Chapter 16 : The Queen of Zolla

107 20 5
                                    

Aku dibangunkan oleh suara kicauan burung, sorotan sinar mentari pagi, dan suara sapaan hangat,

"Selamat pagi."

Zlatan lah yang mengucapkannya. Dia tersenyum canggung sementara dirinya berada sangat dekat denganku. Di hadapanku. Tidur di sampingku. Mata biru laut itu adalah hal pertama yang kulihat begitu aku membuka mataku.

Aku butuh waktu untuk mencerna pemandangan pagi yang tak biasa ini. Kenapa Zlatan ada di sini? Kenapa dia tidur di sini? Kenapa dia tidur di sampingku? Maksudku, jika dilihat dari rambutnya yang berantakan dan pakaian tidurnya, aku yakin dia memang tidur semalaman di sini dan bukan baru saja datang sekedar untuk menyapa.

Sampai akhirnya aku tersadar bahwa aku lah yang salah tempat.

"Aku sebenarnya tidak ingin membangunkanmu, tapi... uhm..." Dia melirik ke arah tanganku, yang tanpa kusadari, kini sedang memeluknya. "Kita lumayan sibuk pagi ini. Dan keluargamu sudah menunggu kita di ruang makan untuk sarapan bersama."

Aku segera menarik tanganku dari tubuhnya, membiarkannya duduk alih-alih berbaring, di sampingku. Aku turut bangun dan duduk dengan canggung.

Aku memakai pakaian lengkap yang kering, bukan gaun yang kupakai berenang semalam. Dia juga berpakaian lengkap. Dan kini setelah aku cukup sadar dan dapat mengingat kejadian semalam, aku tahu bahwa aku tertidur di sini, di kamar Zlatan, karena kami sibuk semalaman mendiskusikan perihal kemampuanku menghentikan waktu. Juga membahas tentang rencana pelayaranku menuju Isla de Prohibida untuk menyusul Devlin.

Aku melihat ke sekeliling tempat tidur ini. Buku-buku yang kami angkut dari perpustakaan semalam tergeletak sembarang di berbagai tempat. Kertas-kertas berisi laporan berhamburan di atas kasur. Aku pasti tertidur semalam setelah membaca beberapa buku tentang sihir hitam yang Zlatan pilihkan langsung untuk kupelajari.

Dan aku mungkin memimpikan Alexandrite lagi semalam. Aku mungkin berpikir sedang tidur dengan Alexandrite hingga aku tanpa sadar memeluk Zlatan saat aku tidur. Rasanya pipiku memanas mengingatnya lagi. Ini memalukan.

"Maaf—"

"Jangan." Potongnya langsung. Dia menatap mataku dan berkata, "Jangan minta maaf. Karena sebenarnya aku merasa senang kau tidur di sini. Dan kini aku merasa bersalah karena telah merasa senang tidur denganmu semalaman."

"Hanya tidur." Aku memastikan. Bukan bertanya.

"Tentu saja. Hanya tidur. Kau kelelahan, dan tertidur di sini, dan aku tak ingin mengganggu tidurmu karena kau tampak sangat nyenyak. Tapi aku tidak melakukan apa pun. Tanganku juga tidak berkeliaran. Sumpah. Kau harus percaya padaku. Aku takkan mungkin berani macam-macam tanpa seizinmu. Di Zolla, itu dianggap sebagai tindakan kriminal tingkat tinggi."

Aku tak bisa menahan tawa mendengar cara Zlatan mengucapkan semua itu seolah aku baru saja menuduhnya melakukan hal yang tidak pantas. "Aku tahu." kataku, "Aku percaya."

Dia tersenyum lega, "Baiklah," turun dari ranjangnya, dan mengulurkan tangan padaku, "Ayo, kuantar kau ke kamarmu untuk bersiap sebelum kita memulai kesibukan pagi ini."

***

Sebagai Ratu Zolla, pagiku dimulai dengan sarapan bersama suami dan keluargaku. Siapa saja boleh membayangkan suasana pagi yang damai, tenang, menikmati tiap hidangan dengan diiringi suara kicauan burung dan alunan musik. Tapi, tidak. Bukan seperti itu tepatnya pagi yang kulalui sebagai Ratu dari kerajaan yang sedang bersitegang dengan kekaisaran besar yang berada di samping wilayah kami.

"Kalau begitu kembalikan saja Crystal ke Clairentina. Buat Kaisar berhenti marah. Beres." Kata Onyx sambil memakan scone-nya. Dia hanya memberi pendapat terkait topik pembicaraan pagi ini, tapi komentar itu justru membuatku mendidih.

How To Wake Your Prince CharmingOnde histórias criam vida. Descubra agora