17. Don't Forget Me

13 2 0
                                    

Terbentuk dari ketakutan, tidak nyata, dan akan lenyap. Bukankah hidup adalah sebuah Impian?

-Tio Nyxbara-

***

Malam hari, bintang dan bulan bersinar terang. Dinginnya angin malam tidak membuat seorang remaja laki-laki beranjak. Sudah tiga puluh menit ia duduk sembari memandang langit malam. Tidak ada yang lebih indah dan menyenangkan daripada menyendiri.

Lio bersandar di dinding, tatapannya sesekali kosong. Sesuatu di dalam dirinya terus memberontak membuatnya kelelahan. Ia tidak ingin melakukan sesuatu yang merepotkan orang lain, tetapi ia sendiri tak bisa menahan jika sudah di luar batas.

"S-sakit," gumam Lio sembari memejam.

Sorot matanya layu, ia meremas lengan dan menahan rasa sakit. Keringatnya bercucuran, Lio hampir kehilangan kesadaran. Ditemani angin dingin, tidak ada satu anggota keluarga yang menolongnya dari kesengsaraan ini.

Setelah hampir beberapa bulan tidak merasakan hal yang sama, Lio berpikir semuanya aman. Namun, ada pemicu bagi sesuatu di dalam dirinya memberontak. Ia sudah mengamati beberapa hari hingga menyakini satu hal.

"Please, jangan seperti ini!" teriak Lio.

Beruntung semua anggota keluarga tidak di rumah kecuali Lio. Ia bisa melampiaskan sakit di tubuh dan pikirannya melalui benda-benda di sekitar, tetapi bukan pisau atau beda tajam. Hal ini hanya akan menaruh curiga pada orang tuanya.

Lio melempar buku-buku yang tertata rapi di rak kemudian mengacak-ngacak meja belajar hingga semua barang terlempar. Rasa sakitnya tidak mau hilang, ia enggan meminum obat sebab tak mau merasakan efek samping. Lio berjalan ke tempat tidur dengan langkah pelan, ia terus mencengkram kepala menyalurkan sakitnya.

Selimutnya berantakan, Lio memukul dadanya berharap sakitnya hilang. Namun, tidak semudah itu. Sesuatu di dalam dirinya terus mendesak keluar, biasanya Lio akan membiarkan. Hanya saja, desakan kali ini terasa menyakitkan dan Lio mempunyai firasat buruk jika ia lengah.

"Sialan!"

Lio menutup mulutnya. Kalimat seperti itu tidak akan pernah diucapkan kecuali dia.

"Diam!" sentak Lio meremas rambutnya.

Kaki Lio menghentak-hentakan selimut hingga berantakan, ia menatap sekaliling yang terasa menyesakkan. Bayangannya terdapat sesuatu yang mengajaknya pergi, Lio berusaha merapatkan tubuhnya ke dinding sembari berteriak.

"Jangan, Lio mohon!" Lio lelah.

"Anjing! Nggak akan gue –"

Lio segera menutup mulutnya, kata-kata keluar lagi membuatnya frustrasi. Ia tidak bisa membiarkan sebagian jiwanya yang lain pergi ke dunia luar sebab keadaan tidak sedang baik-baik saja.

"Gue bakal keluar!"

Lio menggeleng keras. "Nggak akan!"

Saat pikirannya terus menghantam satu sama lain, suara mobil memasuki garasi menyapa indra pendengarannya. Lio tertatih menuju balkon, ia melotot ketika orang tuanya pulang. Tak mau terjadi sesuatu yang merepotkan, Lio segera berlari menuju kamar mandi kemudian mengisi bath up hingga penuh.

Tak lama, suara pintu diketuk membuat Lio menengang.

"Lio. Kami pulang."

Lio berusaha mengontrol suaranya yang serak dan sulit dikeluarkan, tubuhnya belum bisa dikendalikan sepenuhnya.

"I-iya, Ma! Lio sedang bersih-bersih!"

Tubuhnya Lio bergetar hebat, harapannya adalah orang tuanya tidak masuk ke dalam kamar. Suara sepatu dari depan kamar membuat Lio mengembuskan napas, orang tuanya pergi. Namun, taka bertahan lama sebab Lio merasakan sesak napas.

Save Me [TAMAT]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