Chapter 9

60 27 14
                                    

Kebenaran yang tidak bisa dipercaya, adalah hati manusia.

Serupa janji semu, yang terus mengikat jiwa-jiwa rapuh.

kebodohan terbesarku, percaya pada kaulmu,

yang terdengar merdu bak nyanyian bisu.

...---...---...

-----------

Areta mengetuk pintu ruangan Adnan pelan, tangan kanannya memegang nampan. Ludah tertelan di tenggorokannya yang kering, keringat berpeluh di kening dan hidungnya, membentuk tetesan embun. Dilepasnya nafas dalam-dalam agar mengusir rasa gugup, karena hari ini adalah hari pertamanya menjadi Chef pribadi untuk Adnan. Rasa khawatir menjarah perasaannya sejak pagi.

semoga Pak Adnan suka dengan masakanku, harap Areta.

Dibukanya daun pintu dengan hati-hati, di dalam, ternyata ada Zhafir pula, yang tengah duduk menyilang kaki di sofa bersama dengan Adnan. Justru membuat Areta makin gugup. Bahkan nafas Areta mendadak tercekat melihat Zhafir melempar pandang dengan senyuman lebar ke padanya. Degup jantungnya bertalu kencang, bergenderang seperti tabuhan tak berirama.

"oh, kamu mau ngantar makanan?" sapaan Adnan menarik kembali kesadaran Areta, Ia mengulas senyum canggung.

"i-i-iya pak, ini makan siang bapak, menu hari ini nasi tim ayam jamur," ragu-ragu Areta meletakkan ke atas meeja.

"wah apaan ini? kamu sudah ada chef pribadi?" celetuk Zhafir seolah mengejek.

"hanya untuk beberapa minggu saja, karena penyakit gastritisku kambuh," balas Adnan sebelum Zhafir membual yang tidak jelas.

"oh begitu, kukira karena kau ada hub.." belum tuntas kalimat Zhafir, Adnan sudah melempar lirikan tajam. Sehingga ia lekas mengatup mulutnya, sambil nyengir.

"terima kasih," ucap Adnan saat Areta meletakkan hidangan yang dibuatnya di meja.

"aku pergi dulu, takut mengganggu, aku juga harus mulai syuting" ledek Zhafir, melenggang keluar. Zhafir memang dijadwalkan melakukan syuting daily vlog di Kantor Giant Entertainment dengan memperlihatkan aktivitasnya setelah kembali dari Afrika.

Areta berdiri di dekat Adnan, menanti reaksi Adnan dengan masakan pertamanya.

"kamu tidak ikut makan siang bersama?"

hah? mana mungkin aku makan disini, bisa-bisa kena marah sama Chef David, lagipula mana ada bawahan makan dengan bosnya.

"engga pak, saya akan makan nanti saja," itu jawaban jelas untuk menolak.

"baiklah kalau begitu," Adnan meraih sendok dan mengambil sedikit nasi diujung sendoknya sedikit, lalu mendarat ke mulutnya.

kuharap Pak Adnan menyukainya, biar Chef David engga marah-marah padaku.

Tepat sesuai harapan Areta, Adnan mengangguk, menyimpul senyum, "ini enak, tidak seperti nasi tim biasa yang kumakan, semuanya dimasak dengan sangat baik."

syukurlah, Pak Adnan suka.

Areta tersenyum lega, gugup dan cemas seakan sirna, "saya senang anda suka dengan makanannya pak."

"kerja bagus Areta."

Perkataan Adnan itu, berhasil melambungkan perasaan Areta, rasa haru menyeruak di relung hatinya. Untuk pertama kalinya, setelah sekian lama, seseorang mengucap kalimat itu. Setidaknya kerja kerasnya terbayar, meski harus mengulang beberapa kali dan dimarahi oleh Chef David saat membuatnya tadi pagi.

Akhir Sebuah Kisah [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora