C3

1.7K 279 22
                                    

Happy reading!
~~

Shani terbangun dari tidurnya, ia melihat jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul 10 malam. Shani memijat pelan lehernya yang terasa sedikit pegal, ia kemudian berjalan mendekati sebuah meja di kamarnya. Ia mengeluarkan ponsel milik Zara yang masih berlumuran darah disana. Shani membersihkan ponsel itu menggunakan kaos yang dipakainya saat ini, ia juga memejamkan kedua matanya sembari tersenyum. Setiap usapan pada ponsel tersebut membuat memori indah saat dimana ia menyaksikan Zara meringis meminta ampun kembali terputar di ingatannya.

Shani kemudian mengalihkan pandangannya pada cermin di depannya, ia kemudian tersenyum menyeringai saat menyadari bahwa ternyata ada orang lain yang sedang bersamanya saat ini.

"Lo ikut gue malem ini ya."

Shani segera memakai topi dan juga jaket miliknya. Shani memilih ke luar rumah menggunakan sepedanya. Ia mengayuh sepedanya menjauhi komplek rumahnya, menyusuri jalanan yang sepi hanya untuk menemui seseorang yang berada sangat jauh dari rumahnya.

Shani tersenyum sesaat setelah melihat pagar rumah seseorang itu. Shani perlahan membuka pagar kayu dan memasuki rumah yang terlihat begitu kumuh dan tidak terurus. Shani kemudian mengeluarkan kunci dari sakunya dan segera membuka pintu di hadapannya. Begitu ia menyalakan lampu, pemandangan pertama yang ia lihat ialah seorang wanita yang terikat tangan dan juga kakinya di tengah ruangan.

Rumah ini hanya memiliki 1 ruangan dengan 1 orang di dalamnya dan hanya ada 1 benda yang setia menemaninya.

Shani berjalan menghampiri seseorang itu yang ternyata sudah menyadari kehadirannya sedari tadi. Namun sebelum menghampirinya, Shani lebih dulu mengambil sebuah kotak catur yang ia simpan di sudut ruangan. Shani membawa kotak catur itu, dan segera duduk di samping seseorang yang menatap takut kearahnya.

"Lo abis bunuh siapa lagi?!" tanya seseorang itu dengan suara serak.

Shani tertawa mendengar suara seseorang itu. "Lo abis teriak seharian lagi? Udah gue bilang berkali-kali, ga akan ada yang nolongin lo disini. Rumah ini jauh dari pemukiman, sekeliling lo itu cuma ada hutan."

"Kak-"

"Ga! Jangan pernah sebut nama gue pake mulut lo itu."

"Kak Vienny." ucap Shani lembut sembari tersenyum manis, persis seperti bagaimana saat pertama kali ia memanggil Vienny. Sebuah panggilan yang entah kenapa berhasil membuat Vienny jatuh pada perangkap Shani.

Vienny menatap marah pada Shani, ia lagi-lagi meneteskan air matanya, menyesali semua apa yang sudah ia lakukan sampai berakhir seperti ini.

"Kak gue ngelakuin kesalahan, lagi."

Kesalahan pertama Shani adalah terlalu ceroboh, sehingga Vienny bisa mengetahui perbuatannya dengan cukup mudah. Namun begitupun dengan Vienny, ia terlalu ceroboh dalam ambisinya untuk menangkap Shani yang malah membuatnya menjadi seperti ini, alih-alih dijadikan sebagai ratu seperti janji manis yang Shani lontarkan, ia malah berakhir menjadi mainan Shani.

"Apapun yang terjadi, gue ga boleh ketangkap sebelum karya gue selesai." ucap Shani menatap tajam pada Vienny.

"Jadi gue disini ga bakalan lama, gue cuma mau ngambil apa yang gue butuhin. 1 match. Peraturannya masih sama. Lo berhasil menang, lo bisa bebas. Lo kalah-"

"Ga! Gue gamau!" tolak Vienny cepat.

Shani yang sedang menyusun bidak catur, seketika menoleh tidak suka pada Vienny.

"Kalau gitu, gue anggap lo kalah." ucap Shani kembali membereskan bidak catur di hadapannya dan kembali memasukan bidak tersebut pada tempatnya.

CHECKMATEWhere stories live. Discover now