11. Sebuah Cerita di Taman Kota

312 159 32
                                    

"Merayakan kebahagiaan atas terciptanya sebuah cinta, merupakan salah satu bentuk syukur paling sederhana yang pernah kurasakan saat bersamamu."

—Philosofia Savinka Jihya.

—Philosofia Savinka Jihya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca...

Aku menghirup udara segar pagi hari, sembari menyesap teh panas rasa bunga melati yang masih mengepulkan asap. Balkon kamar menjadi tempat terbaik untuk menyendiri, menikmati sedikit waktu luang sebelum berangkat ke sekolah. Jam menunjukkan pukul 6 pagi, aku masih memiliki banyak waktu untuk bersantai di kamar.

Sepertinya hari ini cuaca sedang tidak bersahabat, terlihat adanya awan mendung yang menyelimuti langit Jakarta Selatan. Hujan telah mengguyur wilayah ini sejak subuh tadi, menciptakan udara yang jauh lebih dingin dibandingkan biasanya. Akhirnya, aku memilih untuk memakai jaket yang tergantung di dekat jendela.

Setelah menghabiskan teh, aku segera bergegas keluar dari kamar untuk menghampiri bunda di lantai dasar. Kakiku mulai melangkah menuruni satu-persatu anak tangga sembari bersenandung kecil.

"Wih, bagus banget suaranya. Nggak ada niatan buat jadi penyanyi gitu?"

Langkahku langsung terhenti, saat mendengar ucapan dari seseorang yang duduk di atas sofa. Aku menatap ke arahnya dengan tatapan tak percaya. Bagaimana tidak percaya? Kehadirannya di rumah ini saja, sudah cukup membuatku terkejut bukan main.

Gumi tersenyum manis, lengkap dengan kedua matanya yang menyipit seperti bulan sabit. Di sampingnya ada Kak Shaka yang menunjukkan wajah menyebalkannya. Ia melirik Gumi sembari menaik-turunkan kedua alisnya. Rasanya aku ingin melempar tas ranselku ke arah mereka berdua.

"Selamat pagi adik kakak yang paling cakeeeuupp!!" ujar Kak Shaka sembari berjalan ke arahku. "Ada tamu tuh, dia udah nungguin kamu dari 20 menit lalu."

"Hah?!" Aku melotot mendengarnya. "20 menit lalu?!"

Kak Shaka mengangguk sembari tersenyum lebar. "Benar, 20 menit lalu dia sudah sampai di rumah kita dengan keadaan selamat dan sehat sentosa."

"Lo ngapain kesini pas masih pagi-pagi buta kayak gitu?" tanyaku pada Gumi. "Satpam perumahan gue juga kalah rajin sama lo."

"Mau jemput lo."

"Jemput?" Alisku terangkat satu, sembari menoleh ke arah Kak Shaka untuk meminta penjelasan. "Gue dianterin sama Kak Shaka."

"Lo berangkat ke sekolah bareng sama gue."

"Kenapa nggak ada pemberitahuan dulu sih?"

"Kita belum tukeran nomer telepon."

"Lah, belum tukeran nomer telepon gimana dah?" Kak Shaka terlihat kebingungan. "Kalian udah kenal dari lama, masa iya belum chatting-an sama sekali?"

The Story of Philosofia (Bluesy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang