1. Falling In Love With Death

590 34 15
                                    



🍃🕊🤍🕊*ೃ༄


Sudah lebih dari satu minggu lamanya Aria terbaring di rumah sakit akibat kecelakaan yang terjadi padanya. Ia menjadi korban pelecehan seksual oleh ayah tirinya sendiri.

Terasa dunianya hancur begitu saja disaat umurnya masih menginjak 16 tahun. Tidak ada yang menemaninya di rumah sakit sekalipun ibunya sendiri karena masih cinta buta dengan pria brengsek itu.

Aria kerap kali mengalami sleep paralysis sehingga membuatnya berhalusinasi dan kesulitan untuk bangun selepas tidur. Sesaat ia selalu mendambakan akan kematian menjemput dirinya. Tetapi masih banyak cita-cita yang masih belum ia gapai. Itu cukup menyiksanya.

Waktu menunjukkan pukul 12 malam. Aria masih terbaring di ranjang rumah sakit memejamkan matanya. Terlintas ingatan-ingatan menjijikkan itu di kepalanya. Bagaimana ayah tirinya merenggut mahkotanya yang sangat berharga. Mendengar suara tawanya saat ia menggagahinya dan melakukannya dengan sangat kasar.

Air mata mengalir turun ke pipinya. Terisak dalam tidur. Sakit, tubuhnya kesakitan. Hingga Aria merasakan sapuan tangan seseorang menyentuh pipinya, menyapunya dengan lembut.

Perlahan ia membuka matanya dan mendapati sesosok berjubah hitam berada di sampingnya. Kulitnya berwarna pucat dengan matanya yang tajam menatap dalam dirinya. Ibu jarinya mengusap sisa air matanya.

"Siapa kau?" tanya Aria merasakan kehangatan di setiap sentuhannya.

"I'm your death."

"Death?" Aria tersenyum kecil. "Tidak kutahu kalau kau memiliki gender. Pasti aku sedang berhalusinasi lagi."

Pria itu menggeleng. "Hal ini tergantung dari seberapa besar hasratmu. Untukmu aku berubah menjadi sosok laki-laki. Karena kau mendambakan mendapatkan kasih sayang dan seseorang yang mencintaimu."

"Apakah sudah waktunya ya?" Aria tampak memikirkan sesuatu. "Tidak bisakah aku memilih?"

Sang kematian pun mengusap bibir Aria yang terasa kering. "Adakah yang memberatkanmu?"

"Aku hanya ingin memberikan kesempatan kedua dan ingin melihat dunia lebih lama lagi." kata Aria sambil menatap keluar jendela.

Mendengar hal itu, Death menghambuskan napas. "Baiklah. Jika itu keputusanmu, maka aku akan selalu menunggumu sampai kau siap."

Setelah mengatakannya, Death akhirnya menghilang dari hadapan gadis itu dengan senyum di bibirnya.

Beberapa hari kemudian, Aria diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia berjalan tertatih menaiki sebuah taxi di depan.

"Sendirian saja kak?"

Aria hanya tersenyum pucat. "Iya, mama sedang ada urusan penting." Kalimat itu adalah sebuah dalih agar menenangkan hatinya juga.

Bau tidak sedap sedikit tercium. Aria menyadari supir taxi itu menutup hidungnya. "Maaf ya pak kalau terganggu baunya."

"E-Eh tidak apa-apa. Saya sudah biasa kok kalau menjemput di rumah sakit begini." balasnya ramah.

Mobil berjalan dengan kecepatan sedang menuju ke jalanan di dekat perkotaan besar. Sepanjang jalan tidak banyak perbincangan yang terjadi. Aria terus menatap keluar jendela taxi. Lampu jembatan melintang, berkelap-kelip menambah keindahan suasana kota.

Tidak sampai satu jam, taxi yang ia tumpangi sudah tiba di tujuan. Rumah bergaya kuno tersebut tampak sepi dan juga gelap dari depan.

"Benar di sini rumahnya?" supir taxi bertanya kembali. Sebuah anggukan kepala Aria cukup menjadi jawaban.

Love And Tragedy || OneshotsWhere stories live. Discover now