twenty-second

2.8K 178 30
                                    

Jatuh cinta terjadi begitu saja sedangkan mencintai merupakan pilihan hidup.

Apakah kekerasan merupakan salah satu bentuk cinta?  Aaron hidup dengan orang yang ada di pikirannya sementara jiwanya mati bersama orang yang ada di hatinya.

Andaikata mencintai sesuatu, haruskah di bebaskan ?    Jika ia kembali padamu bukanlah itu milikmu selamanya. Jika tidak, maka sejak awal dia bukan lah milikmu.

Saat bersama Tifiliu dunia yang bising terdengar hening dan masalah sulit terasa sangat ringan, menenangkan.  Berharap alam semesta menghendaki,  tak ingin semua ini berhenti dan tidak perlu hal lain selain dia, Tifiliu. Pemilik hatinya.

Sekujur tubuh meremang, bergetar panas dingin dengan dada terasa seperti siap meledak karena sebuah kebahagiaan yang meluap-luap membanjiri emosi ketika kedua mata Aaron melihat buah hati untuk pertama kalinya.

Tidak puas Aaron memandang dan mengagumi kesempurnaan manusia kecil yang dalam darahnya mengalir darah dirinya sendiri. Melihat betapa rapuh dan kecil nya tubuh itu menimbulkan rasa iba, naluri melindungi, dan janji yang terukir dalam hati.

Untuk keduakalinya, Aaron kembali merasakan jatuh cinta. Perasaan terpesona dalam suasana berbeda pada mahluk kecil di hadapannya. Jika Tifiliu ketenangan maka bayi ini penyemangat, dan jika Tifiliu pemilik hatinya maka bayi ini adalah penguasa hatinya.
.
.
.

Di kepala bayi terpasang bandana lucu  warna merah jambu senada dengan baju dan kain bedong. Tertidur lelap tidak terganggu meski  jari-jari tangan Aaron menyentuh membelai-belai lembut pipi merahnya.

Aaron berpindah menyentuh bandana yang di pakai anaknya bertekstur lembut dan halus cukup elastis, fleksibel, mungkin dari bahan nilon. Perlahan menarik lepas bandana takut-takut membangunkan anaknya.

Bagaimana jika bandana itu membuat alergi atau terlepas dan terbelit di leher anaknya ? Amit-amit, Aaron menggeleng bergidik ngeri membayangkannya.

Harusnya Dewi memprioritaskan keselamatan dan kenyamanan saat menggunakan aksesori seperti bando pada anaknya yang bahkan baru berusia tiga hari. Dasar wanita egois bodoh.

Aaron meneliti ruangan yang didekorasi dengan sifat-sifat dan segala hal-hal feminim di dominasi warna merah jambu.  Kekhawatiran tidak berdasar mulai memenuhi pikiran Aaron memperkuat keraguan. Sepertinya dia perlu berkonsultasi dengan dokter anak yang berpengalaman.

Walaupun dari buku yang Aaron baca penyebab pipi bayi baru lahir merah itu karena saat lahir kulit bayi masih tipis dan sensitive, sehingga rentan mengalami kemerahan bila terpapar zat atau benda tertentu. Kondisi kulit merah ini bisa merupakan hal yang normal, tapi bisa juga pertanda adanya alergi bukan ?

Aaron mengalihkan pandangan dari bayinya pada Dewi yang sedang bersedekap tangan di dada menunjukan wajah pongah menantang duduk di atas ranjang pasien, kedua kaki pendeknya  menjuntai menggantung.

Menyimpan bandana lalu meraih satu buket bunga Lily pink berukuran sedang dari sofa single samping box bayi. Aaron yang hakekatnya tidak terbiasa datang dengan tangan kosong bersyukur bisa menyempatkan diri mampir membeli bunga untuk Dewi. Berharap wanita  pendek yang suka mengumbar menjajakan tubuhnya dengan baju murahan kurang bahan di hadapannya tidak besar kepala dan menyalah artikan perhatian Aaron. 

Aaron mengulurkan buket bunga Lily tepat di hadapan Dewi yang terdiam menatap dirinya lekat penuh permusuhan.

"Berhenti melihat ku dengan mata melotot, kau terlihat jelek sekali Dewi..."

Dewi mendesis sinis. Rona wajah bahagia Aaron saat menatap bayinya sungguh menjijikan, pria itu sepertinya telah hilang ingatan bagaimana dulu dia meminta Dewi membuang menggugurkannya. Dewi  ingin sekali mencekik leher Aaron sampai mati lalu membawanya ke neraka.

Hatimu Bukan UntukkuWhere stories live. Discover now