Pelangi di Tengah Ribet

4 1 0
                                    

Gue masih terduduk di kamar, melihat senja yang mulai menjelang, warna langit berubah menjadi oranye kemerahan. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di hati, tapi gue masih belum bisa menangkapnya dengan jelas.

Pagi tadi, gue bangun dengan suasana hati yang suram, lagu-lagu galau yang mengalun di telinga tak membantu untuk memperbaiki mood. Gue merasa seperti terbebani oleh sesuatu yang berat di dadanya, rasanya ingin bicara tapi kata-kata terasa terjebak.

Kemarin malam, kenangan dengan mantan masih menghantui. Kata-kata manis yang pernah dia ucapkan seperti terpatri kuat dalam ingatan. "Rimpuhlah darah suci menjulurkan cahaya anala," katanya. Kata-kata yang dulu terasa indah, kini malah memicu pertanyaan-pertanyaan pahit.

Dia sering bilang, "Kibarkan bendera agungnya mahkota perak." Gue dulu berharap hubungan kita bakal abadi seperti seorang raja dan ratu. Tapi sekarang, segala harapan itu hancur berantakan.

Senyumnya, manis seperti gula, kini hanya meninggalkan kenangan yang pahit. Senyum yang dulu menghangatkan hati, kini menyisakan kepedihan yang sulit dihapus.

Kata-katanya membuat gue terperangkap dalam keraguan. "Malam aksara tampak bulan mencekramkan darah raja." Apa maksudnya? Apakah itu tanda ketidakbahagiaannya dengan gue? Gue merasa semakin tidak mengenalinya.

Ada juga yang membuat gue merinding, "Burung dan angsa tampak takut katamu berbohong." Apakah gue berbohong padanya? Apa gue yang salah?

Gue merasa seperti menjadi bagian dari puisinya, "Rimbalah raja musnah di lenyapkan." Gue merasa seperti raja yang telah jatuh, yang tak lagi berarti apa-apa.

Pikiran gue terasa kacau. Gue bingung harus bagaimana. Haruskah gue berhenti memikirkan dia? Atau ada hal lain yang harus gue lakukan?

...

Tetap saja, walaupun hari sudah berganti, perasaan gue masih sama. Terduduk di tepi ranjang, gue mencoba memahami apa yang sedang terjadi dengan hidup gue. Rasanya seperti tenggelam dalam lautan tanpa dasar, tak tahu harus ke mana arahnya.

Gue mulai merenung tentang kata-kata yang pernah dia ucapkan. "Kebenaran tak pernah mengenal kebohongan," katanya. Apakah semua ini adalah kebenaran yang harus gue hadapi? Ataukah hanya ilusi yang tercipta dari kebohongan?

Gue merenung dalam diam, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menghantui pikiran gue. Tapi semakin gue mencari, semakin sulit rasanya untuk menemukan kejelasan di tengah kekacauan ini.

Berpikir tentang masa depan pun tak menghasilkan apa-apa. Semua terasa begitu samar dan tak pasti. Apakah gue harus terus berjuang ataukah melepaskan segalanya?

Sementara itu, puisi-puisi yang pernah dia berikan masih menggema di kepala gue. Kata-katanya seperti menghantuiku, merangkai kisah pahit yang tak kunjung usai.

"Gelap dan terang bertarung, mencari kebenaran yang tersembunyi," ucap gue pelan. Kata-kata itu seperti menggambarkan perjuangan batin yang tengah gue alami. Tetapi di mana letak kebenaran sejati dalam semua ini?

Gue hanya bisa terdiam, membiarkan diri tenggelam dalam refleksi pribadi. Mungkin suatu hari nanti, jawaban akan datang dengan sendirinya. Atau mungkin juga, gue harus belajar menerima bahwa tidak semua pertanyaan akan memiliki jawaban yang jelas.

Tapi untuk saat ini, gue hanya bisa menunggu dan berharap bahwa langit yang kini mulai gelap, akan membawa sinar terang bagi hati yang sedang terhimpit oleh kebingungan.

Malam pun tiba, menyelimuti dunia dengan kesunyian. Dan di dalam keheningan itu, gue terus merenung, mencari kebenaran di antara semua kebohongan yang menghantui pikiran gue.

...

Setelah berjam-jam merenung di dalam keheningan kamar, gue akhirnya menyadari bahwa kebenaran sejati tidak selalu mudah untuk ditemukan. Terkadang, kita harus melewati kegelapan dan kebingungan untuk mencapainya. Meskipun masih penuh dengan ketidakpastian, gue memutuskan untuk menghadapi kenyataan apa pun yang akan datang.

Dengan langkah yang ragu-ragu, gue bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju jendela. Langit malam terlihat begitu luas dan gelap, tetapi di antara gemerlap bintang, gue merasa ada kekuatan yang menguatkan gue.

Gue mengingat kembali kata-kata dia, "Waktu akan memberikan jawaban atas semua pertanyaan." Mungkin memang begitu. Mungkin waktu akan menjadi penolong bagi gue untuk memahami segala sesuatu yang terjadi.

Tetapi sambil menunggu waktu menjawab semua pertanyaan, gue memutuskan untuk tidak tinggal diam. Gue akan berusaha menjalani hidup ini dengan penuh semangat dan tekad, meskipun terkadang kebenaran terasa begitu sulit untuk dicapai.

Gue membuka buku puisi yang pernah dia berikan ke gue dan mulai membacanya lagi. Meskipun kata-kata itu penuh dengan kerumitan dan kebingungan, mereka juga mengandung keindahan dan kebijaksanaan yang dalam.

"Sementara kebenaran mungkin sulit untuk dijangkau, keindahan tetap hadir di sekitar kita," ucap gue pelan sambil tersenyum. Gue menyadari bahwa meskipun gue tengah berada dalam masa-masa sulit, masih banyak hal indah yang patut disyukuri di dunia ini.

Dengan hati yang lebih lega, gue kembali ke tempat tidur dan menutup mata. Meskipun banyak pertanyaan yang belum terjawab, gue yakin bahwa suatu hari nanti, semuanya akan terungkap dengan sendirinya.

Malam pun berlalu, dan ketika fajar mulai menyingsing, gue merasa lebih kuat dari sebelumnya. Gue siap menghadapi hari-hari yang akan datang dengan penuh semangat dan keteguhan hati.

Seiring waktu berlalu, gue melangkah maju dengan keyakinan bahwa kebenaran akan datang pada waktunya. Dan meskipun perjalanan ini mungkin penuh dengan rintangan dan tantangan, gue akan terus berjuang untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan di dalamnya.


Senja Malam || EndWhere stories live. Discover now