Little Space (Jake)

1.1K 52 0
                                    

Gadis bermata cokelat mengendap-endap menuju anak tangga. Memeriksa keadaan di lantai dasar yang telah sunyi dan gelap. Tidak menemukan sosok ibunda di sofa ruang keluarga atau dapur. Dia tersenyum girang sembari berlari kecil ke arah kamarnya dengan sebuah boneka di pelukan.

Nam Riu, namanya. Meskipun usianya genap dua puluh tahun, tetapi gaya dan perilakunya bagai bocah sekolah dasar. Dia terkena sindrom little space yang membuatnya tidak bisa bersekolah umum atau menempuh perguruan tinggi seperti anak sebayanya.

Walaupun demikian, Riu memiliki seorang teman, gadis blasteran bernama Danielle yang sangat anggun kala tersenyum dan selalu antusias menceritakan semua kejadian yang terjadi hari itu.

Setiap malam Riu selalu menyelinap ke kamar teman cantiknya melalui jendela. Kebetulan teman dekatnya itu tinggal tepat di sebelah rumahnya. Mereka sering menghabiskan waktu untuk menonton drama Korea, padahal esok hari masih ada. Dikarenakan pagi sampai sore hari Danielle disibukkan oleh kegiatan kuliah, Riu hanya bisa bermain ketika malam tiba.

Malam ini Riu tak mengetahui bahwa Danielle sedang mengikuti study tour. Dia pun dengan cerobohnya salah memasuki kamar, lantaran sang ayah yang tiba-tiba datang pulang kerja dengan lampu mobil menyoroti pekarangan. Riu buru-buru melangkah ke sembarang kamar tanpa menyadari bahwa itu bukanlah kamar Danielle.

"Oh, Riu? Sedang apa?" Lelaki itu menatap lurus gadis di depannya yang tengah celingak-celinguk memandangi kamar bernuansa abu-abu. Tampak begitu asing baginya hingga melupakan fakta tentang Danielle yang memiliki seorang kakak laki-laki.

Kepala mungil itu menggeleng kecil berupaya mengingat nama sosok lelaki yang mulai menghampiri dengan sebuah mug pada genggaman tangan beruratnya. "A-aku Riu, teman Danielle!" serobot gadis itu masih berkerja keras mengoyak memori.

Sebaliknya, lelaki itu mengangguk santai. Dia meletakkan mug berisi es cokelat di atas meja kaca. "Iya, aku tahu. Apa yang kamu inginkan malam-malam seperti ini menyelinap ke kamar orang?" Suaranya berat sama sekali tidak ada intonasi memarahi, tetapi Riu memainkan jemari menunduk seolah dia dipergoki berperilaku nakal.

Sembari menahan isak, Riu menjawab seadanya. "Aku ... ingin menonton film dengan Danielle." Sang lelaki mengerutkan kening dan mengangkat salah satu alisnya heran. Semalam ini?

Kaki-kaki mungil bergerak gelisah menggesek-gesek karpet bulu yang terbentang bebas di lantai. Tingkah tak direncanakan itu membuatnya mengingat sekelebat nama. Langsung saja dia mengangkat wajah dan berkata, "Maaf, Kak Jake. Aku mengganggu, ya?"

Kakak dari Danielle itu memerhatikan raut Riu yang tampak memohon. "Ah, bukan begitu. Aku tidak memarahi mu. Hanya saja, apa kamu tidak beristirahat? Ini sudah hampir tengah malam." Riu menggeleng lesu, mengeratkan cengkeraman pada ujung gaun tidur.

Jake melihat penampilan Riu yang sangat berbeda dengan sang adik. Danielle begitu modis dan berkelas, dia tak segan bergaya sesuai yang sedang digandrungi lewat sosial media. Akan tetapi, gadis di hadapannya justru tampak sangat kekanakan dengan gaun tidur kartun kuromi dan boneka serupa yang dipeluknya.

Namun, meskipun seperti bocah, tubuh indah Riu dalam balutan gaun tipis itu menggiurkan di mata lelaki yang tengah memelototi intens. Sial, kenapa aku bergairah? Batin Jake. Ini pasti karena efek samping video yang dikirimkan si jahil Sunghoon.

Susah payah Jake meredam hasrat sebab ingin segera menyelesaikan pekerjaan di kantor yang tertunda sebab masih tersisa dua puluh lima persen lagi. Dia sengaja membawa pulang untuk dikerjakan di rumah. Barangkali dia bisa menekuni tanpa paksa. Maklum, Jake karyawan magang yang masih menempuh tahapan training.

Akan tetapi, dia tak dibiarkan fokus malam ini karena godaan malah datang menggeluti.

Jake berdeham. "Berapa usiamu, Riu?"

Gadis itu menatap polos tepat di obsidian Jake yang menyembunyikan nafsu mati-matian. "Dua puluh tahun, Kak." Ah, benar. Dia sepantaran dengan Danielle. Tidak masalah bagi Jake yang tiga tahun lebih tua.

"Kamu bisa menunggunya di sini. Sebentar lagi dia akan pulang." Bohong, lelaki itu berbohong totalitas. Dia ingin mengelabui Riu untuk tetap tinggal di kamarnya. Jake tidak menceritakan apapun mengenai adiknya yang akan menghabiskan malam di luar kota untuk perjalanan studi.

Jake mempersilakan gadis itu terduduk di sofa. Dia menyodorkan mug yang baru diseruput satu kali ke arah Riu seolah menghidangkan sajian. Masa bodo perihal bibir mereka yang menempel menjadi kesatuan di mug tersebut.

"Kamu punya kekasih?" Basa-basi yang sedikit bodoh, tetapi jika ditujukan pada Riu tentu akan menjadi topik yang seru.

Mata berbinar-binar yang menatap minat es cokelat itu beralih pandang pada sang empu. "Hum? Tidak. Apa itu penting seperti pelajaran matematika?" Mungkin kalau Jake tipe lelaki kasar, dia mampu mendorong dahi putih gadis itu dan membisikkan kata-kata rendahan.

Jake terkekeh kecil. Rupanya, gadis ini benar-benar polos. "Danielle punya kekasih. Kamu tidak ingin sepertinya?"

Riu menggigit bibir gugup. Sebetulnya, dia juga iri dengan Danielle yang saat bercerita mengenai kesehariannya sangat menggembirakan dan berwarna. Gadis ceria itu memiliki banyak teman dan seseorang yang mencintainya membuat dia suka mengeksplor berbagai tempat ramai. Berbanding terbalik dengan Riu yang amat kesepian.

Kemudian, Riu mencerling. Dia mengutarakan apapun yang menghambat pikiran. "Apa aku bisa punya kekasih seperti Danielle?"

Riu menerawang, bisakah dia memiliki kekasih? Apa nanti hari-harinya lebih berwarna seandainya dia punya seorang kekasih? Jikalau mempunyai kekasih mendatangkan banyak keuntungan dengan salah satunya ialah merasakan keseharian yang istimewa, maka Riu akan segera mencari kekasih!

Jake menahan diri tuk tidak langsung menerkam mangsanya. Ah, kenapa dia menjadi lemah iman? Hanya disuguhi gadis bocah seperti Riu yang bahkan tak pernah bersentuhan dengan pria selain ayahnya, dia sudah tumbang oleh gairah.

"Tentu saja. Kamu pun dapat bersenang-senang seperti yang dilakukan Danielle dengan kekasihnya." Lelaki itu bersedekap dada bersandar di dinding samping pintu balkon, mengawasi pergerakan Riu yang hendak meraih mug-nya. Seulas senyum merekah kala gadis itu melabuhkan bibirnya tepat di bekas Jake minum.

Tubuh kekarnya membungkuk rendah, mengejutkan Riu yang sontak menelan es cokelat di mulutnya dengan cepat. "Apa kamu penasaran?"

Pertanyaan itu dibalas anggukan semangat tanpa kecurigaan pasti. Jake benar-benar menargetkan seorang gadis yang lemah. Dia pengecut dan dia tahu itu, tetapi dia juga tidak peduli. Keinginan untuk malam ini adalah bersenang-senang! Anggap saja hiburan di kala suntuk menghadapi layar monitor berjam-jam lamanya.

Tanpa banyak kalimat terbuang, bibir tembam penuh itu diraup habis oleh Jake yang kini mendaratkan bokong tepat di sebelah Riu. Merengkuh pinggang dalam sekali tarikan, mengikis celah di antara mereka sembari lumatan ditekan-tekan.

Riu terkesiap. Bola mata bergerak ke sana kemari dengan gelisah. Dia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Saat menyaksikan adegan ini terselip di film yang ditontonnya kemarin malam, Riu menonton datar tanpa keingintahuan. Ternyata, rasanya seperti ini. Memabukkan dan enak.

Lihai bibir tebal Jake senantiasa menyesap sempurna di ranum bibir sang puan, hingga akhirnya bokong terangkat tuk duduk di pangkuan. Tiada segelintir perlawanan semakin banyak memberi peluang, Jake kini membelit lidah Riu berulang-ulang.

"Aku ingin lagi, Kak. Rasanya enak seperti cokelat." Sebait kata itu meluncurkan kepadatan gairah yang akan meledak. Membuncah gulana dua sejoli yang bertemu pun mendadak.

Jake menggeram tertahan. Melupakan fakta bahwa mereka telah menegak es cokelat dalam mug yang sama. "Tentu. Aku akan membawamu merasakan surga cokelat."

Tubuh berbobot lelaki bermata serigala merengkuh posesif di pinggang, ini awalan dari sebuah nasib tentang si gadis malang.

+++

Untuk membaca kelanjutannya bisa kunjungi link di bioku.

Oxytocin; ENHYPENTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon