๑ 6 ๑

456 52 23
                                    

Visual Sasuke Uchiha di book ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Visual Sasuke Uchiha di book ini

"Mau ke mana, Bang? Tumben, pagi-pagi sudah rapi benar. Hari minggu 'kan ini?"

"Ke bengkel, Ma," jawab si pemuda berambut gondrong dini dia bergabung ke meja makan.

"Loh, buat apa? Bukannya kemarin kamu baru servis motor?"

"Mobilnya Sasuke, Ma. Dia enggak mau servis sendiri."

"Oh, kalau itu sih enggak apa-apalah, Bang. Agak jauh 'kan ya bengkel resminya. Kasihan adik kamu kalau menyetir ke sana. Anak cewek juga, ngeri Mama, ih!"

"Aku sudah sarankan Sasuke untuk pergi ke bengkelnya Naruto. Selain lebih murah, bakat dan cara kerjanya pun oke. Aku lihat sendiri bagaimana serius dan santainya dia pas mengotak-atik mesin."

"Terus, kenapa enggak jadi dibawa ke sana?"

"Sasuke yang menolak, Ma. Takut mobilnya rusak."

"Wah, pagi-pagi menggosip. Bagus banget, ya. Mentang-mentang aku enggak ada. Lagi bahas apa, hayo?!" Semua pasang mata di ruang makan tertuju ke anak tangga yang saat ini ditapaki Sasuke. Tak terkecuali sang ayah yang semula amat serius membaca kabar di koran, memperhatikan gelagat putri kesayangannya hingga duduk tepat di samping dia. "Sudah makan, Pa?"

"Belum, ini baru minum kopi." Seraya sang ayah mengangkat cangkir dari tatakannya.

"Mama sama Abang bahas apa sih, Pa? Kok seru banget kayaknya."

"Papa mana tahu, 'kan lagi baca koran." Detik berikutnya muka Sasuke pun cemberut, mengambil piringnya serta menyendok malas yakisoba yang tersaji.

"Ya ampun dek, kamu merajuk? Kita tidak cerita yang aneh-aneh loh. Mama cuma tanya ke abang, minggu pagi begini mau ke mana. Katanya mau servis mobil kamu ke bengkel resmi--kenapa enggak coba ke bengkelnya Naruto?"

"Cuma bengkel rongsokan, Ma. Masa iya mobil aku dibawa ke tempat kayak begitu?! Montirnya orang-orang payah. Kalau Mama lihat langsung, pasti auto enggak sukalah pokoknya. Dari segi situasi sudah meragukan, apalagi hasil kerjanya." Di seberang dia kening Itachi telanjur mengerut tak suka.

"Sas, jangan ngaco! Abang enggak paksa kamu ya buat servis mobil ke situ. Terserah kamu maunya ke mana, bukan berarti kamu bisa seenaknya menjelek-jelekkan dia! Ketemu juga belum, sembarangan kalau bicara. Jadi, kamu anggap selama ini Abang berbohong begitu? Kebiasaan kamu itu enggak hilang-hilang ya. Sudah segede ini padahal. Masih saja kayak anak SMA, gampang sekali menghakimi orang--pamit Ma, Pa. Abang balik agak sorean kayaknya, sekalian urusan kampus."

"Sarapannya enggak dihabiskan?!" Sang mama sempat sedikit berteriak saat Itachi beranjak dari kursinya.

"Kenyang, Ma!"

"Sasuke--lagian kamu ini, kapan dewasanya sih, Nak?! Pastilah Abangmu marah, kamu memburuk-burukkan temannya di muka dia."

"Kamu sudah pernah ketemu, Naruto?!" Tahu-tahu ayahnya menginterupsi, mengambil pula yakisoba bagiannya ke piring.

"Sudah, Pa. Makanya aku tahu kondisi bengkelnya seperti apa. Abang kali yang melebih-lebihkan, aku yakin kok si Naruto itu enggak sehebat ceritanya."

"Si Naruto itu pekerja keras. Walau dia masih kuliah, dia bisa membangun sendiri bisnisnya. Kamu tahu enggak kalau bengkel dia itu sudah ada sejak dia duduk di bangku SMA? Kalau Papa enggak salah, dulu dia cuma bertiga sama temannya membangun bengkel itu hingga semaju sekarang. Karena insting yang tajam dan kemampuannya dalam memecahkan masalah di kerusakan mesin, dia jadi bertekad melanjutkan pendidikan strata satunya di bidang itu. Kuliah biaya sendiri, dan dia juga mampu menghidupi ibunya. Belum prestasi lain, termasuk sering memenangkan turnamen tenis dari berbagai tingkat."

"Papa kok bisa tahu sebanyak itu?! Mama pikir Papa tidak tertarik setiap kali Itachi menjabarkan panjang lebar tentang si Naruto."

"Enggak tertarik apanya?! Papa malah kepingin menjodohkan dia sama Sasuke. Cuma, Itachi bilang jangan dulu. Naruto agak susah anaknya. Sampai sekarang belum pernah kelihatan punya gandengan, dia takut anak itu tidak nyaman sama ide Papa."

"Bahkan sudah ditahap berniat menjodohkan?"

"Papa sudah ketemu langsung sama dia, di bengkelnya. Karena malas ke bengkel resmi, Itachi mengantar Papa untuk servis mobil ke sana. Ya begitu, kita bincang-bincang sambil minum kopi. Ternyata anaknya seru, enak diajak mengobrol."

"Tunggu, tunggu! Mama speechless loh ini. Papa belum pernah mau segini detailnya menceritakan anak laki-laki selain Itachi. Mantannya Sasuke pun enggak 'kan, Pa?!"

"Ya, karena dia memang--begitulah Ma. Coba saja temui sendiri. Biar Mama tidak penasaran. Jauh sekali sama mantan Sasuke yang klimis-klimis itu, enggak ada apa-apanya mereka."

"Ide bagus itu, Pa. Tapi, caranya?" Hening sejenak di tengah-tengah mereka. Lalu, "Kalau diundang makan kira-kira anaknya mau enggak, Pa?"

"Boleh juga. Itachi bisa bujuk dia supaya mau mampir."

"Nah, setuju! Entar Mama siapkan makanan enak yang banyak, biar enggak malu-maluin."

"Idih, apaan?! Enggak, enggak! Aku enggak rela ya Mama segitu usahanya buat orang asing!"

"Sasuke, kalau kamu enggak suka Naruto, kamu bisa menghindar 'kan, Nak? Mama enggak bakal marah kok semisal di hari makan malam sama Naruto nanti, kamu pergi keluar entah ke mana kek, asal kamu senang."

"Mama ...! Mana ada begitu, masa anak sendiri dikorbankan?!" Diam-diam ayahnya cekikikan di balik koran.

"Terus maunya kamu bagaimana? Mama kepalang penasaran sama Naruto."

"Astaga, lama-lama semua orang jadi aneh karena si Uzumaki brengsek itu!"

-----

HOT GARAGEWhere stories live. Discover now