|40|

1.1K 63 2
                                    

Terhitung sudah seminggu lamanya waktu berlalu, selama itu juga Angkasa masih enggan untuk membuka matanya, entah seindah apa mimpi milik Angkasa sampai-sampai anak itu enggan untuk  membuka matanya. Langit jadi penasaran, tapi juga takut, takut kalau-kalau ternyata adiknya itu lebih nyaman berada di dalam mimpinya.

Sehari pasca operasi akibat kecelakaan yang dialami Angkasa, dokter Dika, selaku dokter yang menangani Angkasa sekaligus dokter yang memimpin selama operasi berlangsung secara resmi menyatakan kalau Angkasa mengalami koma, entah untuk berapa lama, entah sampai kapan.

Hari itu semua yang berada di dalam ruangan penyakitan tersebut menggeleng tak percaya, baik Papah Bunda Langit maupun Juan, mereka semua runtuh, rasanya dunia berhenti berputar untuk sesaat, sampai suara tangis milik Bunda terdengar, disusul dengan Juan yang pada saat itu memang berada di tempat kejadian ikut menangis, menyalahkan dirinya yang telat untuk menyalamatkan sang adik.

Penyesalan lagi-lagi menyelimuti keluarga Aldinata dan juga Juan, masing-masing dari mereka kembali menyalahkan diri sendiri. Kasus kecelakaan Angkasa kini memang tengah di tangani, namun sampai detik ini belum diketahui siapa pelaku penabrakan pada hari itu, entah sekuat apa orang yang berada di belalang pelaku penabrakan.

Jam sudah menunjukan pukul lima sore, namun Langit masih enggan untuk bangkit dari kursinya, sebelah tangannya masih setia mengelus secara perlahan kepala Angkasa, sesekali tatapannya juga memeriksa layar yang menampilkan kondisi tubuh Angkasa.

"Kasa mimpi apa sih? Seru ya pasti di sana?" Gumam Langit, cowok itu tersenyum kecil sembari menatap wajah damai sang adik yang tengah tertidur pulas.

"Mimpinya pasti seru, pasti indah banget kan, sampai-sampai Kasa nggak mau buat buka mata, tapi Kasa jangan lama-lama disana ya...Kasa kan harus pulang, Kasa kan masih punya janji sama abang, masih banyak janji Kasa sama abang. Katanya Kasa mau ke pantai kan? Makanya ayo Kasa bangun, kalau Kasa bangun abang pasti langsung bawa Kasa ke pantai." Lanjutnya. Anak itu lantas terdiam untuk sesaat, tangannya lantas beralih untuk menggenggam lengan milik Kasa yang semakin hari semakin mengecil.

"Kalau Kasa bangun Kasa boleh minta apapun ke abang. Kasa bilang Kasa gak mau minum obat kan? Oke, nanti abang turutin abang bakal paksa Bunda buat gak nyuruh Kasa minum obat lagi. Terus Kasa bilang Kasa gak mau ketemu dokter Wira kan? Oke, abang turutin, Kasa gak bakal ketemu dokter Wira, abang gak akan minta Kasa lagi buat ketemu sama dokter Wira. Kasa suka sama roti cokelat kan? Nanti abang bakal bikinin itu setiap hari buat Kasa. Semua itu bakal abang turutin, asal Kasa bangun, adek bangun."

Langit menundukan kepalanya, dibiarkannya air mata miliknya kembali jatuh, anak itu lantas segera mencium lengan milik Angkasa dengan sesekali mengusapnya secara perlahan. Bayang-bayang itu terus terlintas di benaknya, seolah tidak ingin memberi celah sedikitpun untuk Langit berhenti memikirkannya, tentang ketakutan dirinya akan kehilangan sosok semesta kecil kesayangannya.

Tak lama Langit menjatuhkan kepalanya, membenamkan wajahnya pada selimut putih tebal yang menyelimut tubuh kurus milik Kasa.

"Udah, jangan nangisin adiknya terus. Lu belum makan kan? Ini gua bawain nasi, makan dulu Lang." Suara tiba-tiba milik Juan itu membuat Langit menolehkan wajahnya, anak itu menggeleng pelan, menandakan jika dirinya tidak ingin makan.

"Hah...Kasa liat abang lu nih, disuruh makan nggak mau." Gurau Juan, cowok itu dengan cepat segera memindahkan nasi bungkus yang tadi dibawa olehnya ke sebuah piring.

"Makanlah Lang, sesuap aja deh, lu daritadi pagi belum makan, Kasa pasti bakal marah kalau lu nya begini." Lanjut anak itu, dengan segera langsung memberikan piring yang berada di tangannya pada Langit, mau tidak mau anak itu mengambilnya, daripada harus mendengar omelan dari Juan.

ANGKASA || JJHWhere stories live. Discover now