100 Days After W #2

298 15 3
                                    

Aku menerima buket yang diberikan oleh beberapa orang sebelum acara wisuda dimulai. Halaman aula kampus kini dipenuhi oleh tamu undangan dan orang yang memberi ucapan selamat kepada para Wisudawan.

Aku menengok kesana kemari mencari Widya, meski ku tahu ia tak akan datang di hari kelulusanku tapi entah kenapa aku melakukan hal ini seolah gadis itu masih ada.

"Selamat ya atas kelulusannya."

"Acaranya di mulai jam berapa?" Aku sengaja memotong ucapan Jonathan yang tengah memberiku sebuket bunga mawar asli. Aku sedang tak ingin berbasa-basi pada orang tak dikenal sepertinya meski Mama menyambut buket itu dan menjawab pertanyaanku dengan santai.

"Masih lama deh, masih sejam lagi kan?" Aku mengecek jam di ponselku sebelum memutuskan pergi dari situ untuk menyelesaikan urusan.

Jonathan tiba-tiba menarik tanganku dari belakang, ia seolah menahanku untuk pergi dari tempat ini karena acara akan dimulai.

"Sejam lagi, saya gabakal pergi lama."

"Mau saya antar?"

"Gausah, nanti malah makin lama."

Semalam, aku baru saja membuat janji dengan Kazuha dan Yujin di dekat gedung pentas kampus untuk mendapat akses keluar kampus lebih cepat.

Tepat perkiraanku, mereka berdua menungguku disana dengan motor mereka masing-masing. Tanpa babibu aku naik ke atas motor Kazuha, Yujin menoleh ke belakang dan menyadari sesuatu yang janggal.

"Lo ajak cowo itu Rin?"

"Udah biarin aja, kita sekarang pergi dulu temuin Ryujin di rumah Kazuha."

Keduanya langsung tancap gas ke rumah Kazuha yang jaraknya tak jauh dari rumah Widya. Melewati jalan-jalan sempit untuk menghindari kemacetan pagi hari sekaligus menghindari Jonathan yang menguntit menggunakan mobil, kami akhirnya sampai kurang dari 10 menit.

Yeji yang juga ada disana membukakan pintu dan aku langsung berhadapan dengan Ryujin yang masih memandangku dengan sinis.

"Ngapain lo kesini?"

"Gue mau minta maaf." Kataku tanpa ragu.

Ryujin menghela nafas panjang, berdecak lalu berdiri menghampiriku. Aku memberanikan diri menatap matanya meski sesekali menelan saliva karena takut, Ryujin nampak masih membenciku karena tragedi kecelakaan itu.

"Maaf, karena gue... Widya jadi korban di kecelakaan waktu itu."

"Gue sadar, seharusnya gue yang meninggal hari itu. Gue gagal selamatin Widya, Jin... Gue gabisa lindungin Widya untuk kedua kalinya."

"Gue juga terpukul waktu kalian bilang Widya udah gaada dan alasan gue gamau nengok ke makam adalah karena gue masih ngerasa bersalah, gue juga takut karena gue inget persis keadaan terakhir Widya sebelum dan sesudah kecelakaan. Gue juga sakit Jin... Gue ngerasa hampa setelah Widya ga ada."

"Entah apa yang gue bilang sekarang cukup buat ngasih penjelasan ke lo kalo gue juga ngerasa kehilangan. Maaf... Emang gue gapantes untuk bertahan, seharusnya sekarang Widya masih ada tapi gara-gara gue— kalian harus kehilangan Widya secepat ini."

Aku menundukkan kepala menyembunyikan air mata. Yeji sepertinya tengah berusaha bernegosiasi dengan Ryujin lalu sekian detik kemudian Ryujin secara tidak langsung menerima permintaan maafku. "Kalo lu sayang sama Widya, lu pergi ke makamnya sekarang. Entah lu mau nangis-nangis kek, marah-marah kek, gua ga peduli. Gua cuman gamau janji sahabat gua ga ditepatin cuman karena orang yang dia sayang egois dan malah milih kabur dari masalah."

"Masih ada waktu kan setelah dari makam? Coba tengokin orang tuanya Widya yang masih berduka sampe sekarang."

Meski Ryujin masih ketus padaku tapi aku akhirnya dapat bernafas lega. Aku meminta Yujin untuk mengantarku ke rumah Widya sebelum ke makamnya dan tepat sesampainya disana, kakiku terasa lemas tat kala berada di hadapan Bunda, terlebih ketika sadar jaket hadiah ulang tahun yang akan diberikan pada Widya saat itu masih digenggam erat oleh Ayah.

Dari Widya Untuk KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang