Chapter 2

795 47 27
                                    

*Picture by Pinterest

Happy Reading
.
.
.

Time skip, 12 tahun kemudian.

Toji menggeliat dari balik selimut tebalnya, ia berusaha meraih ponsel yang bergetar di atas permukaan meja nakas yang terletak tepat di sebelah ranjang nya.

Matanya bahkan sangat sulit untuk dibuka, dengan menggeser tombol hijau panggilannya tersambung dengan orang yang menelfon nya dari kota yang berbeda.

"Aku tidak mau tau, tapi kau harus datang di pesta ulang tahunku" ucap Megumi setengah berteriak.

Sedangkan Toji merasa kepalanya seperti dihantam oleh balok kayu dari arah samping sebab ia dipaksa untuk bangun dari tidur yang hanya 1 jam lamanya.

"Demi apapun Megumi, aku belum pikun", ucapnya penuh penekanan.

Tentu saja ia kesal, ia benar-benar butuh istirahat namun anak laki-lakinya itu sulit untuk mengerti jika ia disibukkan oleh pekerjaan sejak kemarin pagi buta.

Megumi berdecih terdengar seperti telah mengartikan bahwa Toji hanya sedang beralasan.

"kau bahkan tidak menerima panggilanku, juga melewatkan ulang tahunku" ucap Megumi.

"Melupakan apa? Kau berulang tahun hari ini" Toji berusaha membela dirinya, ia tidak terima ketika Megumi berkata bahwa ia melupakan hari ulang tahunnya sedangkan Toji sudah mempersiapkan semuanya dengan baik.

"Kau tidak mengucapkan selamat kepadaku, melalui chat pun tidak" ucap Megumi lagi.

Toji menghela nafas, ia duduk di pinggiran ranjangnya.

"Apakah ibumu selama ini mendidik mu seperti anak perempuan, Megumi?" tanyanya terdengar sarkas sambil menekan-nekan batang hidungnya dengan jari jempolnya, berusaha menghilangkan kepenatan yang luar biasa, bagaimana tidak jika ia berkendara seorang diri selama 4 jam dari luar kota, pulang dan pergi dalam satu hari.

"Setidaknya ibu memperhatikanku dengan baik", Megumi menjawab karena merasa harga dirinya terluka oleh perkataan ayahnya.

"Oh benarkah? Lalu mengapa kau tidak memanggilnya MamaGuro lagi?" bukan tanpa alasan Toji berkata demikian, tapi ini untuk menyadarkan Megumi bahwa ia memiliki cara yang berbeda dalam mendidik juga menunjukkan perhatian kepadanya.

Ia adalah seorang ayah tentu dia tau cara yang tepat untuk bersikap kepada anak laki-lakinya yang sudah menjejaki usia remaja ahir.

Sempat Toji berfikir, mungkin itu adalah akibat dari didikan mantan istrinya sehingga Megumi masih sering bersikap labil bahkan anaknya itu mudah kesal hanya karena hal-hal sepele, contohnya seperti saat ini.

Jika di kata Toji yang kurang perhatian, itu juga dirasa kurang tepat. Meskipun mereka berbeda kota karena selama 5 Tahun ini ia harus tinggal di apartemennya yang berada di Tokyo untuk urusan pekerjaan, tetapi Toji rasa semua usaha sudah ia lakukan agar Megumi tidak merasa kehilangan sosok ayah.

"Itu karena aku sudah dewasa", ucap Megumi gamblang yang kemudian membuat Toji tertawa dengan spontan.

"Megumi, apakah menurutmu dewasa hanya sebatas itu? Aku fikir aku akan mengeluhkan masalah sikapmu ini kepada ibumu nanti", Toji berjalan menuju dapurnya untuk kemudian mengisi gelasnya dengan air minum.

"Jangan ikut campur, tidak perlu disangkut pautkan dengan ibu", Megumi berdiam sebentar sedangkan Toji menenggak air minumnya hingga tandas.

"Aku hanya ingin ucapan dari ayah, bukan dari suami ibu. Aku ingin ayah yang pertama mengucapkannya" Megumi melanjutkan dengan tone suaranya yang terdengar lebih lembut.

The Sick Man | Toji ZeninDonde viven las historias. Descúbrelo ahora