Cover :by Pinterest
Edit : by Canva
Shireen Al-attas, putri ketiga dari pengusaha parfum yang ternama tersebut kini terusir dari keluarganya. Hal yang sama sekali tidak pernah dia sangka akan terjadi di dalam hidupnya.
Berawal dari Shireen yang di...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Bagi kalian yang hari minggunya cerah dan damai, Mamak harap kalian baca Andika dulu deh Biar ada darting-dartingnya gitu 😆😆😆
"Tolong jangan rusak adikku lebih jauh lagi. Jangan permainkan dia seperti ini. Sebagai kakak yang menggantikan tanggung jawab orangtua saya, saya benar-benar memohon kesadaran kamu."
Air mataku kembali menetes, hatiku benar-benar hancur saat Kak Adam merendahkan dirinya seperti ini, pada seorang pemerkosa seperti Kak Andika, Kakakku pun memohon seperti ini.
"Kak, jangan kayak gini. Nggak perlu, Shireen juga nggak mau." Suaraku begitu parau, terlalu banyak menangis membuatku bahkan tidak bisa berbicara dengan benar. Perlahan aku meraih bahu Kakakku, tidak sudi rasanya jika Kakakku harus memohon pada seorang yang sudah menghancurkan hidupku bahkan tanpa rasa bersalah sedikitpun kepadaku, sampai dititik dia dihajar kanan kira oleh orangtuanya saja Kak Andika masih bersikukuh dengan cinta di hatinya. Ya, aku sangat paham dengan apa yang dirasakan Kak Andika, sama sepertiku yang menganggapnya egois, dia pun memandangku dengan cara yang sama. Dimatanya aku adalah batu penghalang cintanya dengan Dilla.
Sayangnya Kak Adam tetap bergeming, dia tetap berlutut dihadapan Kak Andika seakan dia tuli tidak mendengar apapun yang aku katakan.
"Jika kamu menawarkan pernikahan kepada adikku, tolong menikahlah dengan benar. Kehormatan adikku kamu renggut dengan cara yang sangat hina, jadi tolong kembalikan kehormatan itu dengan cara yang benar. Nikahi adik saya, cintai dia, dan jaga adik saya seperti kami menjaganya sebelum kamu hancurkan. Tolong, bersikaplah seperti laki-laki sejati yang bertanggungjawab atas kesalahan yang sudah kamu perbuat."
"Kak Adam!!!" Seruku keras, aku benar-benar marah dengan sikap Kak Andika ini. "Kakak nggak perlu memelas kayak gini ke manusia brengsek macam dia! Kakak kira aku juga mau menikah dengan manusia sepertinya, hah? Dia bukan anak kecil yang nggak tahu perbuatannya salah, Kak! Dia tahu dia sudah membuat kesalahan ke Shireen dan dia memilih untuk tidak peduli. Disini Shireen yang menjadi korban, dia yang seharusnya meminta maaf dan memohon kepada Shireen, bukan malah Kakak yang merendahkan diri seperti ini. Baginya di dunia ini nggak ada yang penting kecuali cinta yang dia miliki." Aku menyusut air mataku, hancur-sehancurnya karena Kakakku menjadi seperti ini.
Tidak, aku tidak butuh pembelaan semacam ini darinya, cukup Kak Adam mau menerimaku yang sudah ternoda ini dan tidak meninggalkanku seperti Baba yang membuangku, itu sudah lebih dari cukup untukku.
"Kak, udah ya. Udah, Shireen nggak apa-apa, kok. Benar-benar nggak apa-apa. Jangan kayak gini ya, Kak."
Aku benar-benar memohon kepada Kakakku ini agar dia berhenti. Orangtuanya saja tidak didengar apalagi kakakku, lagipula apa yang bisa aku harapkan dari pria berengsek macam Kak Andika? Sudah terlihat jelas kan jika dia bukan pria yang bertanggungjawab. Menikah pun aku rasa hanya akan membuat masalah baru dalam hidupku.
Sayangnya Kak Adam tetap bergeming, Kakakku yang selama ini aku kenal sebagai seorang pria yang keras bahkan meneteskan air matanya saat dia mendongak ke arahku. Yah, kembali pemandangan paling menyedihkan tersaji di depan mataku, mendapati keluargaku tersiksa karena diriku adalah hal yang tidak aku inginkan.
