Bayang-Bayang Patah Hati

4 1 0
                                    

Hari ini, kayaknya semua rasa campur aduk, entah kenapa. Rasanya kayak ada beban yang berat terus nempel di dada. Lagi di kamar, duduk di depan laptop, tapi pikiran gue kayak melayang kemana-mana, nggak fokus banget.

Kemarin malem, gue sama dia ngobrol panjang lebar di telepon. Udah lama gak ngobrol kayak gitu, jadi seneng campur sedih gitu. Tapi ada yang gak enak di hati gue, kayak sesuatu yang merayap pelan dan bikin hati gue makin berat.

Dia bilang ke gue, "Sebelum aku pergi, aku mau ngasih sesuatu ke kamu." Terus dia kasih gue buku puisi, katanya biar gue bisa ngeluarin perasaan gue lebih dalam. Rasanya campur aduk, seneng tapi juga sedih.

Gue buka buku puisi itu, dan isinya keren banget. Kata-kata yang dia pilih kayaknya sengaja buat ngerayu hati gue. "Sekedar luka di titipkan olehnya," begitu kata yang pertama kali gue baca. Gue langsung nyangkut, bro.

Terus gue baca lagi, "Terbang bebas daya merayu takjubku." Rasanya kayak dia ngerayu hati gue biar tetap stay, padahal dia tau dia bakal pergi. Drama banget, ya?

Citra puitis yang dia sampaikan bener-bener ngena. Gue merasa kayak dia ngungkapin apa yang ada di hatinya, yang sebelumnya gak dia bilangin ke gue.

Gak terasa, tiba-tiba dia bilang, "Gue harus pergi sekarang." Dan kayak di film, gue ngerasa kayak waktu berhenti sejenak. Dia ninggalin gue di kamar dengan buku puisi itu, sementara hati gue udah tergores-gores kayak mau pecah.

Rasanya pilu banget, bro. Gue ngerasa kayak diliputi kehampaan yang gak bisa dijelaskan. Gue dengerin lagu-lagu sedih, nangis sejadi-jadinya. Gue gak nyangka, kita bakal terpisah kayak gini.

Mungkin rayuan sinarnya memang bisa gantikan sosoknya, tapi gue tetep rindu akan keberadaannya. Yang dia bilang, "Yang kau katakan takkan kembali," kayaknya itu bener banget, bro.

Gue ngerasa kayak ditinggal di tengah hujan badai, sendirian. Terdampar di tengah lautan kesendirian. Dan wajahnya yang jelita itu, masih nyantol di pikiran gue sampai sekarang.

...

Gue masih terduduk di kamarku, memandangi layar laptop yang hampa. Udara di sekitar terasa hening, hanya terdengar deru angin yang sesekali masuk melalui jendela terbuka. Hatiku masih terasa berat, dipenuhi dengan perasaan yang sulit diungkapkan.

Setelah dia pergi, ruangan ini terasa semakin sunyi. Suasana yang dulu penuh dengan tawa dan cerita, kini hanya tinggal kenangan yang menghantuiku. Gue merindukan waktu-waktu ketika kita tertawa bersama, berbagi cerita, dan menghabiskan waktu tanpa beban.

Tapi sekarang, semua itu hanya tinggal kenangan. Kenangan yang terkadang membuatku tersenyum getir, tapi juga membuatku merasa hampa. Aku takut dengan kehilangan, tapi kehilangan itu sudah menjadi bagian dari kenyataan yang harus kuterima.

Dalam keheningan malam, buku puisi yang dia berikan masih tergeletak di meja. Gue ambil buku itu dan mulai membacanya lagi. Kata-kata yang terpahat di setiap halaman seakan menjadi teman setia yang mengerti perasaanku. Meskipun dia sudah pergi, tapi melalui puisi-puisi ini, rasanya dia masih ada di sini, di sampingku.

Gue merenungkan kata-kata dalam buku itu, mencoba memahami setiap bait yang tercipta. Ada rasa lega dan damai saat gue menyatu dengan puisi-puisi itu. Mereka memberikan pengertian yang tak terucapkan, menguatkan hati yang rapuh ini.

Tapi dalam keheningan itu juga, ada kehampaan yang sulit dijelaskan. Seperti ada sesuatu yang hilang dan tidak bisa kembali lagi. Meskipun gue berusaha mencari jawaban, tapi rasanya semakin dalam gue mencoba, semakin jauh pula jawaban itu terasa.

Malam itu, gue hanya bisa membiarkan diri ini terhanyut dalam aliran pikiran yang tak kunjung reda. Rasa kehilangan yang melingkupi hati ini terasa begitu nyata. Namun, dalam kegelapan itu, ada cahaya kecil yang masih bersinar, mengingatkanku bahwa meskipun malam ini gelap, tapi esok pasti akan ada fajar yang menyongsong. Kayanya.


Senja Malam || EndWhere stories live. Discover now