Ternyata Starla

32 3 0
                                    

Dipimpin Jaery, keenam cowok itu mulai berderap perlahan. Degup jantungnya sudah bertalu tak keruan. Jujur saja, Jaery juga takut hantu. Tapi dari pada itu, bukankah akan lebih menakutkan jika ternyata pelakunya adalah orang jahat bersenjata tajam?

Tap.

Tepat dua langkah lagi menuju jendela,  pelipis Jaery sudah berkeringat. Dia menoleh pada Mars yang berdiri tepat di belakangnya. "Apa nggak sebaiknya kita bawa sesuatu buat melindungi diri?" bisiknya.

Elang yang masih merangkul kencang lengan Mars, kontan celingukan. Begitu  melihat sapu di sudut ruangan, dia lantas meraihnya lalu menyerahkan pada Jaery.

Senja ikut-ikutan. Dia mengambil pengki sampah dan menyerahkan pada Julli. Sementara dirinya mengambil kain pel untuk dijadikan alat penyerangan.

Choky yang melihat raket nyamuk di sofa, buru-buru mengambilnya dan kembali mengisi barisan.

"Semuanya udah siap?" bisik Jaery yang diacungi jempol oleh mereka.

Setelah mengangguk sekali, seraya mengumpulkan keberanian, Jaery kembali memimpin langkah. Gedoran jantungnya semakin cepat seirama satu tangan Jaery yang naik hampir menyentuh daun jendela. Sementara dalam hatinya sudah memulai menghitung mundur.

Tiga...

Dua...

Tepat di hitungan ke satu, satu detik lebih cepat sebelum Jaery membuka jendela, sebuah kepala yang disoroti senter sudah lebih dulu menyembul. Tentu saja membuat kaget bukan kepalang.

"Kyaaa!"

"Kyaaa!"

"Kyaaa!"

Teriakan-teriakan itu terdengar seirama. Elang berteriak paling kencang, sampai-sampai pita suaranya seperti nyaris putus. Hingga Mars dan Jaery lebih dulu sadar jika kepala yang menyembul itu bukanlah hantu melainkan,

"Starla?" Mars nyaris tidak percaya jika perempuan itu berada di sini.

Si sumber kegaduhan malah cengar-cengir tanpa dosa. "Sureprice!" serunya kemudian.

Elang sudah menggelosor ke lantai saking lemasnya lutut. Dia juga mengusap-usap dadanya, memastikan jantungnya masih berdetak. "Gue kira hantu."

"Lo ngapain sih, di sini?"

Mendengar nada tak bersahabat Mars, Starla cemberut. Lalu, tanpa tendeng aling-aling, dia malah memanjat jendela. Dan walaupun jengah pada setiap tingkah randomnya, Mars menepis tangan Jaery yang hendak membatu Starla turun, mengambil alih yang dia anggak adalah tugasnya.

"Aku mau di sini sama kamu," jelas Starla ketika kedua kakinya sudah mendarat sempurna. "Nih, aku bawa martabak telor."

Choky lantas merampas kresek putih dari tangan Starla. "Kebetulan gue laper banget."

"La, lo harus balik."

"Nggak mau. Aku mau nginep di sini malem ini," katanya bersikukuh.

Baru Mars sadari juga jika perempuan itu menggendong ransel pink. Starla itu memang kerap menginap di rumahnya, kendati sesering itu pula Mars juteki.

"Ngapain nginep di sini? Lo nggak liat di sini cowo semua? Emang lo nggak takut?" Kepala Mars sudah mulai berdenyut lagi. Dia bingung harus bagaimana agar tunangannya itu mau mengerti.

"Ngapain juga takut? Kan, ada kamu. Daripada di rumah, di sana lebih menakutkan," ujarnya lalu melepaskan tas punggungnya.

"Starla, lo nggak boleh ada di sini. Bisa bahaya buat kita kalau sampai Pak Tian  tau." Kali ini Senja ikut bersuara.

Cerita Dari Kita |NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang