Chapter 24

33.2K 3.3K 52
                                    

©Claeria


"Makasih ya, Mas, untuk steaknya," aku tersenyum ceria kepada Mas Shua yang baru saja membukakan pintu untukku dan mempersilakanku keluar ruangan lebih dulu.

Aroma steak yang tadi begitu menyengat di dalam ruangan kini menghilang ditiup angin malam ibukota. Kami baru saja selesai menyantap makan malam di restoran steak yang terletak tidak jauh dari kantor.

Tadi di tengah-tengah perjalanan pulang, Mas Shua membelokkan mobilnya ke kompleks ruko yang disulap menjadi jajaran restoran di sisi jalan. Aku sempat mengomel, protes karena seharusnya Mas Shua mengantarku pulang, bukan menculikku seperti ini.

Namun, ketika sudah mencicipi ribeye steak dengan mushroom sauce yang katanya adalah menu andalan restoran ini, aku langsung lupa dengan semua ocehanku. Wajahku yang tadinya ditekuk sepertinya langsung berubah cerah ceria menikmati tiap gigitan daging yang begitu lembut dan gurih di lidah.

Mendengar ucapan terima kasihku, Mas Shua yang kini sudah berjalan di sisiku melempar senyuman manisnya. "You're welcome, Sher. Kamu suka steaknya?"

"Suka! Dagingnya enak banget, juicy terus meleleh di mulut," jawabku penuh semangat.

Ah, Sheren... Betapa lemahnya imanmu terhadap makanan enak... Tadi bersungut-sungut, sekarang malah semangat. Jangan-jangan Mas Shua tahu kelemahanku ini dan memanfaatkannya supaya aku tidak bisa menghindarinya?

Mas Shua kini terkekeh menatapku. Sembari menarik lenganku karena ada mobil yang melintas di samping, ia meledekku. "Tuh kan, makanya tadi nggak usah ngotot mau pulang sendiri. Kamu bersikap kayak mau diculik, padahal mau diajak makan terus diantar pulang."

"Lagian Mas tadi maksa, sih. Kalau tau mau diajak makan steak aku pasti ikut dengan senang hati. Eh, tapi traktiran malam ini dalam rangka apa? Mas Shua abis dapat bonus?"

"Dalam rangka kasih kamu tambahan nutrisi," jawab Mas Shua. Menyadari keningku berkerut mendengarnya, ia lalu melanjutkan. "Kamu kelihatan nggak enak badan tadi pagi. Dion juga cerita katanya waktu istirahat kamu nggak nafsu makan."

"Dion berlebihan, aku nggak apa-apa, Mas. Sehat-sehat aja," sanggahku. Diam-diam aku melirik Mas Shua lalu menambahkan dengan lirih. "Cuma lagi ada yang dipikirin aja."

Kami sudah tiba di area parkir, tetapi Mas Shua tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia lalu beralih menatapku.

"Apakah hal yang kamu pikirin itu juga yang belakangan ini bikin kamu sibuk dan nggak kelihatan di mana-mana?"

"Kurang lebih begitu," aku mengangkat bahu, menghindari tatapan mata orang yang menghantui pikiranku belakangan ini.

"Ah, ternyata begitu. Tadinya aku benar-benar mengira kamu menghindari aku, apalagi setelah tadi kamu nolak mati-matian untuk pulang bareng," rasa lega terdengar di kalimat Mas Shua.

Mendengar itu, hatiku seperti disentil oleh rasa bersalah. Tebakan Mas Shua memang benar, aku sengaja menghindarinya belakangan ini, padahal dia tidak melakukan kesalahan apa pun.

Karena tidak ingin menambah rasa bersalahku dengan berbohong, aku lalu berdeham dan menggumam. "Well... Perkiraan Mas Shua nggak sepenuhnya salah sih."

"Kalau begitu kamu benar-benar menghindari aku?" kali ini mata Mas Shua membulat tak percaya. Ia lalu menggigit bibirnya, air mukanya berubah cemas, sementara kedua alisnya bertaut dalam. "Kali ini aku salah apa lagi, Sher? Apa aku menyinggung perasaan kamu? Atau aku nggak sengaja bersikap nggak sopan? Atau—"

"Mas Shua nggak salah apa-apa," potongku sembari menyentuh lengannya, membuat Mas Shua terdiam, menantikan kelanjutan kalimatku. "Aku... Entahlah, aku cuma ngerasa agak canggung kalau ada di dekat Mas Shua."

Dikejar Pinangan Mas Shua [COMPLETED]Where stories live. Discover now