eighteenth

2K 138 6
                                    

Dewi ingat betul kesusahan yang Ranu ciptakan setelah meninggalkan dirinya yang berumur tujuh tahun beserta ayahnya demi pria lain. Rumah yang hangat seketika berubah jadi dingin. 

Ayahnya tidak mengeluarkan sepatah kata pun saat melihat kepergian Mamanya yang di jemput pria lain. Ranu  berlalu melewati Dewi kecil yang berdiri di depan pintu menangis terisak melihat kepergian mamanya. Tidak ada kata perpisahan apa lagi kata-kata menenangkan berupa janji semu sekedar usaha menghentikan tangis Dewi  untuk sementara. Hari-hari berikutnya Dewi selalu  menunggu Ranu di depan pintu namun tidak pernah datang bak di telan bumi.

Dewi kecil  terguncang dipaksa mengerti dengan keadaan orang tuanya, membuat dia kesulitan berinteraksi dan menjalin hubungan baik dengan teman sebayanya karena mengalami gangguan mood dan kecemasan lalu berakhir di rumah sakit.

Ranu bukan mama yang baik, tidak pantas untuk jadi ibu dan itu salah Ranu  karena tidak bisa melakukannya.

Berselingkuh, melanggar kesepakatan atas kesetiaan pernikahan demi cinta barunya tanpa berpikir apa lagi  memperdulikan Dewi kecil seolah menutup mata karena di butakan  kesenangan dan kebahagiaan bersama cinta barunya.
.
.
.

Bertemu kembali setelah sekian tahun dengan ibunya yang telah mentelantarkan dirinya. Tidak ada rasa haru apa lagi bahagia yang merasuk jiwa dan menggetarkan hati Dewi. Semua terasa hampa, gamang karena kebencian dan kesakitan.

"Dewi... Ma----ma..."

Suara Ranu terdengar lemah bergetar seperti menahan tangis. Kedua tangan sedikit keriput itu bertautan mengepal erat di atas meja. Hatinya menghangat penuh kebahagiaan bisa bertatap muka dengan Dewi di jarak sedekat ini.

"Mama minta maaf atas segala hal yang telah kamu lewati"

Wajah congkak tak bergeming. Dewi muak mendengar Ranu menyebut dirinya mama dengan tidak tahu malu, apa Ranu hilang ingatan atas perlakuan yang di berikan terhadap Dewi. Mudah sekali memohon ampun seakan dapat membayar beberapa tahun bahkan puluh tahun rasa sakit yang Dewi rasakan.

Bagi Dewi, Ranu hanyalah wanita tua yang mengandung dan melahirkan tanpa memiliki  ikatan batin dan emosi dengan dirinya.

Ranu yang tidak pernah mengatakan mencintai Dewi. Tidak pernah tahu rasanya kecewa karena berpikir bahwa Dewi adalah anak yang tidak di inginkan sehingga dengan tega ibunya pergi meninggalkannya tanpa pernah kembali. Tidak ada ciuman, pelukan atau semacamnya. Ranu sibuk dengan selingkuhannya dan ayah sibuk dengan urusannya. Itu adalah masa kecil Dewi yang sangat tidak bahagia.

Dewi menatap dingin bersedekap di dada dengan bibir tersenyum paksa dan hati menyumpah serapah Ranu yang menangis seperti pihak yang paling tersakiti.

"Mohonlah ampun pada tuhan, agar saya terhindar dari karma yang anda perbuat"

Ranu hancur mendengar Dewi  menyebut dirinya dengan kata anda  dalam suara datar penuh penekanan, terlebih senyum yang Dewi berikan merupakan hinaan terdalam. Ranu  terisak berlinang air mata, menyedihkan. Ranu tahu semua sudah terlalu terlambat untuknya. Hubungan buruk yang sudah menumpuk bertahun-tahun tidak akan mudah di perbaiki.

"Dewi....ma---ma, mama selalu mendoakan mu di setiap waktu"

Ranu menunduk menghalau tetes air mata dari pelupuk matanya.

"Itu kewajiban anda sebagai pendosa di masa lalu, tolong jangan menemuiku lagi. Tetaplah seperti dirimu yang dulu, hidup bahagia tanpa diriku"

Meraih beberapa lembar uang lalu meletakkan di atas meja, menindihnya dengan segelas teh yang  tidak tersentuh isinya sedikitpun lalu Dewi beranjak tanpa kata berbalik melangkah pergi meninggalkan Ranu yang meraung tidak bersuara.

Hatimu Bukan UntukkuWhere stories live. Discover now