Bab 4

596 42 2
                                    

Thea menekan tombol flush toilet, kemudian berpindah ke wastafel. Dia berkumur-kumur sebelum akhirnya memandang bayangan diri di cermin. Wajahnya tampak pucat, kantung mata kentara, dan terlihat berantakan. Perempuan itu menghela napas, kemudian mengelap wajah basahnya dengan handuk.

Bergegas dia keluar dari kamar mandi ketika mendengar dering ponselnya. Buru-buru Thea mendatangi meja kerja di area ruang teve, lalu mengecek nama di layar yang menyala.

"Ya, Lam?' tanya Thea, sembari duduk di sofa.

"Masih nggak enak badan?" tanya Nilam dari seberang sana.

"Rasanya sudah enggak demam, sih. Cuma masih mual dan sering muntah, padahal sebelum tidur gue minum obat asam lambung."

Tidak ada tanggapan dari Nilam selama beberapa detik usai Thea menjelaskan kondisinya. Hingga kemudian, sebuah pertanyaan dari downline-nya itu membuat Thea merinding sebadan-badan. "Lo nggak hamil, kan, The?"

"Hamil?" Thea mengatupkan bibirnya. Ia buru-buru mengingat kapan terakhir kali datang bulan. "Enggak mungkin! Lo gila tanya begitu ke gue."

"Kondisi lo kayak ciri-ciri orang hamil, The. Gue tahu karena teteh gue begitu. Persis kayak lo. Mual, muntah-muntah pas pagi, beser, gampang capek. Serius, deh. Mendingan lo cek sekarang." Nilam terdengar begitu meyakinkan.

Seketika tenggorokan Thea terasa kering sekali. Dadanya berdebar, dan dorongan dari perutnya kembali datang. "Lam, bentar."

Tanpa dimatikan, Thea melempar ponselnya ke atas sofa, sedang ia berlari menuju kamar mandi. Ucapan dari Nilam bertalu-talu dalam benaknya. Namun, ada ketakutan menyembul, mengonter logikanya. Hamil?

Perempuan itu kembali meraih ponselnya setelah tidak dirasa mual lagi. Sambungan teleponnya terputus, mungkin Nilam memang mengakhirinya begitu Thea bergegas ke kamar mandi tadi. Jemari Thea menekan kalender menstruasi di ponselnya. Ia berdeham ketika melihat peringatan terlambat datang bulan di tampilan pertama. Ia terlambat datang bulan 42 hari.

Darahnya berdesir. Bayangan peristiwa malam itu sekelebatan datang. Thea menggigit kuku ibu jarinya. Pandangannya menerawang ke taman belakang. Dia tentu mengenali sosok pria waktu itu. Sosok pria yang dibilang Nilam DJ yang sedang naik daun. DJ yang digandrungi bukan cuma karena racikan musiknya, tapi kerupawanan fisiknya.

Thea menggeleng. "Enggak. Aku cuma stres atau kecapekan."

Perempuan itu kemudian beranjak menuju ke kamar. Dia mengenakan kardigan, mengambil dompet dan meraih kunci mobil. Thea berpikir kalau dia harus ke minimarket di dekat perumahannya untuk membeli buah dan vitamin penambah daya tahan tubuh. Barangkali memang hanya kelelahan dan kurang asupan gizi. Bergegas dia meninggalkan rumah dan mengendarai mobilnya.

Tak lama Thea memindah buah-buahan, susu kaleng, dan vitamin ke dalam keranjang belanja, kemudian mengantre di kasir. Saat menunggu giliran, entah kenapa matanya langsung menatap ke benda yang berada di rak di atas meja kasir. Seketika darahnya kembali berdesir. Bagaimana kalau ucapan Nilam benar?

"Permisi, Bu? Silakan." Ucapan dari petugas kasir, memecah lamunan Thea. Perempuan itu meletakkan keranjang biru ke atas meja stainless.

"Isi pulsanya sekalian, Bu?" tanya petugas kasir itu. Thea menggeleng, seraya mengucapkan penolakan halusnya. Namun, pandangan matanya tidak lepas dari alat tes kehamilan yang berada di rak. Dia berdeham, kemudian mengambil 4 buah tes pack dari rak itu. "Tambah ini."

Thea menggigit bibirnya, lalu mengeluarkan kartu debit setelah kasir menyebutkan nominal total belanjaannya.

Begitu kembali ke rumah, Thea meletakkan belanjaannya di kitchen island, dan mengambil alat tes kehamilan yang barusan dia beli. Kedua tangannya mencengkeram erat benda itu. Meski benaknya menolak pikiran soal kehamilan, tapi ada desakan yang tidak masuk akal yang membuatnya nekat membeli dan menyeru biar dia mencoba memeriksa sendiri.

Tentang Cinta Tanpa SemulaWhere stories live. Discover now