5. Malam Panjang yang Menyiksa

2.1K 192 5
                                    

Kalian bica cek instagram aku: ellewangstories untuk info update dan cerita-cerita lainnya.

***

"Kenapa lo nangis?" Dani menyikut lengan Andin yang duduk bersebelahan dengannya di depan televisi.

Setengah panik Andin menyeka air matanya, lalu menoleh malu-malu. "Kamu juga nangis."

Dani mengangkat bahu dan berusaha terlihat cuek. "Gue sedih aja."

"Aku juga sama," bisik Andin sembari memandangi layar televisi yang tengah menampilkan sosok Yuta. "Kangen Mbak Yuta."

"Kenapa sih film lamanya mesti ditayangin lagi?" gerutu Dani senewen.

Saat ini, keduanya tengah menyaksikan tayangan lama yang diperankan oleh Yuta. Film pertama yang Yuta bintangi sebagai pemeran utama, sekaligus film terakhirnya sebelum menghilang. Yuta tidak sempat hadir dalam penayangan perdana film itu, apalagi untuk berdiri di atas panggung dan menerima penghargaan sebagai pemeran pendatang baru terbaik kala itu. Yuta bahkan tidak sempat menikmati sepeser pun hasil jerih lelah terakhirnya itu.

"Kamu enggak suka liat Mbak Yuta?" gumam Andin menanggapi gerutuan Dani.

"Bukan enggak suka, cuma nyesek aja," sahut Dani dengan suara bergetar.

"Nyesek?"

Mata Dani menerawang jauh saat berbisik, "Liat dia lagi bikin gue jadi berandai-andai, jadi kepikiran."

Meski dahulu Dani selalu galak terhadap Yuta, sejujurnya dia sangat peduli kepada wanita itu. Bukan hanya peduli, Dani juga sangat menyayangi Yuta. Melihat Yuta disakiti dan disalahpahami, dia yang berdiri di garis terdepan untuk membela. Dani bahkan tidak peduli ketika lawannya adalah Ritz, sosok yang sudah banyak berjasa dalam hidupnya.

Dahulu, saking marahnya Dani kepada Ritz, dia sampai ingin meninggalkan kediaman pria itu. Dani nyaris tidak mau bekerja lagi untuk Ritz. Namun, akhirnya dia bertahan demi Zanna. Jika bukan karena gadis mungil itu, pasti Dani sudah hengkang sejak lama.

"Mbak Yuta ada di mana ya, sekarang?" gumam Andin sedih. Setiap kali membahas soal Yuta, suasana hatinya pasti jadi sendu. "Apa yang Mbak Yuta kerjain ya?"

"Gue bukan cuma penasaran dia ada di mana dan apa yang dia kerjain. Gue lebih kepikiran dia sehat apa enggak?" Kekhawatiran sangat kentara dalam suara Dani. "Gimana kalau dia kena covid? Siapa yang jaga dia?"

"Aku juga suka kepikiran, Mbak Yuta bahagia apa enggak? Kesepian apa enggak? Suka kangen Zanna apa enggak?" Tanpa terasa air mata Andin meleleh sudah.

"Pasti kangen kali!" desis Dani galak untuk menyembunyikan gejolak perasaannya sendiri. "Mana mungkin Yuta enggak kangen sama anaknya sendiri."

"Tapi kenapa Mbak Yuta enggak pernah muncul?" Sampai hari ini Andin masih tidak mengerti alasan Yuta menghilang selama bertahun-tahun.

"Gue yakin dia pasti punya alasan." Meski begitu banyak pemberitaan buruk soal Yuta, Dani tetap percaya jika wanita itu tidak salah sama sekali. Pasti ada kondisi yang membuatnya terdesak sampai memutuskan memilih jalan seperti ini.

"Aku suka ngebayangin kalau Zanna ketemu sama Mbak Yuta. Kira-kira bakal kayak gimana ya, pertemuan mereka?" gumam Andin sendu.

"Gue enggak mau bayangin hal yang muluk-muluk. Buat sekarang, gue cuma berharap Yuta sehat dan bahagia, juga dikelilingi orang-orang baik." Jauh di dasar hatinya, Dani sungguh berharap Yuta menemukan orang lain yang memedulikannya sebanyak dia mengurus wanita itu selama bertahun-tahun.

"Tapi 'kan enggak ada salahnya berharap Zanna dan Mbak Yuta bisa ketemu lagi."

Ucapan Andin membuat Dani tiba-tiba teringat momen kebersamaan Zanna bersama guru barunya tadi. Entah mengapa, sosok guru Zanna itu meninggalkan kesan mendalam di diri Dani. Apalagi ucapan wanita itu saat akan berpamitan.

Selamat Tinggal LukaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz