04. Kisah dibalik Tanda

224 19 5
                                    

"Kemenangan hanya milik
mereka yang berani."
~John Wick.
.
.
.
.

---Dear Sapta---

Kanopi, sebuah acara atau mungkin bisa disebut sebagai sebuah aktivitas ngopi bersama yang diadakan setiap malam minggu. Diiringi musik orkestra layaknya dicaffe-caffe bergengsi. Meskipun tempatnya hanya berada dialun-alun yang masih terpengaruh dengan suasana desa, hal itu tidak menutupi fakta bahwa muda-mudi yang hadir hampir tak terhitung jumlahnya.

Dan Karina menjadi salah satu diantara mereka. Hanya saja, kali ini gadis itu tidak datang seorang diri. Melainkan bersama Sapta.

"Kamu mau bakso bakar?" tawar Sapta, namun Karina justru mengernyitkan dahi.

"Kamu?" jujur,Karina merasa sedikit aneh saat Sapta menggunakan kata 'kamu' untuk memanggil dirinya. Walau terdengar wajar, tetapi hal itu masih agak cringe jika diterapkan pada gaya bicara Sapta yang selalu blak-blakan.

Laki-laki itu tergelak melihat ekspresi Karina."Kenapa? Bukannya 'kamu' kedengarannya lebih bagus daripada 'lo',kan?"

"Iya sih, tapi aneh aja gitu." Karina tertawa canggung.

Sapta melihat kesekeliling, suasana masih sangat ramai. Mereka saling bercengkrama dan membangun interaksi sosial antara satu pihak dengan pihak yang lain. Tetapi dari sekian banyak manusia yang tertangkap dalam netra Sapta ditempat ini, hanya Karina satu-satunya sosok yang nampak sempurna dalam matanya.

"Cantik."

Karina mendongak,"apanya?"

"Kamu lah," ujar Sapta. Laki-laki itu mengulas senyum hangat seraya menatap lembut pada Karina.

"Ta, kayaknya lo beneran sakit deh." Gadis itu menghela nafas, lalu dengan sengaja ia menempelkan punggung tangannya pada dahi Sapta."Nggak panas sih, tapi kok kayak orang setres,ya?"

"Na, kamu gak capek?"

"Capek ngapain?" Karina nampak bingung dengan pertanyaan Sapta yang menurutnya kurang lengkap.

"Gak capek menghantui pikiranku terus tiap hari?" Sapta lagi-lagi tersenyum, padahal gombalan yang ia lontarkan terdengar sangat klise dalam telinga Karina.

Gadis itu geleng-geleng kepala, ia pikir setelah Sapta mengungkapkan perasaan padanya. Sapta akan berusaha menjaga sikap agar membuatnya tertarik. Tapi perkiraan itu salah besar, Karina justru harus menghadapi sikap dan tingkah laku laki-laki itu yang lebih mengerikan dibanding hari-hari sebelumnya. Walau begitu, Karina tidak bisa memungkiri bila dirinya kini banyak tertawa karena ulah nyeleneh Sapta.

"Na, lihat kamu kayak gini aja. Rasanya aku udah bahagia,gimana kalau aku lihat kamu nyium aku sambil bilang 'aku juga cinta sama kamu,Ta'. Kayaknya aku bakalan mati suri deh." impian Sapta terlalu muluk, padahal ia sangat tahu jika Karina tidak memiliki sedikitpun perasaan suka untuknya.

Karina terdiam mendengar ocehan tidak jelas yang Sapta lontarkan. Sebenarnya itu bukan ocehan, melainkan penggambaran dari sebuah bayang-bayang yang mungkin tidak bisa Karina wujudkan bersama Sapta dimasa depan.

"Ta, kenapa lo bisa suka sama gue?" Pertanyaan itu muncul, Sapta langsung menatap Karina."Maksud gue, kenapa dari sekian banyak cewek cantik di dunia ini. Kenapa lo malah suka sama gue?"

"Ketika kamu bingung dengan alasan kenapa kamu bisa jatuh cinta sama seseorang. Itu artinya, perasaan kamu tulus." Kata Sapta, ia menjeda kalimatnya hanya untuk menatap indahnya ciptaan Tuhan dalam wujud seorang gadis cantik bernama Karina dalam waktu yang lebih lama."Dan sampai hari ini, aku belum menemukan alasan. Kenapa aku bisa jatuh cinta sama kamu."

Dear SaptaWhere stories live. Discover now