Bagian 23

98 13 0
                                    

"A Kiang, lu terlalu nekat!!"

"Iya. Kau nekat sekali Gendut."

Kalimat-kalimat senada bertubi-tubi masuk ke handphone A Kiang melalui pesan whatsapp baik lewat grup ataupun langsung. Pesan itu berasal dari rekan-rekannya sesama pengusaha hiburan malam di Kubangan, maupun pelanggan VIP yang sudah menjalin hubungan baik dengan dirinya.

"Memangnya apa yang bisa dia lakukan? Dia tak mungkin datang ke sini dan menggorok leherku kan?" balas A Kiang.

Tapi tak ada jawaban dari grup yang berisikan pengusaha hiburan malam di Kubangan tempat A Kiang memberikan balasannya.

Beberapa menit setelahnya, sebuah pesan balasan pendek dari salah satu pengusaha yang paling senior muncul di grup itu.

"Raka menutup Kubangan. A Kiang, semoga kau bisa selamat melewati malam ini."

A Kiang kaget lalu berlari ke arah jendela. Dia membuka gorden yang menutupi jendela dan melihat puluhan orang mengusir semua pengunjung di Kubangan. Mereka juga terlihat berjaga-jaga di depan pintu masing-masing bangunan dan di sudut-sudut jalan. Suasana Kubangan yang sebelumnya gemerlap dan penuh hiruk pikuk keramaian, kini lengang dan sunyi senyap.

A Kiang ketakutan. Lututnya gemetaran. Dia berlari ke arah tangga dan menyambar kunci mobilnya yang ada di meja. Dalam hitungan detik, dia sudah berada di dalam mobil dan berusaha menyalakannya. Tubuhnya masih saja gemetar ketakutan. Di kepalanya, semua rumor tentang Raka dan Kubangan yang berkali-kali dia dengar kini berputar-putar memenuhi pikirannya.

Braakkkkkk.

A Kiong menggebrak stir mobilnya, "Bangsat!! Kenapa aku musti takut! Ada Franky yang membackupku," teriak A Kiong kepada dirinya sendiri.

A Kiong lalu mengeluarkan handphone dari saku bajunya dan menelpon Franky, salah satu perwira yang tadi dia telpon.

Nada sibuk terdengar di seberang sana. A Kiong tak menyerah. Dia ingin Franky mengirimkan anggotanya ke sini untuk mengawalnya pergi dari Kubangan. Itu satu-satunya cara agar dia bisa selamat dari situasi ini.

Nada sibuk masih terdengar di seberang sana.

"Bangsat!!!" maki A Kiong sekuat-kuatnya.

A Kiong terengah-engah karena emosi yang bercampur aduk. Ketakutan, kalut, marah, kesal, semua bercampur menjadi satu. Tapi dia tak menyerah. A Kiong kembali menghubungi nomor Franky sekali lagi.

Dan harapan itu pun melayang. Franky tak menjawab panggilan teleponnya.

A Kiong melemparkan hp mahal miliknya ke kursi penumpang di sebelahnya. Dengan jari tangannya yang bergetar, dia menyisir rambutnya ke belakang dan menarik napas panjang.

"Huft. Oe musti nekat. Ini Fortuner, siapa saja yang di depan, oe bakal tabrak tanpa ampun!" geram A Kiong seolah sedang memberi semangat kepada dirinya sendiri.

Beberapa detik kemudian, mobil SUV berwarna hitam itu pun meraung-raung karena pedal gas yang ditekan kuat oleh A Kiong.

Di luar gedung, puluhan anak-anak Kubangan mendengarkan suara raungan mesin mobil dari bangunan milik A Kiong dengan tatapan dingin. Beberapa diantara mereka, mengambil batu dan pecahan bata yang ada di tepi jalan dan menggenggamnya.

Bagi anak jalanan seperti mereka, menghadapi mobil yang melaju kencang dan bersiap melindas mereka seperti sampah adalah hal yang biasa.

Ciitttttttt.

Suara rem berdecit kencang terdengar, sebuah mobil Fortuner hitam melaju dari dalam garasi tempat karaoke A Kiong dan keluar dengan cepat. Mobil itu lalu membelok tajam dan mengarah ke pintu keluar Kubangan di sebelah kanan.

A Kiong dengan cekatan mengoper persneling dan kembali bersiap melaju kencang ke arah pintu gerbang red district ini. Tapi tiba-tiba...

Praaanngggggg.....

Pisau (Completed)Where stories live. Discover now