Bab 15

0 0 0
                                    


"Gik, sementara kamu tinggal di kosan Pakde. Ada kamar kosong satu."

Nama asli laki-laki yang dipanggil Pakde itu bernama Yatino masih saudara jauh dari keluarga Sumi.

"Mas, aku titipkan Sugito di tempat kerja Pakde Yatino saja," ujar Sumi.

"Kamu yakin?"

"Pakde Yatino kan orang yang tindak dan berpikiran lurus, biar anakmu belajar arti tanggung jawab,'' jelas Sumi.

"Tapi anak yang mempunyai kontrakan perempuan semua tiga, loh, Sum," ucap Sastro.

"Aku sudah pasrahkan hidup mati Sugito pada Pakde Yatino."

Sastro menatap istrinya tergambar jelas rasa kagetnya.

"Percuma kebun kita banyak, sawah luas, kalau tidak bermanfaat buat anak-anak kita," tegas Sumi.

"Aku minta maaf, Sum. Aka yang sudah ada di tubuh Eka dan Sugito tidak bisa diubah, dan dihilangkan, tetapi hanya yang di aku yang bisa. Itu pun harus diganti dengan kesehatanku."

Sumi menghentikan aktifitasnya. Sapu dan kemoceng di tangan diam. Tatapan istri pada suami tanpa rasa iba. Sumi menggangkat bahu sebentar lalu melanjutkan aktifitasnya tanpa komentar.

Anak-anak sudah dewasa, hidup mereka akan berjalan sesuai takdir masing-masing. Sumi hanya berusaha tetap di jalannya, di hidupnya sambil memberi hak para tetangga yang membantunya di kebun-kebun dan di sawah-sawahnya.

Seperti Eka yang Sumi dengar dari tetangga yang merantau satu kota dengan kakak Sugito nemberitahu jika anak pertamanya sudah menikah dengan perempuan yang dihamili lebih dulu.

"Kata Darno, istri Eka Ayu, Yu. Sayangnya setelah mengalami keguguran Eka menceraikan istrinya."
Tetangga yang anaknya merantau satu kota dengan Eka selalu memberi kabar pada Sumi.

"Ya Allah, kasihan perempuan itu," gumam Sumi.

"Pas istrinya hamil tua dengan perut besarnya menggerebek Eka yang sedang berpesta seks dan minuman keras di sebuah penginapan."

Wajah Sumi tampak sangat sedih.

"Sejak menangkap basah Eka sering menginap di rumah perempuan berdada montok sejak itu pula istrinya sering merasakan rasa mules yang luar biasa hingga akhirnya keguguran."

Sakit Sumi mendengar kabar tentang anak pertamanya. Perempuan yang dinikahi Eka sepertinya menanggung beban pikiran. Ketika seorang istri hamil tua yang seharusnya mendapat  perhatian lebih dari suami ini malah mengetahui suaminya bermain perempuan. Tidak segan istri Eka mengingatkan, tapi laki-laki itu semakin membuat istri hilang semangat. Selalu mempunyai alasan membela diri.

"Mas Eka, ingat kamu sebentar lagi jadi Bapak, jaga kelakuanmu," seru istri Eka.

"Bukan aku yang mulai, mereka yang ganjen," sanggah Eka.

Seperti juga Sugito yang sudah bekerja di bengkel besar tempat Pakde Yatino bekerja. Yatino salah satu dari tiga orang kepercayaan pemilik bengkel yang mempunyai lima cabang di Jakarta. Anak pemilik bengkel tiga gadis cantik dari pernikahan pertamanya. Setelah 3 tahun menduda karena istrinya meninggal, Bambang menikah lagi dengan perempuan yang usianya selisih empat tahun lebih tua dari anak pertama Bambang, juragan bengkel.

Hingga suatu hari Juragan Bambang datang ke bengkel diantar anak pertamanya. Neni, gadis berusia dua puluh tahun yang hampir menyelesaikan kuliah program strata satunya itu menarik perhatian Sugito. Kemudian di hari lain Indah, anak kedua pemilik bengkel yang kembar dengan Intan, membawa mobilnya ke bengkel untuk diperbaiki. Pertemuan dengan anak gadis juragan Bambang selanjutnya saat Sugito bersama karyawan-karyawan lain diundang makan malam ke rumahnya. Ketiga anak perempuan pemilik bengkel mobil benar-benar cantik, dengan hidung bangir, kulit putih cerah dipadu dengan rambut ikal berwarna jelaga, sungguh membuat laki-laki terpesona. Konon istri pertama Juragan Bambang masih ada keturunan Pakista. Entah bagaimana ceritanya Yatino tidak tahu. Kumplit sudah pemicu gejolak naluri penakluk Sugito.

Tatapan Mata Donde viven las historias. Descúbrelo ahora