Chapter 6

4.4K 289 9
                                    

Detik pertama yang kutangkap saat membuka mata adalah suara televisi yang disetel keras-keras. Aku memegangi kepala yang terasa berat. Mencoba menatap sekeliling. Ini di ruang tamu. Tempat yang kugunakan untuk berbaring juga terasa empuk. Sepertinya ini sofa.

Kepalaku pening. Kucoba mengingat-ingat kejadian apa yang terjadi sebelum aku bisa berada di sini. Ah ya! Hantu! Bayangan tentang hantu itu mendadak berkelebat dalam kepala.

Aku sedang memuji hasil masakanku. Lalu dia tiba-tiba mengganggu dengan kata-kata yang membuat jantungku mendadak ingin melompat keluar. Berteman denganku?
Dia ingin berteman denganku?!

Aku bingung. Aku sudah gila atau dia yang tidak waras? Berteman dengannya bagaimana? Bahkan bersentuhan saja tidak bisa.

Tapi tunggu dulu. Ada yang janggal di sini. Bukannya sebelum mataku jadi gelap tadi, aku ada di dapur. Lalu kenapa tiba-tiba bisa ada di sini?

Mataku teralihkan oleh kedatangan Mia dari arah dapur dengan setoples cookies dan minuman berwarna orange di tangannya.

“Oh, Kak Mona udah bangun? Pules amat tidurnya.”

Tidur? Memang aku tadi tidur? Bukannya pingsan?

“Untung kakak udah masak sebelum bobok. Coba kalo belum, alamat Kak Auston ngamuk lagi.”

“Emang tadi kakak tidur?” tanyaku heran.

Mia yang sudah duduk di karpet merah lantas menoleh dengan kernyitan bingung di keningnya, “Lha, kakak yang tidur, kenapa tanya aku.”

Otakku mencoba untuk berpikir keras. “Ng..., kamu udah lama pulangnya?”

Mia mengangguk sambil memasukkan cookies ke mulutnya. “Dari kakak tidur tadi, sih.”

“Jam berapa?”

“Sekitar jam tiga.”

Tiga? Keningku berkerut serius. Kulirik jam dinding hitam di ruang tamu. Hampir jam lima. Astaga, lama sekali aku tidur. Padahal biasanya aku jarang tidur siang. Kalau begini, alamat begadang nanti malam.

Aku bangkit dari posisi tiduran. Menyandarkan punggung pada sandaran sofa dan ikut menonton tayangan televisi yang disetel Mia. “Kamu kuat juga ya, bisa gendong kakak sampe sini.”

Mia menghentikan aktivitas mengunyahnya, lalu berbalik menatapku bingung. “Apa, Kak?” dahinya berkerut serius.

“Kamu kuat banget bisa gendong kakak sampe sofa.” Memang kata-kataku ada yang salah ya?

“Hah?” mulut Mia terbuka lebar. “Kapan?”

Astaga. “Ya waktu kakak tidur tadi, lah.” Geramku gemas.

Kulihat, Mia malah mengalihkan tatapannya pada televisi sejenak, lalu menatapku heran. “Waktu aku pulang, kakak, kan emang udah tidur di sofa. Apanya yang mau dipindah?”

Deg!

Entah kenapa nafasku rasanya seperti tersumbat sesuatu. Bukannya aku tadi ada di dapur? Jelas sekali aku ingat itu. Tapi kenapa bisa di sini? Kalau bukan Mia yang memindahkanku, lalu siapa?

“Kak Auston udah pulang?”

Mia mengunyah cookies namun matanya tak lepas dari televisi. “Belum. Masih di jalan, tadi barusan chat.”

Deg! Deg! Deg!

Mendengarnya, aku ingin pingsan lagi. Lalu, siapa yang memindahkanku? Tidak mungkin hantu itu, kan? Dia bahkan tak bisa menyentuhku.

***

“Kak, aku mau tidur dulu.” Kak Auston mengangguk menanggapi ucapan Mia. Kemudian anak itu berdiri dan berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

My Friendly GhostOù les histoires vivent. Découvrez maintenant