2. Penasaran

1.9K 139 17
                                    

Jangan lupa bahagia🩵
Tetap jaga iman dan imun🩵

Happy Reading!

***
Zize memutar-mutarkan bolpoint-nya seraya memikirkan ucapan dari Arhan. Otaknya terus berproses untuk memikirkan kapan dirinya pernah berpapasan dengan lelaki tersebut. Hingga tepukan di pundaknya menyadarkan Zize dengan segala lamunannya.

"Gimana?"

"Ish, lo buat gue kaget aja!" sentak Zize kesal.

"Salah sendiri ngelamun."

"Menurut lo, gue pernah nggak sih ketemu sama Mas Arhan?"

Lula ketawa mendengar ucapan dari Zize. "Hah, mas? Hahaha, baru sekali ketemu Arhan. Lo udah manggil dia mas?"

Zize berdecak sebal ketika Lula masih mentertawakan dirinya. Jujur, ingin sekali Zize tukar tambah sahabatnya tersebut.

"Bisa nggak sih lo nggak ngetawain gue mulu?"

"Oke-oke maaf," kata Lula seraya menghentikan tawanya.

"Jadi gimana?"

"Apanya?" tanya Lula balik.

"Gue pernah nggak sih ketemu sama Arhan?"

"Mana gue tahu, Ze." Lula mengangkat bahunya.

"Dia bilang pernah ketemu sama gue, tapi gue ngerasa nggak pernah ketemu."

"Itu pointnya, Ze."

"Point apaan?"

"Bukan bertemu lantas berjodoh. Namun, karena berjodoh maka bertemu. Kalian itu berjodoh makanya dipertemukan sama Allah."

Zize mengembuskan napas berat ketika mendengar penuturan dari Lula. Ingin membantah, tapi ia sudah terlanjur setuju dengan ajakan menikah Arhan. Selanjutnya, Zize kembali tenggelam dalam lamunannya.

***
"Minggir gaes saya lapar!"

Arhan berteriak kesal ketika teman-temannya berdiri di pintu dapur. Namun, teman-temannya itu tidak merespon malah asyik bercengkerama

"Kasih jalan gaes. Saya lapar, woii!"

"Saya lapar, minggir heyy. Ayo!"

Asnawi yang merasa Arhan semakin mengamuk ketika kelaparan pun minggir untuk memberikan Arhan jalan. Kemudian, Arhan pun segera ke meja makan untuk mengisi perutnya yang meronta-ronta sejak tadi.

"Arho, jadi gimana soal brosur jodoh tuh?" tanya Asnawi yang duduk di hadapan Arhan.

"Uuwadah ketemu orangnyuaaa," jawab Arhan dengan mulut yang penuh dengan makanan.

"Ditelen dulu bisa kali, Bang," lontar Marselino yang menarik kursi di samping Arhan.

"Aku laparr gaes!" Arhan menaikkan suaranya ketika berbicara seperti itu.

"Sama yang beda agama beneran udah putus?"

Arhan menatap Asnawi serius lalu mengangguk. "Udah lama juga putusnya, Bang. Lagian beda agama apa yang perlu dipertahankan? Aku juga nggak sejahat itu untuk memaksa dia memilih aku dibandingkan agamanya. Semoga dia bisa mendapatkan pengganti lebih baik dibandingkan aku, Bang," ucap Arhan memberikan penjelasan.

"Kalau sama yang ini udah yakin, Bang?" tanya Marselino sambil menyomot kentang yang ada di piring Arhan.

"Pas aku inget wajahnya, aku kok yo sueneng gitu loh. Ngerasa wis cocok ngono loh," ujar Arhan dengan senyuman yang menghiasi wajahnya.

"Arho, apapun yang menjadi keputusanmu. In sya Allah, abang dukung asalkan itu semua berisikan kebaikan," kata Asnawi dengan bijaksana membuat Arhan tersenyum.

Brosur Jodoh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang