Chapter 27

266 23 2
                                    

Siang itu saat istirahat, Stevia dan Agrav mengajakku ke kantin. Tumben. Karena biasanya, Agrav akan pergi bersama teman-teman sekelasnya. Kali ini aku memesan bakso. Begitu bakso pesananku tiba, langsung kulahap dengan cepat seolah dua makhluk di dekatku ini akan melahapnya duluan sebelum aku.

Tentu saja, aku kapok jika mengingat kejadian tempo hari. Kejadian di mana, Agrav membuatku meraung-raung selama istirahat, lagipula itu juga karena dia yang dengan sengajanya menghabiskan dua butir bakso yang sengaja kusisakan karena dimakan pelan-pelan, dan itu sukses membuat kami menjadi pusat perhatian.

"Mona, makannya pelan-pelan, aku gak bakal minta lagi."

Aku masa bodohkan ucapan Agrav. Memilih untuk tetap konsentrasi dengan mangkuk bakso dalam pelukan lenganku di atas meja. Sampai tiba-tiba Stevia menyenggol lenganku dan sukses membuatku tersedak.

Dasar Edan!

Gelas berisi es teh yang masih penuh di sebelahku langsung kuserobot begitu si empunya-yang tidak lain adalah Agrav-hendak meminumnya. Itu sukses membuatnya melotot sampai tidak bisa berkata-kata karena minumnya kuhabiskan.

Haha! Rasakan! Biar dia tahu kalau aku sengaja balas dendam. Aku menarik tisu di depanku dan mengelap mulut dengan elegan. Kuhiraukan geraman kekesalan Agrav yang mengumpat karena minumnya kuhabiskan bahkan belum sempat dia mencicipinya.

Mataku mengedar ke sekeliling, berusaha menahan tawa karena Agrav yang terus menerus protes. Sampai ketika, manikku bertatapan dengan manik biru milik Joe.

Joe?!

Apa yang dilakukan hantu itu di sekolahku? Ralat, kantin sekolahku. Hantu yang selama berhari-hari ini tidak muncul, kini tiba-tiba muncul begitu saja di depanku. Hantu menyebalkan itu dengan santainya duduk di atas batang pohon dengan tubuh menyandar dan sebelah kaki dibiarkan menjuntai bebas ke bawah sedang yang satunya ditekuk hingga menurutku dia seperti bukan duduk biasa tapi seperti sedang melakukan pemotretan untuk model majalah.

"Kenapa, Mona?"

Aku tersentak saat Agrav tiba-tiba menegur. Alisnya terangkat penasaran. Aduh, apa aku ceritakan saja padanya? Tapi tidak mungkin, hanya Stevia yang tahu mengenai Joe. Dan lagi, kejadian tempo hari saat mereka sepertinya-mungkin saja-bertemu di kamarku, membuatku semakin ragu mengatakannya.

Tatapan yang Joe berikan padanya sangat sangat tidak bersahabat. Seolah ada aura seperti peperangan dalam setiap kedipan mata jika dia melihat Agrav. Aku penasaran apa yang terjadi di antara mereka.

Apalah dayaku, yang jika bertanya pada Agrav, hanya disenyumin. Dan jika bertanya pada Joe, malah kena damprat. Mungkin aku harus mencari tahu sendiri.

"Mona,"

Aku langsung sigap berdiri saat sekali lagi, Agrav menegurku.

"Aku ke kelas, deh. Duluan ya." Pamitku pada mereka. Aku berjalan santai seolah tak terjadi apa-apa saat melewati Joe yang masih duduk di sana dan kurasa menatapku dalam diam.

Aku tak bisa menebak apa yang sedang dipikirkannya. Jika dilihat dari ekspresinya yang datar dan cenderung dingin menurutku.

Hell!

Memang aku salah apa sampai dia berani menatap begitu seakan ingin melahapku saat ini juga.

***

"Thanks, Grav." Ucapku begitu turun dari boncengan sepedanya. Merapikan sedikit rok seragam, juga rambut yang sedikit berantakan akibat terkena angin selama di jalan.

Hari ini, Stevia tidak bisa pulang bersama, dia ada les matematika. Dan kebetulan, Agrav membawa sepeda ke sekolah, jadi aku nebeng saja. Lumayan tidak usah berpanas-panas ria jalan kaki.