"Bagaimana bisa kamu baik-baik saja dengan semua celaan dari masyarakat saat perutmu semakin membesar, Reen? Kakak nggak bisa bayangin semua hinaan yang akan kamu dapatkan dan gunjingan yang akan kamu terima. Disini tidak peduli kamu seorang korban, seorang wanita yang hamil tanpa suami adalah seorang yang bersalah." Kak Adam mengusap air mataku, meskipun selama ini aku dan dia sangat jarang berbicara karena kesibukan kami masing-masing tetap saja dia adalah seorang Kakak yang siaga. Dulu setiap kali ada orang yang menggangguku, Kak Adam dan Kak Husin akan mendatangi mereka. Dua kakakku adalah pelindungku bahkan hingga sekarnag ini. "Selama ini keluarga kita menjagamu dengan baik, kamu tumbuh menjadi wanita terhormat dan tiba-tiba saja dia menghancurkannya. Kakak nggak bisa kayak kamu Dek. Dia harus menikahimu dan memulihkan kehormatanmu yang sudah dia hancurkan. Dia harus menikahimu dengan benar, dan kamu pun harus menikah dengannya. Tolong Dek, pikirkan nama baikmu, masa depanmu, dan juga anak yang kamu kandung, Allah menitipkannya padamu dan tidak adil rasanya jika kalian berdua menjadikannya korban yang sesungguhnya."
"Kak, Shireen nggak mau."
Kak Adam meraih tanganku, menggenggamnya erat seakan dia ingin aku membagi bebanku dengannya. "Reen, jangan egois ya. Apalagi sampai menggugurkan kandunganmu atau justru bunuh diri. Jangan lakukan hal itu, bertahanlah atas ujian ini, Kakak yakin kamu bisa melewatinya, Andika menawarkan pernikahan maka terimalah pernikahan ini. Selamatkan nama baikmu dan calon bayimu, jika memang nantinya Andika tidak bertanggungjawab dengan benar kamu boleh pisah dan serahkan semuanya kepada Allah, ingat Reen, kita punya Allah yang Maha Segalanya atas setiap perbuatan umat-Nya."
Merinding, setiap kalimat tenang Kak Adam membuat bulu kudukku berdiri, jika sudah seperti ini bagaimana lagi aku bisa melawan apa yang tengah minta olehnya. Otakku yang sebelumnya begitu semrawut, penuh emosi dan kemarahan perlahan mulai tenang. Otak warasku mulai bekerja mengesampingkan hatiku yang ternoda dan egoku yang benar-benar dikoyak habis.
Dan ditengah renunganku memikirkan semuanya, Tante Alia, ibu dari Kak Andika dan Maisa ini mendekatiku, beliau mengambil kesempatan seakan tahu jika hatiku mulai goyah.
"Nak, Tante tahu anak Tante benar-benar bersalah ke kamu. Seandainya Tante ada di posisimu, Tante juga nggak akan bisa maafin dia, tapi benar yang dikatakan oleh Kakakmu, anggap pernikahan ini untuk menyelamatkan harga diri dan kehormatanmu. Disini kamu yang akan menentukan segalanya, bukan Andika. Jika pun pernikahan kalian pada akhirnya tetap gagal, kamulah yang berhak mengakhiri. Selama itu, hukum anak Tante sesukamu, Tante dan Om ada di belakangmu, menjadi pendukung utamamu."
Aku sudah mencoba bunuh diri hingga tanganku terperban tebal namun ternyata malaikat izrail belum berminat menjemput pendosa sepertiku. Aku ingin membuang janin yang ada di dalam rahimku, tapi nyatanya aku juga manusia biasa yang takut akan dosa. Namun membayangkan menikah dengan Kak Andika, dan harus hidup satu atap dengan pria yang jelas-jelas tidak mau meninggalkan masalalunya dan membuka lembar baru kehidupan denganku, itu terasa sangat mengerikan.
Tante Alia membawaku untuk bangkit, dan detik berikutnya beliau membawaku ke dalam pelukannya, tidak hanya sekedar pelukan biasa yang membuatku lebih tenang karena sentuhan seorang Ibu namun ternyata beliau membisikkan kalimat-kalimat dalam suara lirihnya untuk menggoyahkan keputusanku.
"Terimalah pernikahan ini, Nak. Jadilah Nyonya Andika Prasetya yang terhormat dan menangkan hatinya sebagai seorang istri sah. Hukum anak Tante dengan cara mengikat lehernya dengan tali pernikahan yang dia tawarkan. Jangan biarkan dia bahagia dengan wanita yang menghuni hatinya, menolak pernikahan ini hanya akan merugikanmu. Buat Andika menyesal sudah mempermainkanmu seperti ini, Nak."