Bab 7

1.1K 176 5
                                    


Pukul 5 pagi Ali sudah bangun, pria itu tampak sibuk di dapur membuat salah seorang art yang bertugas disana tampak kebingungan melihat Tuan mudanya pagi-pagi buta sudah berada di dapur.

"Ada yang bisa saya bantu Den? Biar saya saja yang bikin sarapan kalau Aden lapar." Wanita berusia paruh baya itu menghampiri Ali.

"Enggak apa-apa Bik, ini udah mau selesai kok." Jawabnya dengan senyuman kecil sebagai bentuk kesopanan.

Meskipun terlahir dari keluarga kaya raya namun sifat Ali dan Adiknya sangat jauh dari kata sombong. Mereka dididik sangat baik oleh orang tuanya sehingga ketika besar mereka sangat pandai dalam menghargai orang lain.

Sejak kecil Ibunda mereka sudah sering mengatakan jika sesama manusia posisi kita sama tidak ada yang diatas atau dibawah, jika ada yang memang berada dibawah kita bukan berati kita kaya atau punya segalanya hanya saja Tuhan sedang menitipkan sedikit rejeki dari-Nya supaya kita bisa menolong saudara kita yang lain.

Dan sampai dewasa Ali selalu mengingat apa yang Ibunya ajarkan. Sehingga tidak heran jika di kediaman Mahendra tidak ada istilah gonta-ganti Art karena mereka semua sangat betah bekerja disana. Bahkan Bik Imah ini saja sudah bekerja sejak Satria masih sangat kecil bahkan beliau sempat mengurusi Satria ketika Ibu mereka sibuk dengan pekerjaannya.

"Memangnya Den Ali nyiapin sarapan untuk siapa? Kok dimasukin kotak bekal seperti ini? Den Ali mau bawa bekal ke kampus?" Tanya Bik Imah yang penasaran saat melihat Ali meraih kotak bekal warna merah muda.

Mereka memiliki kotak bekal masing-masing dengan warna yang berbeda dan semua itu disiapkan oleh Ibunda Ali, Nyonya Kinan istri tercinta dari Bapak Ardi Mahendra.

Kinan dan suaminya sangat menyayangi anak-anaknya termasuk Prilly, bagi mereka Prilly adalah seorang putri yang harus dijaga oleh kedua pangeran mereka dan perlakuan itu sudah mereka terapkan sejak anak-anak mereka masih kecil.

"Ini buat Prilly Bik." Jawab Ali setelah memasukkan semua nasi goreng udang yang ia siapkan ke dalam kotak bekal milik Prilly.

"Den Satria tidak Aden buatkan? Nanti Den Satria ngamuk." Ujar Bik Imah yang membuat Ali tertawa pelan.

Satria memang sudah mencemburui Prilly sejak dulu, apapun yang Ali berikan pada Prilly pria itu juga harus memilikinya.

"Ada juga Bik. Ini buat Satria." Ali membuka satu kotak bekal lagi berwarna ungu milik Satria.

Ali masih mengingat dengan jelas bagaimana Satria yang kala itu sudah duduk dikelas 1 SMP menangis karena malu saat Ibunya memberikan kotak bekal warna ungu untuk dirinya sedangkan Prilly dan Ali masing-masing mendapatkan warna merah jambu dan biru.

Namun begitu Satria tidak berani membantah perkataan Ibunya sehingga dengan berat hati ia menerima kotak bekal warna ungu itu.

"Semuanya sudah selesai, nanti saya taruh di meja makan tolong Bibik ingatkan Prilly dan Satria untuk membawa bekal mereka ya Bik."

"Siap Den."

Ali segera beranjak menuju kamarnya, ia harus bersiap-siap untuk segera berangkat ke kampus. Hari ini ada acara penting di fakultasnya sehingga mengharuskan Ali untuk hadir lebih cepat dari biasanya.

Ali merupakan mahasiswa yang aktif dalam berbagai organisasi sehingga ketika ada kegiatan atau acara seperti hari ini, pria itu jelas akan sangat sibuk.

Pukul 6 pagi Ali sudah selesai bersiap-siap, pria itu tampak gagah dengan kemeja hitam yang membalut tubuh tegapnya. Tak lupa almamater kebanggaannya yang Ali pegang ditangan kanannya.

Sebelum benar-benar berangkat, Ali tampak memasuki kamar tamu dimana kekasihnya masih terlelap. Senyuman Ali tampak terbit saat melihat wajah polos sang kekasih.

My Lovely HusbandWhere stories live. Discover now