2. Bayi besar

829 84 28
                                    

Tak terasa waktu cepat sekali berlalu. Sudah 3 bulan ketiga saudara itu bersekolah di SMA Rintis. Mereka mulai mengikuti ekstrakulikuler favorit mereka.

Halilintar mengikuti ekstrakulikuler basket, voli, dan pencak silat .Taufan mengikuti klub skateboard, dan Gempa mengikuti ekstrakulikuler Patroli Keamanan Sekolah (PKS) dan taekwondo, ia juga sebentar lagi akan mencalonkan diri sebagai ketua OSIS.

Ketiganya sama-sama aktif dalam mengikuti ekstrakulikuler yang mereka pilih, tak jarang pula mereka pulang lebih lambat dari biasanya. Namun mereka saling mengerti satu sama lain bagaimana kesibukan mereka masing-masing.

“Gem, ayo temani aku ke kantin.” Taufan mengguncang tubuh Gempa yang masih sibuk mengerjakan tugas.

“Ini belum jam istirahat, Ufan. Sebaiknya kerjakan dulu tugasnya, aku akan mengomeli mu habis-habisan kalau tugasmu belum selesai,” jawab Gempa santai.

Taufan cemberut, ia beralih pada si sulung yang terlihat menyibukkan diri dengan membaca novel sambil mendengarkan lagu.

“Lintar–”

“Jangan ganggu.”

Taufan semakin kesal dengan perlakuan kedua saudaranya. Ayolah, perutnya sudah keroncongan. Toh, ibu guru sedang ada rapat jadi beliau tidak bisa mengajar hari ini.

“Ish! Kalian ngga asik!” Taufan kembali ke bangkunya, meletakkan kepalanya di atas meja sambil menatap ke luar jendela.

Tak lama kemudian bel istirahat berbunyi nyaring. Taufan menatap kedua saudaranya dengan excited namun raut mukanya cemberut kembali setelah melihat bahwa mereka berdua masih sibuk.

Gempa yang menyadari itu langsung meletakkan bolpoin di sela-sela buku sebelum menutup bukunya dan menyimpannya di tas.

“Ayo ke kantin, aku juga sudah lapar,” ajak Gempa. Sebetulnya ia masih belum berselera makan karena ini baru jam istirahat pertama. Namun ia kasihan dengan kakak keduanya yang sedari tadi murung, ia jadi tak tega melihatnya.

“Yeay! Ayooo!” girang Taufan.

Merasa dicuekkin, Halilintar meletakan novelnya di atas meja. Lalu buru-buru mengejar adik-adiknya. Dalam hatinya ia kesal karena tidak diajak, ia juga lapar.

“Gem Gem! Kenapa garam itu asin?” tanya Taufan.

“Udah takdirnya,” jawab Gempa.

“Tetot. Karena yang manis itu GULA tapi huruf L nya dihilangin,”

Gempa terdiam sejenak, lalu tertawa renyah setelah berhasil memproses ucapan Taufan. “Kenapa semut itu kecil?” tanyanya.

Taufan berpikir keras. “Eum.. kan semut memang kecil.”

“Tetot. Karena yang besar itu gajah.”

“Pft!” Halilintar menutup mulutnya menahan tawa, sementara Taufan sudah terbahak-bahak.

“Gempa ngejokes,” ucap Taufan di sela-sela tawanya.

Karena masih tertawa, Taufan jadi tidak fokus, dan berakhir bertubrukan dengan seorang lelaki yang begitu tinggi sampai Taufan harus mendongak untuk melihat wajahnya.

“Kau punya mata?”

Taufan menggaruk pipinya, ia lalu mengangguk. Sepertinya yang ditabrak ini adalah senior. “Maaf, kak. Aku benar-benar ngga sengaja.”

“Lain kali lihat jalan! Jangan cekikikan begitu,” ujar senior itu.

“Baik~ omong-omong, kenapa rambutmu putih? Panjang pula,” tanya Taufan asal ceplos.

BittersweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang