12. Masih Abu-Abu

649 82 145
                                    

Harus vote dan komen! Jangan cuma jadi silent readers. Tembus 100 komentar bisakan? Kalau bisa, gaskeun🌝

Note : Hanya karangan bukan kisah nyata Arhan dan Azizah🐅

***
Zize membuka laptop Arhan untuk melihat koleksi di galeri suaminya tersebut. Wanita itu akan mencari info di mana tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh sang suami. Zize membuka buku kecilnya untuk mencatat.

"Ini foto Mas Arhan sama Marcelino terus sama teman-teman lainnya. Di beberapa foto mereka di lokasi yang sama. Oke, tujuan awal gue harus ke kafe R Capella."

Zize mencatat nama kafe tersebut lalu ia kembali melihat foto berikutnya. Mulai dari foto Arhan ke alun-alun kota sampai perpustakaan yang berada di pusat kota. Namun, tatapan Zize menjadi intens saat ada foto Kiya bersama Arhan di suatu tempat.

"Mereka cuma teman Ze, jangan cemburu," tutur Zize sembari menekan tombol untuk mengganti foto.

"Oke, semua lokasi udah gue catat. Semoga Mas Arhan ada di salah satu tempat ini." Zize berujar penuh harap.

Setelah mematikan laptop. Zize memasukkan dompet ke dalam tas lalu mengambil kunci motor miliknya untuk menyelusuri kota ini. Tak butuh lama, Zize sudah sampai di kafe R Capella yang sering dikunjungi oleh Arhan. Matanya menyusuri seluruh sudut kafe tersebut, tapi tidak menemukan sosok suaminya. Zize tersentak ketika ada seseorang yang menyentuh bahunya. Wanita itu pun langsung menoleh, dan Zize mendapati sosok perempuan yang pernah ia temui sekali.

"Azizah," panggilnya dengan senyuman.

"Se-selina?"

Dahi Zize mengerenyit ketika menemukan sosok Selina di kafe ini, seketika ia merasa kesal karena berpikir jika kafe ini juga memiliki kenangan antara Arhan dan Selina.

"Eh, beneran Azizah ternyata. Gue pikir salah orang hehe."

"Ada apa?" tanya Zize dengan ketus.

Selina tersenyum, "Gue cuma mau klarifikasi, Zah kalau gue sama Arhan udah selesai lama dan lo nggak usah cemburu ke gue, ya. Soalnya, gue juga udah punya suami. Bang Dirga sini." Selina melambaikan tangan membuat sosok lelaki berjalan ke arah keduanya.

"Ini suami gue. Gue tahu kok, kadang kalau ada mantan itu membuat suasana nggak enak. Termasuk gue yang masih suka cemburu sama mantan pacar dari suami gue, tapi karena udah jadi istrinya itu artinya gue pemenangnya. Sama kayak lo, Zah. Lo pemenang di hati Arhan."

Seketika Zize merasa bersalah karena terlalu cemburu dan berburuk sangka dengan Selina. Wanita itu langsung menggenggam kedua tangan Selina.

"Maafin gue, ya."

"Iya, gapapa kok. Oiya, gue pikir tadi lo pergi ke sini sama Arhan. Rencana mau ngajakin double date." Selina tertawa kecil.

"Tadi, lo nampak Mas Arhan ke sini?"

"Kami tadi nampak Arhan sama perempuan, Zah, tapi gue nggak tahu itu siapa perempuannya. Soalnya, cuma lihat dari belakang. Rambut perempuan itu berwarna kecokelatan panjangnya sepunggung." Selina memberikan penjelasan.

"Sayang, pesanan kita udah jadi," ujar Dirga seraya merangkul istrinya posesif.

"Azizah mau gabung sama kita nggak?"

"Enggak deh, Sel. Gue masih ada urusan."

Kemudian mereka pun berpisah. Zize segera keluar dari kafe tersebut lalu berjalan ke arah parkiran.

"Mas Arhan sama siapa ke sini?" batinnya bertanya-tanya.

***
Berhari-hari telah berlalu, Zize bahkan sudah berulang kali menghubungi Arhan, tapi tidak ada satupun panggilan yang diangkat. Ribuan pesan yang dikirim juga tidak ada balasan.

Percayalah, mata Zize sudah sangat sembab dan wajahnya sudah kusut akibat tidak pernah tidur dengan nyenyak selama satu minggu ini. Ia tersiksa, mencari tahu siapa penyebar fitnah jahat itu, lalu juga harus mencari keberadaan suaminya.

Dua hari lalu, Zize sempat menghubungi Marselino lalu Asnawi. Namun, mereka juga tidak tahu di mana Arhan, bahkan selama itu pula mereka tidak pernah mendengar Arhan yang sesekali menghubungi untuk sekedar mengajak bertemu.

