2.1

9 0 0
                                    

Sudah seminggu lebih semenjak kejadian malam itu. Dan hingga hari ini Anin dan Elang tidak sekalipun bertemu, atau bahkan saling berkontak. Sebenarnya, ada sedikit rasa penyesalan dalam diri Anin akan hal tersebut. Tetapi ia harus tetap berpikir rasional. Gadis yang kini sedang mengendarai sepeda motornya menuju rumah keluarga Rajash Nanggala-ayah dari Elang-harus menghadapi resiko dari semua hla yang terjadi belakangan ini dengan lapang dada. Bagaimanapun inilah yang Anin inginkan, mungkin?.

Sebenarnya, tadinya Anin ingin menolak undangan dari Alana Nanggala untuk dating ke kediaman Nanggala. Tentunya untuk menghindar dari laki-laki yang sudah seminggu ini berada dalam pikirannya. Namun, ia merasa tidak enak jika menolak permintaan Wanita yang sudah begitu baik kepadanya, selama Anin merantau di kota ini.

Penjaga gerbang Kediaman Nanggala langsung membuka gerbang mengetahui yang dating adalah sosok gadis yang sudah dianggap sebagai anak oleh Nyonya pemilik kediaman ini. Anin segera memarkirkan motornya, kemudian masuk kedalam rumah besar tersebut.

Cakra, adik satu-satunya Elang yang kebetulan sedang menuruni tangga tersenyum melihat kedatangan Anin.

"Hai, Kak." Sapa laki-laki berusia enam belas tahun itu.

"Hai." Balas Anin. "Bunda dimana, Cak?" Tanya Anin mendapi seseorang yang mengundangnya dating ke rumah ini belum ia lihat keberadaannya. "Di dapur, dari tadi udah nungguin lo, Kak." Jawab Cakra, seraya cowok itu menduduki sopa di ruangan itu.

"Anin." Sebelum Anin sempat melangkah menuju dapur, suara Alana yang memanggilnya terdengar beserta sosok Wanita itu yang kini berada di antara pemisah ruangan tempat Anin dan Cakra berada dengan dapur.

Wanita yang masih tetap cantik meskipun sudah berumur itu menghampiri Anin dengan senyuman yang merekah.

"Kamu kemana aja? Nggak main-main ke sini." Alana langsung memeluk Anin saat ia tepat berada di hadapan gadis itu.

"Bunda, apa kabar?" Anin malah balik bertanya seraya kedua perempuan itu mengurai pelukan mereka.

"Bunda selalu baik." Jawab Alana, tersenyum. "Kamu ini! Sama aja kaya Gala, jarang pulang." Lanjut Wanita itu setengah mengomel pada gadis yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri itu. Anin hanya terkekeh canggung, tak tahu harus menjawab apa.

"Bunda." Suara Cakra menginterupsi keduanya. Alana kemudian mengalihkan pandangannya pada putra keduanya yang sedang duduk di sopa ruangan tersebut. "Orang dating bukannya disambut, malah diomelin." Protes Cakra, menggoda Bundanya. Anin yang mendengar itu terkekeh geli.

"Siapa yang ngomel? Orang bunda cuma nanya." Balas Alana. Wanita yang masih cantik di usianya yang cukup tua itu kemudian Kembali mengalihkan atensinya pada gadis yang sedari tadi ta kia lepaskan pegangan pada tangannya.

"Kamu udah makan? Ayo makan dulu sebelum masak-masak." Tanya sekaligus ajak Alana pada Anin.

"Nanti aja Bunda, Anin baru makan tadi sebelum berangkat ke sini."Jawab gadis itu seraya tersenyum lembut.

"Yaudah kita langsung aja bikin kuenya." Ajak Alana dan kemudian menuntun gadis itu menuju dapur kediamannya.

Setelah sampai di dapur Alana segera memakai apron yang telah ia siapkan sebelumnya dan memberikan yang satunya pada Anin. Selama berlangsung acara membuat kue-kue kecil itu, Alana dan Anin hanya sesekali mengobrolyang didominasi oleh pertanyaan Alana tentang bagaimana keseharian gadis yang tengah memasak bersamanya itu.

"Bunda kok udah jarang liat kamu bareng Elang?" Tanya Alana tiba-tiba saat mereka berdua tengah memasukan cookies yang tadi keduanya buat.

"Anin lagi sibuk, Bun." Gadi itu menjeda ucapannya. "Lagi ngurusin penelitian, Elang juga mungkin lagi sibuk sama kuliahnya." Sambung Anin kemudian.

"Emang anak itu kalau udah sibuk nggak ingat siapa-siapa." Anin hanya tertawa pelan menanggapi ucapan Alana. Padahal dalam hatinya, ia memohon maaf kepada Wanita itu atas kebohongan jawabannya. Karena sebenarnyapun ia tidak tahu mengapa Elang tak pernah menghubunginya semenjak kejadian itu. Dan gadis itupun tak bisa berbuat apa-apa, bukankah memang ini yang ia inginkan? Pikirnya.

"Oh iya." Ujar Alana tiba-tiba, karena baru menyadari sesuatu. "Bunda kan suruh kamu ke sini karena mau kasih kamu kabar baik." Ucapnya lagi.

"Nanti deh kita selesain ini dulu, kita ngobrolnya di depan aja sambil makan cookiesnya." Lanjut Alana lagi. Kemudian mereka berdua menyelsaikan pekerjaannya tadi. Dan menyerahkan tugas bersih-bersih pada ART di kediaman itu.

Anin terlebih dahulu menuju ruangan yang tadi ditempati oleh Cakra, sedang Alana mengambil ponselnya yang ia taruh di kamar miliknya. Sesampainya di ruang santai kediaman Nanggala, Anin menaruh piring berisi cookies yang tadi ia dan Alana buat, baru kemudian mendudukan dirinya di samping Cakra. Reamaja laki-laki di sampingnya itu langsung terlihat antusias melihat kudapan yang sedari tadi ia tunggu.

"Waaah." Kagum Cakra saat ia mengambil satu Cookie di piring tersebut.

"Nggak main, Cak?" Tanya Anin membuka obrolan. Cakra kemudian menggelengkan kepalanya.

"Males gue ka, pengen nyantai di rumah dulu." Jawab laki-laki itu kemudian. Setelahnya keduanya terdiam dan terhanyu pada penayangan televisi di depan mereka.

Beberapa menit kemudian, Alana menghampiri mereka berdua dan mendudukan dirinya di sopa single yang ada di sana.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 14, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MoreoverWhere stories live. Discover now