya dimanfaatin terus," gerutu ibunya sambil tangannya terus mencabut rumput liar.

"Udah, Ibu nggak mau tahu pokoknya nanti kamu harus pergi sama ibu titik!" perintah ibunya yang membuat Ayunda tidak berkutik.

"Baik, Bu." Ayunda tidak mau beralasan atau membantah ibunya lagi. Kemudian ia melanjutkan menyiram bunga yang ada di pot gantung di dinding pagar rumahnya.

Ayunda pasrah dengan apa yang terjadi di pertemuan reuni nanti. Ia masih kurang berkenan dengan niat ibunya untuk menjodohkannya dengan anak temannya. Ia hanya berdoa semoga Allah melindunginya dari keburukan.

***
Pukul sembilan lewat lima menit Ayunda dan ibunya berangkat dengan menggunakan taksi online. Ayahnya sedang pergi memancing bersama bapak-bapak tetangga di kompleks perumahan mereka.

Sampailah mereka di sebuah restoran keluarga dengan banyak gazebo yang mengelilingi taman sebagai tempat acara reuni. Di sana sudah banyak yang berdatangan, beberapa ada yang membawa anggota keluarga. Ayunda mengikuti ibunya dan ikut menyalami mereka satu persatu kecuali yang laki-laki. Kemudian ibunya membawa Ayunda terpisah ke salah satu gazebo. Ternyata di sana sudah menunggu seorang wanita paruh baya.

"Eh, Ratna. Akhirnya kamu datang juga." sapa wanita itu pada ibunya.

"Jelas datang dong. Oh, ya, kenalin ini anakku Ayunda," sambut ibunya sambil mengenalkan Ayunda.

"Assalamualaikum, Tante," sapa Ayunda sembari bersalaman.

"Wa'alaikumsalam, oh, ini, Ayunda. Cantik sekali." Sambut wanita tersebut.

"Lho, anak kamu mana?" tanya ibu Ayunda yang membuat Ayunda menajdi gelisah. Benar dugaannya kalau ibunya punya misi lain memaksanya untuk ikut.

"Iya, nih. Belum datang juga padahal sudah aku ingatkan untuk nggak terlambat." Wanita tersebut tampak gelisah, sesekali ia mengecek ponselnya mencoba menghubungi sebuah nomor.

Menurut cerita ibunya, lelaki yang akan dikenalkan dengannya itu memang sudah mapan dan tinggal terpisah dari orang tuanya.

"Nggak apa-apa, kita tunggu saja kalau gitu sekalian ngumpul dulu sama temen yang lain, yuk!" timpal ibu Ayunda.

"Iya, sebentar, biar aku telepon dia dulu, ya." Lalu wanita tersebut memencet sebuah nomor, tapi tidak ada jawaban.

Dalam hati, Ayunda terus merapalkan doa berharap semoga ada keajaiban dari Allah.

Tak berapa lama pertolongan itu datang juga. Langsung Allah kabulkan doanya dengan sebuah fakta yang mengejutkan.

"Ratna, maaf sekali anakku nggak jadi datang. Aku juga kecewa sama dia. Masa dia bilang malah mau rujuk sama mantan istrinya," ungkap wanita tersebut pada ibu Ayunda.

Ayunda yakin bukan hanya dirinya yang terkejut mendengar fakta tersebut. Ibunya lebih terkejut darinya karena ibu Ayunda memang tidak tahu bahwa anak temannya itu juga seorang duda.

"Maksud kamu, anak kamu udah oernah nikah?" Ibu Ayunda masih mencoba memastikan.

"Iya, Ratna. Baru beberapa bulan lalu mereka bercerai. Aku kasihan lihat dia hidup sendirian seperti tidak punya semangat hidup. Makanya aku berniat buat nyariin dia jodoh, barangkali dengan begitu dia bisa kembali semangat." Rona wajah ibu Ayunda tampak berubah, kaget bercampur kecewa. Ibunya hanya mengangguk dengan senyum yang dipaksakan.

Bisa Ayunda pahami ibunya pasti syok mendengar kenyataan bahwa anak temannya itu juga seorang duda. Bagi ibunya, calon menantu yang paling dihindari adalah duda.

Berbeda dengan ibunya, mendengar hal itu Ayunda justru mengucap syukur dalam hati. Betapa Allah begitu baik menunjukkan jalan tanpa harus membuat Ayunda menentang ibunya.

Ayunda dan ibunya tidak lama-lama di acara reuni tersebut. Sejak awal, tujuan utama ibunya memang untuk menjodohkannya dan reuni hanyalah sebagai kesempatan untuk melakukannya.

Sepanjang perjalanan pulang, ibu Ayunda diam saja. Ayunda maklum, sepertinya ibunya masih kesal dengan kenyataan yang terjadi tadi.

"Kamu pasti seneng, kan, nggak jadi dijodohin. Pasti kamu menertawakan ibu dalam hati," ucap ibunya saat membuka pintu rumah setelah mobil yang mengantarkan mereka pergi.

"Astaghfirullah, kok, Ibu bilang begitu? Ayu sama sekali tidak menertawakan ibu," jawab Ayunda. Ia memang lega, tapi juga prihatin dengan ibunya yang sudah teelalu berharap pada anak teman ibunya tadi.

Ayunda hendak pergi ke kamarnya saat ibunya kembali berkata. "Ibu masih ada calon lain, nanti ibu kasih tahu kalau sudah jelas kapan ketemunya. Maaf, kalau ibu terpaksa melakukan ini agar kamu tidak perlu menikah dengan seorang duda. Ibu harap kamu bisa mengerti."

Ayunda hanya bisa menarik napas dan mengangguk, kemudian masuk ke kamarnya dalam diam. Hatinya nelangsa, tapi tak mampu menentang orang tuanya. Ayunda sangat takut menjadi anak durhaka. Ia sangat menyayangi ayah dan ibunya seperti mereka juga telah menyayanginya sejak kecil. Hanya saja, rasanya berat sekali ketika ia sendiri sudah menentukan pilihan, tetapi pilihan itu tidak menjadi pilihan orang tuanya.

Menjemput Restu KeduaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant