11

85 17 0
                                    

Roland tidak mengerti apa yang membuat Dhara begitu lega. Dia dapat menemukan seolah beban berat di pundak gadis itu terangkat. Roland jelas tidak setuju kalau Dhara berpikir dengan memberikan unit itu padanya, maka segala kesalahan Dhara pada ibunya akan bisa dia maafkan.

Kalau seperti itu, Dhara jelas meremehkan kemarahannya.

Di dalam mobil dia memikirkannya. Saat hendak mengonfirmasi, Dhara malah sudah lelap di sampingnya. Gadis itu jatuh tidur dengan kepala bergerak tidak tentu beberapa kali.

Roland meraih kepala Dhara dan menarik kepala itu ke bahunya. Roland mengepalkan tangannya. Rasa ingin mencekik Dhara dan ingin melindunginya sama besar. Entah yang mana yang akan menang di dalam dirinya nanti.

Tiba di apartemen, Roland menggendong Dhara. Membawanya ke unitnya dan masuk ke kamar. Dia menidurkan Dhara di ranjang dan hendak berlalu pergi. Masih banyak hal yang harus dia bicarakan dengan Grove.

Tapi Dhara menahan lengannya, gadis itu malah memeluk lengannya dengan erat. Memberikan waktu sulit bagi Roland untuk meninggalkannya.

Yang lebih membuat Roland tidak tega pergi adalah tangisan gadis itu. Di dalam lelapnya dia menangis tersedu. Seolah dunia membuat dia begitu lelah. Seolah kehidupan hanya neraka baginya.

Roland mengusap pipi gadis itu yang basah.

"Kalau kau membunuhku, lakukan saja. Jangan ragu. Aku akan mati di tanganmu. Tidak masalah," gumam Dhara.

"Tidak ada yang akan membunuhmu."

"Aku mau mati saja."

"Apa kepergian si tua itu membuatmu sangat menderita?"

Satu tetes bening jatuh ke pipi Dhara. "Aku bersalah. Aku sungguh bersalah pada tuan Alen. Juga istrinya. Dan putranya."

Roland menatap dengan desahan. Dia kemudian membungkus tubuh gadis itu dengan selimut tebal. Roland menyugar rambutnya dengan kesal.

"Apa yang sudah kau lakukan, Pa? Menjadikan gadis kecil seperti ini sebagai selingkuhanmu dan malah membuat aku berjanji untuk melindunginya di napas terakhirmu. Apa sebenarnya yang membuat begitu bertindak tidak benar, Pa?" Roland menatap dinding. Seolah di sana ada wajah ayahnya.

Setelah mematikan lampu, Roland meninggalkan kamar. Dia menatap terakhir kali gadis itu yang sudah tenang dalam tidurnya.

Roland turun dan di dekat anak tangga Grove menunggunya.

"Ke kamarku."

Grove mengangguk. Dia mengikuti majikannya itu. Pintu kamar ditutup dan Roland sudah duduk di sofa. Di depannya ada tablet yang menyala. Dia melihat layarnya. Tampak riwayat kehidupan Dhara ada di sana. Tapi yang membuat Roland mengerut adalah bagaimana tidak banyaknya jejak yang ditemukan pada gadis itu.

Bahkan bisa dikatakan 80 persen kehidupannya tidak ditemukan. "Apa ini, Grove? Hanya ini yang bisa kau lakukan?"

Grove menunduk dengan kedua tangan ada di depan tubuhnya. "Saya sedang berusaha mencari tahu, Tuan Muda. Tapi sepertinya tuan besar begitu menyembunyikan latar belakangnya. Atau malah lebih tepatnya, bahkan tuan besar saja tidak tahu."

"Kau yakin papa tidak tahu? Tidak mungkin. Papa bukan orang yang akan memasukkan seseorang ke dalam hidupnya tanpa menyelidiki latar belakangnya terlebih dahulu."

"Saya berusaha mencari tahu di tempat tuan besar dan memang tidak ditemukan apa pun, Tuan Muda. Seolah tuan besar tidak pernah benar-benar menyelidikinya."

"Sial, apa sebenarnya yang disembunyikan dariku? Aku selalu merasa ada yang coba papa katakan padaku sebelum dia meninggal. Dia hanya menggerakkan bibirnya tapi tidak ada suara yang keluar."

"Saya akan berusaha menyelidiki lebih dalam, Tuan Muda."

"Bagaimana dengan peringatan satu bulan kematian orangtuaku? Kau mengurusnya dengan baik?"

"Ada beberapa tamu undangan yang sudah diberikan undangan. Anda mengenal Lane Slater?"

"Bukankah kita akan mengadakan di tempatnya?"

"Ya. Dia memberikan diskon 90 persen."

"Sebanyak itu?"

"Saya juga merasa aneh."

"Selidiki."

"Baik, Tuan Muda."

Selingkuhan PapaWo Geschichten leben. Entdecke jetzt