"Heem,"

Entah hanya perasaanku saja atau apa, tapi sepertinya Agrav terus melirik rumahku. Atau, jendela kamarku sepertinya. Baru saat aku berdehem pelan, dia menatapku sambil tersenyum lebar.

"Mau langsung masuk, Mona?"

"Em..., yaa." Setelah itu hening. Tak ada lagi percakapan di antara kami. Aku jadi canggung karena menangkap basah Agrav yang terus menatapku lekat.

"Boleh aku main ke kamarmu, eh..., maksudku rumahmu?"

He? Demi Neptunus dewa lautan! Aku tidak salah dengar, kan? Kenapa juga dia harus izin dulu padahal tempo hari, dia langsung nyelonong masuk kamar orang sembarangan.

Aku menatapnya shock sesaat sebelum kewarasan kembali menghantamku. "Em..., boleh. Main aja kapan-kapan, gak masalah."

Dan jawabannya, dia justru tertawa. Biasanya Joe yang akan tertawa seperti orang sinting kalau aku bicara, ini malah gantian Agrav. Ooh, kenapa dengan semua lelaki edan di sekitarku ini.

"Maksudku tuh sekarang, bukan kapan-kapan."

Seperti ada luncuran bom atom Hiroshima Nagasaki yang menerjangku tiba-tiba. Tubuhku rasanya bagai diguyur seember air es dari kulkas. Aku shock!

Hem, memang di rumah tidak ada siapa-siapa. Mia sudah chat kalau dia pulang telat karena ingin main ke rumah temannya. Kak Auston, tak perlu ditanya. Dan yang ada di rumah, sepertinya hanya Joe.

Haduh, justru karena hantu itu aku jadi ragu membawa Agrav masuk ke rumah. Tapi aku bingung bagaimana memberitahunya.

Saat aku sedang sibuk berpikir, tiba-tiba saja hembusan angin yang agak kencang menerpa kami berdua. Aku sampai memegangi rok yang sialnya hanya sebatas lutut. Angin yang aneh. Menurut feeling-ku, ini seperti bukan angin biasa. Hembusan yang bertiup kencang namun hanya beberapa detik lalu menghilang.

Aku melirik Agrav yang sedang membenahi tatanan rambutnya karena angin tadi. Tapi satu hal yang kutangkap darinya saat ini, pandangannya yang menatap tanah seakan kosong. Seolah ekspresinya itu ikut terbawa angin tadi. Apa mungkin, dia juga merasa kalau ada yang aneh dengan angin tadi.

"Em..., Agrav." Maniknya langsung menatapku cepat. Tapi aku segera menyambung kalimatku. "Err..., maaf, tapi di rumah gak ada siapa-siapa, jadi..., lain kali aja, ya." Kutunjukkan raut wajah serta senyum penuh penyesalan.

Senyum Agrav terbit. "Gak papa, kalo gitu aku pamit, ya."

Aku mengangguk pelan. Sebelum mengayuh sepedanya, dia berbalik. "Besok ngerjain tugasnya di rumahku, kan?"

Aku mengangguk sekali lagi. "Iya, pulang sekolah besok."

Senyum Agrav kian lebar. Aku sampai bingung, apa yang membuat lelaki ini begitu senang mengumbar senyum gratis. Pantas saja banyak gadis yang caper padanya.

Begitu Agrav sudah menghilang, aku langsung berbalik dan hendak masuk, tapi tertahan begitu melihat Joe menatapku dari balik jendela kamar. Tatapannya dingin sekali. Tapi begitu aku hendak melambaikan tangan padanya, dia malah hilang begitu saja.

Hei! Kenapa akhir-akhir ini dia agak aneh begitu? Apa mungkin aku punya salah padanya? Tapi apa?


My Friendly Ghost

Holaaa.. gimana kabar kalian? Pasti sebel ya nungguin update cerita ini luamaaa banget wkwk...

Ayook rame-rame komentar dicerita ini ya, komen kalian kutunggu banget nih hehe...

Ok, see you in the next chapter. Stay healty and happy guys!

My Friendly GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang