Kabur

981 185 10
                                    

Jeno termenung di dalam kamarnya seraya meremat selimut nya dengan kuat, hatinya begitu sakit ketika mengetahui fakta yang begitu mengejutkan. Entah harus senang atau sedih ketika kini hal yang begitu di impikan-nya sendari kecil telah terwujud. Akhirnya dirinya memiliki seorang ayah namun di sisi lain juga hatinya begitu tak rela ketika mengetahui ibunya di sakiti seperti itu.

Ah lebih baik Jeno ke-sampingkan hal itu terlebih dahulu yang terpenting untuk sekarang ini adalah mencari keberadaan kekasih manisnya, ah larat mungkin kakak? Ah entahlah yang terpenting Jeno harus segera menemukan keberadaan pemuda gemil itu. Jeno benar-benar khawatir jika sang kekasih sampai kenapa-kenapa.

Tok tok tok

"Jen! Apa kamu ada di dalam?" tubuh Jeno sedikit tersentak ketika pintu kamarnya di ketuk oleh sang ayah.

"Iya Jeno ada di dalam!!" teriak Jeno seraya merapikan penampilannya yang terlihat sedikit berantakan.

Cklek

"Kamu baik-baik saja kan?" tanya Johnny sembari berjalan menghampiri sang anak.

"Jeno tak apa" jawab pemuda sipit itu seraya menggeser tubuhnya ke pinggir ranjang.

"Bagaimana? Apakah paman sudah menemukan petunjuk tentang keberadaan Haechan?" Johnny hanya mampu tersenyum getir begitu mendengar ucapan sang anak barusan.

"Sudah berapa kali ayah bilang, jangan memanggil ayah dengan sebutan paman" kata Johnny sembari mendudukkan tubuhnya di samping Jeno.

"Itu terdengar aneh, Jeno belum terbiasa" Johnny hanya tersenyum maklum seraya menepuk pundak sang anak dengan pelan.

"Ibu kamu--" Johnny menghela nafas sebentar sebelum kembali melanjutkan ucapannya.

"Dia baik-baik saja kan?" Jeno menggeleng pelan seraya tersenyum getir.

"Tak tau, sejak Jen mondok sampai sekarang Jeno tak pernah lagi pulang ke rumah" Johnny sedikit tertegun begitu mendengar ucapan sang anak barusan.

"Maafkan ayah yah Jen" pinta Johnny sembari membawa tubuh sang anak ke dalam pelukannya.

"Tak apa, sudah Jeno maafkan kok" kata Jeno sembari mengusap pundak sang ayah yang mulai bergetar.

"Apa kamu tak ingin bertemu dengan ibu kamu Jen?" tanya Johnny sembari melepaskan pelukan nya.

"Bohong jika Jeno mengatakan tidak, tapi Jeno takut bertemu dengan mama terakhir kali kita bertemu mama melempar Jeno menggunakan vas bunga" Johnny jelas kaget begitu mendengar ucapan sang anak barusan, ia tak pernah menyangka kalau mantan selingkuhan itu akan memperlakukan anak mereka seburuk itu.

"Apakah ibu kamu sering menyiksa kamu Jen?" Jeno menggeleng pelan seraya tersenyum teramat manis.

"Tidak, mama tidak pernah menyiksa Jeno mama hanya kesal karena Jeno nakal. Mama baik kok dia sangat menyayangi Jeno" Johnny jelas tahu kalau yang di katakan sang anak tidaklah benar, orang tua mana yang tega melempar anak mereka sendiri menggunakan vas bunga.

"Maafkan ayah Jen, maafkan ayah kamu yang benar-benar brengsek ini ayah benar-benar menyesal karena sudah menelantarkan kamu" Jeno kembali memeluk tubuh Jeno dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya.

"Tak apa yang terpenting untuk sekarang kita harus mencari keberadaan Haechan, Jeno takut Haechan akan kenapa-kenapa" Johnny meruntuki dirinya sendiri di dalam hati karena sudah melupakan anak pertama yang sekarang entah tengah berada di mana.

"Jen" Jeno melirik ke arah sang ayah yang sekarang ini tengah menatapnya dengan serius.

"Kamu dan Haechan harus putus, bagaimanapun kalian berdua adalah saudara dan ayah tak akan pernah menyetujui hubungan seperti itu" Jeno hanya mampu diam, tak tahu harus membalas ucapan sang ayah seperti apa.

'Chan saya sangat mencintai kamu, rasanya benar-benar tak rela jika saya harus melepaskan kamu'

~~~~~~~~~~~~~~~~~

Sedangkan disisi lain pemuda manis berpipi gemil itu tengah meringis pelan ketika merasakan perutnya yang benar-benar nyeri, sialan ia benar-benar lupa kalau dirinya belum makan dari kemarin.

"Sial mana gue lupa bawa duit lagi" keluh nya seraya menghela nafas kasar.

"Ibu laper!!" rengek pemuda manis itu seraya mendudukkan tubuhnya di atas lantai kotor di depan ruko yang sudah tutup.

Sekarang jam sudah menunjukkan pukul pagi dini hari dan pemuda manis itu masih berkeliaran di luar rumah tanpa mengetahui resiko yang akan menimpanya, namun mau bagaimana lagi Haechan tak mungkin kembali ke rumah sekarang ini.

Tubuh si manis menggigil kala rasa dingin mulai menerpa kulitnya, sial dirinya benar-benar lupa membawa jaket saat tadi pagi memutuskan untuk kabur dari rumah.

"Ibu laper hiks.. Dingin juga Haechan gak kuat" si manis mulai terisak seraya menyembunyikan wajahnya di antara lutut.

Tap

Tap

Tap

Tubuh si manis mendadak menegang begitu mendengar suara langkah kaki yang mendekat, Haechan langsung komat kamit membaca do'a di dalam hati dirinya tak kuasa melihat sesuatu yang tengah berjalan ke arahnya itu manusia atau bukan.

"Dek?" Haechan merasa pundaknya di tepuk pelan, dengan penuh keberanian si manis mendongak dan terpampang lah wajah wanita paruh baya yang tengah menatapnya dengan khawatir.

"Adek ngapain malem-malem disini?" tanya wanita paruh baya itu seraya berjongkok menyamakan tingginya dengan si manis.

"Gak papa, cuma lagi jalan-jalan aja" wanita paruh baya itu jelas tak percaya dengan ucapan si manis barusan.

"Adek kabur dari rumah?" tebak wanita paruh baya itu yang sial nya tepat sasaran.

"Ibu sendiri ngapain kesini?" bukannya menjawab pemuda manis itu malah kembali bertanya.

"Saya mau buka ruko dek" Haechan mengeryit bingung begitu mendengar ucapan wanita paruh baya itu barusan.

"Ini masih jam satu pagi bu, ngapain bukan ruko jam segini?" tanya si manis heran.

"Jam satu pagi apanya dek?, ini udah jam setengah empat pagi loh" Haechan melongo begitu mendengar ucapan wanita paruh baya itu barusan.

"Oalah jancuk jam ku rusak!! Asu!! Asu!!"

TBC

Ceritanya makin aneh kan? Bodo lah yang penting update, habisnya aku yang fokus nulis.

Soalnya nulis sambil lap ingus itu gak enak 🤧🤧🤧

Gus ReseWhere stories live. Discover now