4

824 25 0
                                    

Satu jam kemudian.

Hafa mencocokkan alamat yang ada di pesan undangan interviewnya dengan nomor rumah yang terpampang di depan gerbang dihadapannya saat ini.

"Ini kali ya?" batinnya.

Seorang satpam mendekati Hafa ketika itu "Cari siapa?" tanya Tono.

"A-ah, saya menerima undangan interview untuk menjadi asisten rumah tangga atau perawat pribadi di rumah ini." ucap Hafa.

"Oh, silahkan masuk Mbak." ucap Tono segera membuka sedikit pagarnya agar Hafa bisa memasukkan motor tersebut ke dalam area rumah itu. Hafa pun menurut titahnya dan bawa motornya melewati gerbang.

"Hati-hati ya Neng, kalo jatoh misscall. WA juga enggak apa-apa." ucap Tono diselingi tawa.

Hafa takjub melihat betapa megahnya rumah mewah dihadapannya. Mirip istana. 

Setelah ia memarkirkan motor, ia segera berdiri didepan pintu lalu mengetuknya. "Assalamuaikum." ucapnya hingga tiga kali hingga akhirnya pintu dibuka dan muncullah seorang wanita berkerudung hijau yang sangat cantik. Zahra tersenyum. "Kamu yang melamar itu ya?" tanyanya. "I-iya, Bu." ucap Hafa gugup. Zahra menyuruhnya masuk dan menawarkannya duduk di sofa.

Ia banyak bertanya mengenai Hafa layaknya sedang mewawancarai. Namun pembicaraan itu terkesan santai hingga terkadang Hafa jadi ikut tersenyum atau tertawa mengikuti alur cerita Zahra.

"Iya loh, dia itu susah banget ditaklukkin. Kamu hati-hati deh diseruduk sama dia, apalagi kalo pakai baju merah. Bisa ngamuk dia." ucap Zahra coba mengajaknya bercanda, Hafa tertawa kecil. "Maklum lah ada masalah gitu pas masih kecilnya. Udah gitu dia itu orangnya jutek abis deh, galak, suka marah-marah, semena-mena. Sedangkan saya sebagai kakaknya aja ngerasa beda jauh sama dia. Sampai perbedaan ini tuh kayak langit dan bumi. Dia doang loh yang beda karakternya. Saudara-saudaranya pun enggak ada yang sama kayak dia." ucap Zahra curhat. Hafa hanya tersenyum mendengarnya. 

"Pokoknya kamu harus tahan banting ya kalo diperlakukan kasar sama dia? Sekeras-kerasnya seseorang pasti akan luluh juga sama orang yang tulus dan sabar. Kayak batu dan air aja gitu. Kalo bisa kamu pinter-pinter ambil hati dia ya?" pinta Zahra, Hafa mengangguk. "Baik, Bu."

"Yaudah, besok kamu kesini lagi dan ini sistem menginap ya? Kamu harus bawa tas baju-baju kamu kesini dan kamu pulangnya sebulan sekali yaitu jatuh di hari minggu." ucap Zahra yang setelahnya merembet ke soal gaji, jenis pekerjaan dan jam kerja. Hafa hanya mengangguk saja saat itu, menyimak.           

Malam harinya. Hafa sudah menyiapkan perlengkapan baju yang akan dibawanya besok. Ia merasa sangat bersyukur dengan ini. Mudah-mudahan saja seterusnya akan terus berlalu baik seperti ini.

"Ya Allah, makasih.." batinnya

Esok harinya Hafa kembali mengetuk pintu rumah mewah itu dan Zahra membukanya, menyuruhnya masuk. Gadis berkerudung biru itu mengikutinya seraya menenteng tas baju miliknya.

Ia diarahkan menuju kamarnya. Sepanjang mengikuti Zahra, Hafa melihat keseluruhan rumah itu, atap dan lantai keramiknya yang merupakan marmer. Sangat indah dan menawan. Ada beberapa tanaman dan guci juga sebagai pajangan. 

Hafa terkejut saat melihat ada satu lukisan yang sangat memicu perhatiannya didepan sana. Seorang anak perempuan berkerudung dan bergamis hitam sedang duduk diantara bebatuan karang, langit mendung dan ombak yang pasang. Kenapa ya seakan ada kesedihan tersendiri ketika Hafa melihat lukisan itu?

Zahra menoleh ke belakangnya, ternyata benar dugaannya kalau Hafa tidak lagi mengikutinya. Ia beralih melihat ke arah mata Hafa yang terpaku pada lukisan di dinding sebelah kiri sana. "Itu lukisan punya Rashid. Pria yang akan kamu rawat setelah ini." ucap Zahra.

Menaklukkan, Tuan Rashid (End)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant