18. Penjara Suci

19 6 3
                                    

Welcome to penjara suci!

Setahu Rangga, banyak orang yang menjuluki pesantren itu penjara suci. Dia sendiri nggak terlalu paham. Okelah untuk julukan penjara. Soalnya para santri hanya ingin keluar gerbang saja harus meninggalkan papan nama. Padahal hanya ingin ke kampus dua karena ada buku tertinggal di kelas. Jadi, asrama itu terletak di kampus satu, dan gedung sekolah di kampus dua. Masih satu area pesantren, tetapi dipisah oleh rumah-rumah penduduk. Menurut sejarah, wakif Pesantren Al-Barkah membeli tanah untuk pesantren di saat beberapa rumah penduduk sudah ada.

Kembali ke permasalahan penjara suci. Menurut Rangga, semenjak masuk pesantren dia nggak merasa suci. Okelah dia menjadi rajin salat tepat waktu, di masjid pula. Iyalah, kalau nggak Rangga akan terkena hukuman dijemur di depan masjid. Sayangnya dijemur di depan masjid bagian santri. Coba di depan pintu masuk santriwati, Rangga pasti akan lebih bersemangat untuk mendapatkan hukuman.

Namun untuk perilaku Rangga, tetap nggak ada perubahan. Dia masih saja berusaha bolos sekolah. Eh, tapi nggak berhasil! Ustaz Bagian Biro Pendidikan killer banget! Setiap setelah bel tepat jam tujuh pagi, beliau akan pergi keliling kamar-kamar di setiap gedung asrama sambil membawa tongkat kayu yang biasanya dipakai para santri untuk mengambil baju di jemuran. Lalu suara langkah kaki beliau ditambah seretan tongkat kayu di lantai lebih mengerikan dibanding suster ngesot! Kalau dikejar suster ngesot, manusia pasti menang jika berlari. Berbeda dengan Ustaz Biro Pendidikan, para santri yang bolos dikejar bersama tongkat saktinya yang diacung-acungkan!

Awalnya Rangga tetap optimis dengan pura-pura kejang saat Ustaz Biro Pendidikan melihatnya terbaring di atas kasur.

"Kamu kalau mau niruin orang ayan seenggaknya cari info dulu. Udah sana cepetan ganti baju. Saya kasih waktu semenit. Kalau nggak, kamu akan bersih-bersih toilet di gedung asrama ini!"

Mana ada orang sakit malah disuruh bersih-bersih? Ya, cuma di Pesantren Al-Barkah. Belum lagi saat Rangga masuk ke gerbang kampus dua. Para pengurus Bagian Pendidikan dengan gaya senioritasnya menatap Rangga dengan bengis.

"Jam segini baru datang? Semalem abis ngeronda? Cepat push up tiga puluh kali!"

Dikarenakan Rangga sempat menirukan gaya bicara seniornya tadi dengan bibirnya mirip ibu-ibu tetangga julid, dia mendapat tambahan sepuluh kali push up. Sudah diancam bersih-bersih toilet, disuruh push up lagi. Saat Rangga ingin meminta keringanan karena nanti kemeja seragamnya basah dan masuk angin terkena AC di kelas, dia malah diteriaki, "Jangan manja! Jadi cowok kok letoy!"

Walhasil, seragamnya benar-benar basah! Apakah Rangga akan taubat dan nggak akan bolos sekolah lagi? Jelas tidak, kawan! Dia mendapatkan trik yang cukup ampuh. Dia meminta uminya untuk membawa kantong air hangat karena dia mengaku sering sakit perut saat di pesantren. Berhubung Khodijah merasa bersalah memasuki Rangga ke pesantren, dia memberikan semua yang Rangga inginkan.

Rangga akan pergi ke dapur untuk meminta air panas dan disimpan di termos. Dia akan menempelkan kantong air tersebut ke keningnya lima menit sebelum bel berbunyi. Dia juga menaruh beberapa obat-obatan yang dia minta saat Khodijah menjenguknya. Dan ... berhasil dong!

Hanya saja ada satu santri yang mengetahuinya.

"Lo bisa ngebohongin semuanya, tapi gue tahu kalau lo pura-pura sakit."

Widih! Canggih juga!

"Tapi kalau gue boleh saran, lo harus hati-hati sama dia dan dia." Cowok tersebut menunjuk lemari yang berada di sudut kamar. "Yang ini mata-mata Bagian Pendidikan. Yang ini mata-mata Bagian Bahasa, jangan sampe lo ketahuan ngomong nggak pake Bahasa Arab dan Inggris. Yang ini mata-mata Bagian Keamanan. Mereka suka ngasih laporan ke ustaz-ustaz."

Akhirnya mereka berdua berjabat tangan dan saling berkenalan. Ternyata namanya Ananda Rezky Maulana, panggilannya Nanda. Dia tipe cowok yang sangat memerhatikan penampilan. Contohnya saat pergi ke mana pun dia tidak akan melupakan gel rambut dan parfum yang wanginya semerbak.

"Gila! Gue yang di samping lo aja udah kayak nelen parfum!" keluh Rangga.

Dia jadi teringat Alano. Mungkin Nanda saudara kembarnya Alano. Mengingat teman-temannya di sekolah lamanya, Rangga menjadi kesal. Katanya sohib, tapi mereka sama sekali tidak pernah menjenguk Rangga. Ya, Rangga juga tidak tahu apakah mereka peduli atau tidak, karena dia tidak diperbolehkan membawa ponsel. Padahal setahu Rangga di penjara masih bisa diam-diam menyelundupkan ponsel. Ya, dia hanya tahu dari film sih.

"Lo nggak mandi?" tanya Nanda.

"Ngapain? Tanpa mandi gue udah ganteng." Rangga mengedikkan bahu.

"Mau ikut gue nggak?"

"Ke mana?"

"Ayo, ikut aja. Cuci mata."

Rangga segera bangkit dari ranjang besinya dan mengganti sarung dengan celana panjang bahan berwarna hitam.

"Lah, lo ngajakin gue cuci mata maksudnya ngecengin mbak-mbak koperasi?" Rangga berdecak kesal selama di Al-Barkah Mart. Padahal Nanda hanya membeli satu sabun batang, tapi sudah seperti memborong satu toko. Semua harga barang ditanya sampai mbak-mbak koperasi kesal, "Dek, semua barang kan udah ada label harganya!"

"Gue sebenernya punya stok sabun banyak. Cuma ya mbak koperasi yang sekarang itu cakep banget!"

"Oh, gue pernah lihat sih di lemari lo banyak sabun batang. Gue kira buat ..."

"Yeee! Gue nggak semesum itu kali!"

"Tapi yang jelas selera lo itu mbak-mbak umur tiga puluhan. Bukannya di sini banyak santriwati yang bisa dilirik?"

"Nah, makanya gue mau ngajak lo!"

Nanda berlari ke arah lapang bola yang berada di samping gerbang masuk pesantren. Berhubung gerbang pesantren bersebelahan dengan kantin untuk wali santri, wartel, dan mesin ATM, jadi suasananya sangat ramai. Ditambah di belakang kantin terdapat wisma untuk wali santri yang menginap saat menjenguk santri.

Makanya beberapa santri ada yang membeli jajanan kaki lima lewat sela-sela pagar lapangan bola. Bukan hanya santri, tetapi santriwati juga. Meskipun asrama keduanya dibatasi oleh dinding yang tinggi, tetapi akses untuk keluar gerbang tetap bersama. Jadi mereka akan bertemu saat ke koperasi dan kantin yang berada di luar asrama.

"Inilah surga dunia!" Nanda merentangkan tangannya ke arah para santriwati yang berebut membeli cilok dari sela-sela pagar.

"Tapi kayak gini cuma bisa pas libur sekolah aja. Terus kita harus siap-siap lari kalau ada Bagian Keamanan datang ke sini. Soalnya kan nggak boleh jajan di luar. Apalagi santri dan santriwati deketan kayak gini. Tapi lumayan, Cuy, cuci mata. Cadangan kalau mbak koperasinya nolak gue."

Rangga tersenyum lebar. Sambil menikmati siomay, dia berusaha menebarkan jurus tebar pesonanya yang sempat terhambat selama dia masuk pesantren. Akhirnya dia bisa kembali menjadi bad boy.

Lalu seorang santriwati berjilbab merah muda menghampiri Nanda dan Rangga.

"Ini buat kamu." Dia menyodorkan kertas kepada Nanda.

Sebelum pergi, santriwati tersebut sempat berhenti sejenak. "Temannya namanya siapa? Temenku nanyain soalnya."

"Rangga." Dia menyibakkan rambut ke belakang.

Saat santriwati tersebut pergi, Rangga melirik ke arah kertas yang dipegang oleh Nanda.

"Surat. Biasanya santri atau santriwati yang naksir suka kirim-kirim surat. Lihat aja, bentar lagi juga lo bakal dapet. Tadi aja lo udah ditanya namanya."

Dan benar saja, minggu depan saat Rangga dan Nanda menikmati telur gulung di lapangan bola, salah satu santriwati memberikan surat, plus sebatang cokelat.

Hai, readers! Jangan lupa vote dan komentarnya ya ❤️

Rangga Bukan Bad Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang