Eps. 5

489 413 100
                                    

Toxic warning ️⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Toxic warning ️⚠️

•••••••

Hari dimana pelajaran serius sudah bermula. Semakin stres Parkojon dibuatnya. Pelajaran demi pelajaran Parkojon perhatikan walau tak mengerti.  Kalian masih ingat mereka kelas berapa? Yap, di kelas akhir ini, kelas XII Parkojon harus dan wajib lebih serius. Masa depan yang cerah menunggu kita.

Saat memikirkan Parkojon akan bubar, hati tiba-tiba terasa sangat sakit. Entah apa yang terjadi pada masing-masing dari kita semua jika tak terbentuknya Parkojon.

Evelyn melenguh kesal. “Ah, wali kelas lu ngeselin banget!” ucapnya tiba-tiba.

“Itu wali kelas lu juga, Bodoh,” jawabku ikut kesal atas perlakuan Bu Ratih pada Parkojon.

Tiba-tiba guru olahraga yang pernah memergoki Parkojon bolos datang. Ia mengumumkan bahwa sekolah akan mengikuti gerak jalan satu kecamatan. Guru tersebut panggil saja dengan Pak Satya. Pak Satya meminta anak yang ingin ikut saja yang berdiri. Sontak satu grup selain Parkojon berdiri.

Parkojon terkejut karena kehadiran Daeva bersama teman satu bangkunya berdiri dan menuju ke arah Pak Satya. Dengan kelakuannya seperti itu, Parkojon sudah menduga dari awal bahwa Daeva tak akan lolos dalam tesnya. Anak itu terlalu menyepelekan kegiatan itu.

Ternyata beberapa hari kemudian, memang benar adanya.

“Tuh Daeva nggak lolos gerak jalan, ya? Kok dia di sini. Padahal yang lain masih ikut,” tanya Reyna curiga. Reyna yang terkenal akan kepintarannya ikut membenci Daeva. Bagaimana tidak, jika anak itu bermain-main di saat pembelajaran sedang berlangsung.

Rekan gerak jalan Daeva masih mengikuti. Namun, Daeva bersama teman satu bangkunya tak lolos. Entah apa yang ia perbuat hingga temannya itu juga tak lolos.

“Sepertinya iya. Lagian yang lain masih ikut. Ga lolos, tuh,” jawabku senang. Aku berharap jika anak itu tak berbuat seenaknya seperti sebelumnya.

“Lihat saja nanti, saat upacara kelulusan. Takkan aku biarkan ia datang!” jawab Evelyn membuat Parkojon sontak terkejut dengan apa yang diucapkan olehnya.

“Ternyata lu sipokat,” ucapku asal-asalan.

Tiba-tiba Alice menyentil dahiku. “Psikologi kali,” jawabnya semakin tak benar.

Psikopat, Ogeb! Udah salah ngegas. Geblek dipelihara,” balas Evelyn kesal. Ia sepertinya sudah muak dengan bahan bercandaku dan Alice.

Tiba-tiba aku melihat kedatangan Daeva ke meja depan. Ia menghampiri sang wakil sekretaris. Parkojon langsung berdecih bersamaan. “Gak diterima di Parkojon malah sok akrab ke si wakil sekretaris.”

Yap, itu benar. Ia selalu mendekati satu-persatu anak kelas XII. Entah apa tujuannya. Mungkin ia ingin menularkan virus sial hidupnya.

Tak lama dari itu, jam pun berganti. Tak hanya jam pelajaran, guru juga berganti. Guru kali ini lebih banyak omong. Tetapi, beliau tak mengisi jam pelajaran. Tentu saja membuat kami seisi kelas merasa senang. Bahkan satu sekolahan berkeliaran ke sana-kemari dan tak memperdulikan guru-guru.

Parkojon. [ Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang