50. Perhitungan

307 15 3
                                    


"Mereka berdua itu istrimu?"

Hilya menatap Aryo tajam. Aryo mengangguk pelan. Mereka duduk berhadapan di ranjang pengantin. Pesta sudah usai, lancar tanpa insiden apapun. Tidak seorang pun yang tahu bahwa dua istri terdahulu Aryo hadir di pesta megah itu. Siti dan Aina datang dan pergi dengan elegan. Aryo tahu bahwa ia harus menyiapkan alasan kuat agar Siti dan Aina bisa menerima Hilya.

"Aku tahu kau sudah beristri, Mas, tapi aku kira hanya satu saja," gumam Hilya. Wajahnya suram. Aryo menggenggam tangan istri ketiganya.

"Istriku sudah dua, kau yang ketiga."

"Siapa yang paling kau sayang?"

Aryo kaget mendengar pertanyaan itu. Ia mengangkat bahu.

"Aku sayang kalian bertiga!"

"Tidak mungkin!" sahut Hilya cepat. "Hati manusia hanya bisa muat satu cinta untuk satu pasangan. Siapa istri yang paling kau cinta, Mas?"

Dua detik Aryo menatap Hilya, lalu menghela napas berat.

"Kamu."

"Aku? Kenapa?"

"Siti dan Aina mencintaiku dan aku juga mencintai mereka, tapi mereka terlalu mandiri. Kadang aku pikir mereka nggak butuh aku, Hil. Beda denganmu yang selalu manja dan butuh aku."

Sebuah senyum samar muncul di bibir Hilya yang merah. Aryo lega melihat senyum itu.

"Semua aset milik istri-istrimu atau atas nama kau sendiri?" tanya Hilya. Sebelum Aryo menjawab, Hilya melihat wajah suaminya itu berubah pucat.

"Siti memegang Bubur Ayam Jakarta, Aina pegang Butik Hamidah."

"Atas nama mereka sendirian? Kamu gak ikut, Mas?"

"Sayangnya, ya. Begitulah. Jangan khawatir, operasional pengelolaan tetap di tanganku. Mereka hanya atas nama saja."

Hilya menarik napas panjang. Wajahnya menunjukkan kegusaran yang nyata. Aryo melihat itu. Rasa dingin menjalar dari tengkuknya. Apakah Hilya kecewa?

"Kalau kamu gak capek, ayo ikut aku ke rumahku," kata Aryo dengan senyum manis. Hilya hanya melirik sedikit.

"Rumah istrimu, tepatnya."

Aryo tersinggung mendengar itu. Matanya mendelik.

"Itu rumahku, Hilya! Rumah yang aku beli pakai uangku sendiri! Memang sekarang ditempat Siti. Itu sesuai amanah kedua orangtuaku!"

Hilya mendorong dada Aryo yang berusaha mendekatinya.

"Aku minta segera dikenalkan dengan mertuaku, Mas!"

Permintaan berat lagi. Aryo pusing mendengar banyak sekali tuntutan dari Hilya. Andai bisa, ia ingin menutup mulut Hilya yang selalu bersuara, selalu punya permintaan!

"Ayo bersiap. Sebelum ke rumah Siti, aku mau kita ke rumah orangtuamu dulu. Kenalkan aku pada mereka!"

"Tidak bisa semudah itu, Hil! Kita pelan-pelan dulu!"

"Apanya yang pelan-pelan? Aku ini sah sebagai istrimu! Dari sejak pertama kita kenalan, tak sekalipun aku dikenalkan pada keluargamu!"

"Oke! Aku janji setelah kita ke rumahku, aku akan ajak kau bertemu keluargaku. Ayo kita pergi sekarang!"

Perjalanan menuju rumah Siti diwarnai saling diam yang berat. Kepala Aryo penuh dengan segala kemungkinan pertanyaan dari Siti dan apa yang harus ia jawab nanti. Siti bukan istri bo doh. Ia akan mengajukan banyak tuntutan. Itu pasti.

Hilya juga diam, ia cemberut menatap keluar jendela mobil. Hatinya sangat kesal. Ia khawatir Aryo tidak punya harta apa-apa lagi. Ternyata kekayaan lelaki tampan itu semua atas nama istrinya.

SUAMIKU MENCINTAIMU (tamat)Onde histórias criam vida. Descubra agora