'him'

97 9 0
                                    

✎✐









Dilanda kelabu tak berujung, suasana hati pria berdarah Belanda itu menjeritkan rasa kesedihan untuk sesuatu yang bahkan belum terjadi. Hari apa ini? Memangnya seburuk itukah?

Hari terakhirnya bersama Yorgav telah datang.





"Morning, Lin," sapanya begitu tampan seperti biasa menyender di pintu mobil miliknya.

Pria manis itu tak membalas. Ia hanya langsung berjalan memasuki mobil tanpa melirik Yorgav sedikitpun. Hingga sabuk pengamannya telah ia pasang, lisan itu enggan untuk melepaskan diri.

"Hey, what's wrong zombie? Perasaan kamu 2 hari kemarin seneng-seneng aja, hari ini kenapa?" Tak menyerah, ia tetap berusaha mengajak ngobrol si empu yang setia menundukkan pandangannya.

"This is our last day."

"..."

"Gatau ah, sedih banget aku."

Dua kalimat itu suskes mengoyak hatinya. Teringat pesan Yoel untuknya, bahwa menjaga Belin adalah keinginan terbesar Yoel, dan adik kecilnya itu berharap dirinya dapat meneruskan apa yang sudah Yoel lakukan sampai akhirnya ia pergi ke tempat yang jauh lebih baik, jauh lebih indah.

Setelah hampir 4 tahun lamanya, ia baru dapat memenuhi keinginan adik tersayangnya tersebut, namun dalam waktu yang singkat, dirinya akan dibawa menjauh dari Belin. Dan untuk jangka masa yang tak singkat pula.

Sulit mengatakan 'people come and go' karena kalimat itulah yang nyaris membuat Yorgav kehilangan rasa empati terhadap dirinya sendiri. Merutuki jiwanya yang tak dapat melindungi seorang yang begitu ia sayangi.

"Lin, aku gatau kapan bisa balik. Tapi aku jamin, ketika aku kembali, aku kembali cuma buatmu."

"Don't take the risk, Yory. Keep the balance of the company. People need u to handle it so well."

"None of it was ever worth the risk. But u are the only exception, Lin."

Guratan sedih itu perlahan memudar, menyisakan pancaran senyuman di wajah apik milik Belin. Kedua mata yang nampak kelelahan itu akhirnya memberanikan diri untuk menatap kedua manik elok milik Yorgav.

Pria yang dipanggil gula aren khas Belanda oleh sang Primadona angkatan itu memandang pria di sebelahnya penuh dengan afeksi, menilik detail rambut biru yang kian memudar itu tak lama lagi akan ia rindukan. Wajah yang nyaris mirip oleh sahabat tersayangnya itu, manik menawan dengan tatatan tajam, senyuman yang selalu menyihir tubuhnya untuk tak henti menatapnya, physical touch darinya yang kian membuat nyaman.

Belin rasa, ia telah berdamai dengan hatinya.

Ia yakin, menerima yang sekarang, akan berdampak baik di masa depan.







-







"I'm not kidding when I say that, Lin. It comes out from my heart. I lose."







-








Kelas hari ini telah berakhir. Kedua lelaki muda ini tak keluar secara bersamaan. Belin keluar lebih dulu, sedangkan Yorgav, ada beberapa dokumen konfirmasi dari Univ yang perlu ia ambil terlebih dahulu. Dengan bantuan Uncle Domain sebelumnya, semua urusan kampusnya telah selesai.

Belin kini menunggu di dalam Porsche milik Middleton, setelah beberapa menit lalu ia diberikan kunci mobil buatan Jerman tersebut agar dapat menunggu di dalam.








.








"Maaf Lin, kelamaan ga nunggu aku?"

Gelengan lembut disertai senyuman ia berikan padanya, pada lelaki yang berhasil mampir ke dalam labirin otaknya sepanjang waktu.

replaced star [COMPLETED] ✔️Where stories live. Discover now