2. Harap yang Sulit Diwujudkan

3.1K 229 6
                                    

Untuk info update dan cerita-ceritaku lainnya bisa lihat di akun instagram: ellewangstories

***

"Pagi putri kecilnya Papa!" sapa Ritz seraya memasuki kamar Zanna dengan membawa setumpuk hadiah kiriman penggemar yang telah disterilkan selama beberapa hari.

Zanna Meijer yang pekan lalu genap berusia enam tahun hanya melambai tanpa semangat ke arah Ritz dari tempat tidurnya.

Melihat putrinya tampak lesu, Ritz segera mendekat, lalu duduk di sisi Zanna. Dibelainya kepala Zanna seraya bertanya, "Putrinya Papa kenapa enggak semangat?"

"Enggak semangat aja," balas Zanna sembari cemberut.

"Coba lihat Papa bawa apa!" ujar Ritz berusaha terdengar ceria.

Zanna hanya menatap datar ke arah tumpukan hadiah yang Ritz bawa.

Dalam hati Ritz merasa khawatir. Seharusnya, tidak seperti ini reaksi seorang anak kecil ketika melihat hadiah. Apalagi putrinya baru saja berulang tahun. Namun, jika diingat-ingat, perubahan sikap Zanna justru terjadi setelah hari ulang tahunnya. Biasanya, gadis kecil ini selalu ceria. Lantas, apa yang membuatnya mendadak murung?

"Kita buka hadiahnya, yuk!" ajak Ritz sambil mulai meraih satu kotak kado dari tumpukan.

Alih-alih ikut membuka atau terlihat penasaran, wajah Zanna tetap saja tampak murung. Setelah semua bungkusan dibuka, hanya satu hadiah yang menarik perhatian Zanna. Tangannya terulur mengambil sebuah buku ensiklopedia tentang binatang.

Melihat hadiah yang Zanna pilih, tiba-tiba saja Ritz teringat sesuatu. Setiap tahun, di antara begitu banyak kiriman hadiah untuk Zanna, pasti terselip satu buku tentang binatang. Ajaibnya, Zanna pasti menyukai buku itu. Kemudian, bayangan perempuan yang Ritz jumpai di gerbang rumah pekan lalu kembali muncul dalam benaknya.

Ritz mengamati dengan heran ketika perempuan di hadapannya diam saja. Tanpa Ritz tahu, perempuan itu tengah berusaha sekuat tenaga melawan kegugupannya ketika tiba-tiba saja mereka kembali dipertemukan.

Sambil menunggu perempuan itu bicara, Ritz berusaha mengamati dengan lebih saksama. Sayang, dia tidak bisa melihat wajah perempuan itu karena tertutup masker. Rambut pun terhalang topi. Namun, secara keseluruhan, profilnya tampak tidak asing.

"Maaf, sepertinya Bapak salah mengenali orang," ujar perempuan itu setelah mengerahkan kekuatannya untuk terlihat tenang.

Entah mengapa, Ritz tidak langsung percaya. Dia masih saja merasa familier dengan sosok di hadapannya ini. Namun, Ritz tidak mau memaksa dan memilih mengalah saja. "Kalau begitu, boleh saya tahu kamu siapa?"

Ritz bisa menangkap sedikit getar dalam suara perempuan itu ketika menjawab, "Saya hanya pegawai toko yang ditugaskan untuk mengantar hadiah ini."

"Siapa yang meminta kamu mengirim hadiah itu?"

"Kalau itu saya tidak tahu. Mungkin Bapak bisa lihat sendiri setelah membuka hadiahnya." Tanpa menunggu tanggapan Ritz lagi, perempuan itu segera berlalu dari sana.

Untuk beberapa saat Ritz masih memandangi punggung yang tengah menjauh itu. Namun, dia segera menghalau berbagai pikiran yang sempat terlintas di benaknya dan melangkah masuk.

Sekarang, jika dipikirkan kembali, mungkin sosok perempuan itu tidak asing karena Ritz pernah tanpa sengaja bertemu sebelumnya. Mungkin tahun-tahun sebelumnya perempuan itu pernah mengantarkan kado untuk Zanna juga.

"Zanna suka buku tentang binatang ya?" ujar Ritz ketika melihat putrinya sudah asyik melembari halaman demi halaman.

"Suka banget."

Selamat Tinggal LukaWhere stories live. Discover now