33: Panik

1.8K 138 30
                                    

"Yah, kalau warung ini aku beli, Ayah setuju nggak?"

Rendi langsung menoleh menatap wajah putranya.

"Memangnya kamu punya duit banyak, Ram?"

"Nggak banyak, tapi kelihatannya cukup, mumpung lagi punya. Pingin punya warung sendiri Yah. Boleh nggak?" Kebiasaan Rama yang selalu meminta pendapat Ayahnya sebelum mengambil keputusan.

"Ayah setuju. Kalau kamu mampu membeli kios ini, kenapa harus menyewa? Nanti sepenuhnya hak tanah ini menjadi milik kamu." ujar Rendi.

Rama mengangguk. Di penghujung hari terakhir Rama berumur dua puluh tahun, ia ingin menghadiahi dirinya dengan sebidang tanah yang dibangun warung menggunakan uang jerih payahnya sendiri.

"Aku mau hubungin Pak Aziz dulu Yah kalau begitu."

"Kalau mau tawar-menawar kamu harus ngajak Ayah," peringat Rendi.

"Siap."

Rama berbincang dengan pemilik tanah ini. Tanah yang tadinya hanya lahan kosong, lalu dibuat warung kecil-kecilan oleh pemiliknya. Sekarang warung tersebut sudah tidak digunakan, lalu Rama sewa untuk tempat menjual baksonya.

Ternyata menjual bakso memiliki omset yang cukup tinggi, apalagi dikelola baik oleh Rama yang sejatinya pandai memanajemen uang. Rama banyak mengikuti seminar di sekolahnya, ikut mendengar cerita-cerita inspirasi dari banyak pengusaha. Mendengar cerita tersebut, Rama tertarik bekerja, namun bukan menjadi karyawan akan tetapi menjadi boss yang insya-allah ingin memberikan lapangan kerja bagi orang-orang yang sedang mencari pekerjaan.

"Baik Pak, terimakasih. Nanti saya ke rumah Bapak jam sepuluh pagi." Rama tersenyum mendengar suara Aziz menyetujui permintaannya.

"Gimana, Ram?" tanya Rendi antusias.

"Kita disuruh sowan ke rumah Pak Aziz, nanti jam sepuluh. Ayah ada waktu kan?"

"Bisa! Bisa! Kok Pak Aziz secepat itu bisa setuju?"

"Aku belum ngomong banyak, Yah. Nanti kita jelasin saja di sana."

"Uangnya, kamu yakin sudah ada?"

"Soal uang udah aku siapin, Yah."

Rendi menepuk pundak Rama. "Ayah nggak nyangka, tanah ini sebentar lagi jadi milik kamu."

"Aamiin. Semoga Pak Aziz setuju dengan harga yang kita tawar nanti."

Rama menarik nafasnya. Bila diingat belum ada setahun Rama bergelut dengan dunia kuliner, sempat mengalami down saat bengkel miliknya terbakar, perlahan uang yang sudah Rama gunakan untuk mengganti rugi seluruh biaya perbaikan bak terlipat gandakan.

Rama juga tidak tau, bagaimana dia bisa menyisihkan uang untuk ditabung padahal kebutuhan selalu ada. Bahkan bulan lalu keluar lima juta untuk biaya Rafis, namun seolah terganti dengan cepat. Benar-benar rejeki anak sholeh ini mah!

Rama menitipkan warungnya. Rendi mendampingi Rama datang ke rumah Pak Aziz--pemilik tanah tempat warung bakso Rama.

"Mas Rama berani bayar tanah saya berapa?" tanya Pak Aziz.

"Pak Aziz mau jual berapa?"

Rendi tidak jadi menawar harga. Ternyata anak sulungnya begitu pintar. Rama melakukan sendiri negoisasi dengan Pak Aziz, Rendi hanya memperhatikan cara Rama berbicara. Terlihat berpengalaman dan cermat.

"Deal?" Pak Aziz mengulurkan tangan.

"Deal." Rama menjabat tangan.

Rama mengantongi uang tiga juta setelah berhasil menurunkan harga menjadi berkurang sebanyak tiga juta, ya, lumayan.

RAMA✔️  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang