Problem Solved

6 2 0
                                    

Seminggu telah berlalu, kini tampaknya Rayna perlahan sudah bisa melakukan aktivitasnya sendiri, tanpa bantuan. Tepat dihari ke-8, Ia harus kembali ke rumah sakit untuk membuka perban di kakinya. Ummi memerintahkan kepada Riya untuk menyampaikan hal ini kepadanya.

"Ra, kata Ummi samean sudah boleh buka perban hari ini" Ucap Riya menyampaikan.

"Alhamdulillah, ya sudah ayo bantu bukain!" Kata Rayna meminta bantuan.

"Lho! yah ndak dibukak sendiri Ra!" Afrin yang mendengar tiba-tiba menyahut.

"Terus?" Tanyanya polos.

"Yo ke dokternya sana, biar dibukain dokternya, nanti kalo ada apa-apa kayak kemarin, gimana?" Cerocos Afrin.

"Ya wes ayo anter aku kesana" Ujar Rayna kepada Afrin.

Pov Rayna 🍃🍃

*Tok tok tok
Suara ketukan pintu membuat kami bertiga menghentikan pembicaraan dan menuju ke asal suara. Terlihat gus Khalif yang berdiri memunggungi pintu pembatas.

"Gus?" Sapa Riya sopan.

Beliau membalikkan badan dan memandang ke arah kami.
"Loh kok belum siap-siap?" Tanyanya.

"Siap-siap nopo gus?" Afrin kembali bertanya

"Loh katanya mbak Rayna mau ke dokter untuk membuka perbannya" Ujar beliau.

Melihat kami menunjukkan ekspresi bingung, beliau memberi penjelasan sebelum terjadi salah paham diantara kami. Beliau berkata, bahwa ia diperintah Abah untuk mengantarku membuka perban ke dokter.

"Ya sudah gus kita siap-siap dulu" Ucap Afrin menggandengku dan hendak berlalu dari beliau.

"Eh tapi mbak,..." Suara beliau berhasil menghentikan langkah kami.
"Kata budhe, cukup mbak Rayna aja, toh sudah bisa jalan sendiri kan mbak?" Imbuh beliau.

"Kok ngoten gus, kita kan..." Ucap Afrin menyanggal.

"Huss, ndak papa, aku sendiri aja, aku bisa kok" Sahutku memotong ucapan Afrin dengan tersenyum.

"Bener bisa?" Tanya Afrin ragu dan aku menganggukkan kepala.

"Ya sudah, kita percaya samean" Sahut Riya dengan senyuman terpaksa.

Aku dan mereka kembali ke kamar, untuk bersiap-siap. Mereka berdua siap siaga membantuku mengambil sesuatu yang aku butuhkan, padahal seharusnya aku sudah bisa melakukannya sendiri. Namun rupanya, rasa khawatir mereka masih melekat. Ditengah persiapan, tiba-tiba Mayra dan Tiya masuk kamar, entah dari mana mereka. Mereka yang seperti sudah tau aku hendak kemana, mulai menggodaku.

"Ekhemm, ada yang mau jalan berdua nih" Kata Mayra memulai.

"Hati hati di jalan yah kak, selamat sampai tujuan" Imbuh Afrin dengan nada mengejek.

"Apaan dah? Siapa yang jalan? Mau ke dokter ini mah!" Sahutku kesal.

Mereka tertawa lepas melihatku kesal karna tingkahnya. Afrin dan Riya segera mengajakku menemui gus Khalif yang sudah menunggu didepan. Selama perjalanan ke dokter, aku hanya diam tak berkata. Sampai pada gus Khalif melontarkan pertanyaan yang mungkin aku sudah hampir melupakannya.

"Mbak" Panggilnya.
"Kalo kulo boleh tau, niku lukanya kena apa?" Tanya beliau.

"Jatuh gus" Jawabku singkat.

"Oh" Responnya.

Ku kira beliau percaya begitu saja dengan alasan yang ku berikan, nyatanya tidak segampang itu membuat alasan yang dapat dipercaya untuk beliau. Beliau sebenarnya sudah mengetahui alur cerita yang menimbulkan luka di kakiku. Beliau mengatakan, ia tahu cerita ini dari Ummi, budhe beliau. Setelah mendengar cerita dari Ummi, ia mencari bukti karna dirinya tak mau dianggap su'udzon, melalui CCTV yang memang dipasang di setiap sudut ruang kelas, baik kelas madrasah maupun formal.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dream Prince, My gusWhere stories live. Discover now