Zize yang sudah kalut dikagetkan dengan derap langkah yang membuatnya tersentak.  Di sana Arhan pulang dengan wajah yang sama kusut dengannya.

"Mas!" Zize memeluk dengan erat, "Kamu kemana aja, aku nggak bisa tidur sejak kamu pergi ...."

Wajar saja tangisnya pecah, ia belum lama menikah, tapi Arhan sudah bersikap seperti itu padanya. Namun, sikap sebaliknya Arhan tunjukkan pada istrinya itu, ia bersikap tidak peduli dan berusaha melepas pelukan rindu dari Zize.

"Mas, kenapa kamu nggak angkat teleponku? Aku khawatir, takut kamu kenapa-kenapa di luar sana!" Zize sempat memukul pundak Arhan.

Arhan memalingkan wajahnya sejenak, lalu berkata, "Bukannya kamu ditemani sama Maleo selama aku pergi?"

Napas Zize semakin tidak beraturan. Ia menggeleng lagi, kali ini Arhan sudah salah paham dengannya.

"Apa-apaan lagi ini, Mas?"

Arhan membuka handphonenya dan kembali memperlihatkan sebuah foto kalau Zize dan Maleo bertemu saat Arhan sedang pergi beberapa hari terakhir.

"Nggak! Itu nggak seperti yang difoto."

"Kamu bahkan berani bawa dia ke sini, Ze." Arhan memijat pelipisnya, "Aku pergi untuk menenangkan diri, tapi kamu justru berbuat begitu sama aku."

Zize menggeleng, berusaha menjelaskan kalau kemarin Maleo datang untuk membantu Zize mencari Arhan yang entah ke mana. Zize dan Maleo tidak memiliki hubungan seperti yang dituduhkan oleh Arhan.

"Ayo kita ketemu Maleo! Supaya kamu bisa dengar langsung dari dia, apa yang aku sama dia lakukan kemarin!" Zize berusaha menarik Arhan untuk keluar dan membawanya menghadap Maleo.

Namun, Arhan menepisnya, "Lepas. Suruh aja dia ke sini. Aku nggak mau nemuin laki-laki yang merusak rumah tanggaku!"

Zize bersimpuh, kakinya sudah lemas dan tidak kuat menopang bobot tubuhnya sendiri.

"Dia nggak salah apa-apa, Mas. Seharusnya kita yang temui Maleo. Dia yang kamu tuduh jadi selingkuhanku!"

Arhan melangkah pergi. Tujuannya pulang adalah karena ia murka saat melihat foto yang Kiya kirim kalau Maleo datang mengendarai mogenya dan masuk ke dalam rumah Arhan dan Zize. Padahal, kenyataannya tidaklah seperti itu.

Hanya saja, mau bagaimana lagi? Arhan sudah termakan semua tipu daya Kiya dan akhirnya membuat Zize semakin salah dalam bertindak.

Zize yang sudah kelelahan dan kurang asupan mulai berjalan dengan kesulitan. Malam ini ia merebahkan tubuhnya di sofa kemudian terlelap di sana.

Sedangkan Arhan, masih tersisa rasa percayanya terhadap semua yang dikatakan oleh Zize. Sehingga bantahan istrinya tentang Maleo yang datang dan masuk ke rumah, langsung membuat Arhan mengecek CCTV yang ada di halaman untuk mengetahui kebenaran yang ada.

Laki-laki itu mencari rekaman kamera di tanggal yang sama saat Maleo datang. Ia menontonnya dengan seksama, dan benar yang dikatakan oleh istrinya. Maleo hanya masuk sampai batas teras di depan garasi. Pun keduanya langsung bergegas untuk pergi lagi.

“Tapi … bisa aja, ‘kan, mereka pacaran di luar rumah?” gumam Arhan yang masih bimbang dengan segala perasaannya.

Ia kemudian terduduk di sisi ranjang. Sudah menguap berulang kali dan saat tubuhnya berbaring, handphonenya berdering.

Tring~

Bang Asnawi :
[Arhan, kamu di mana?]

Arhan :
[Di rumah, Bang. Kenapa, toh?]

Bang Asnawi:
[Dari kemarin kenapa nggak bisa hubungi? Kamu ada kegiatan di luar rumah terus lupa kasih kabar istrimu?]

Arhan mengernyit. Mulai menyadari sesuatu kalau Zize mengontak Asnawi. 

Bang Asnawi:
[Jangan gitu, toh. Kasihan Zize. Dia nyari-nyari kamu. Udah gitu kamu juga nggak ada chat atau telepon abang lagi waktu itu.]

"Ternyata kamu nyariin aku, Ze." Arhan membatin.

Brosur Jodoh (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt