PROLOG: Si Punggung Serigala dan Si Senyuman Matahari

28 4 4
                                    


Prolog: Si Punggung Serigala dan Si Senyuman Matahari


Namanya Ayana Pramista. Ini hari pertamanya di SMA Bintang Pelita Cadadusa Jakarta, alias SMA Bintang. Keluarganya harus pindah dari Tangerang ke Jakarta Selatan. Dia tak terlalu terganggu dengan kepindahan di kelas 11 ini. Toh di sekolah lama, juga tak banyak yang ia tinggalkan. Paling-paling cuma club taekwondo dan kakak kelas tampan idamannya yang bentar lagi juga bakal lulus. Ataupun keluarga kucing yang ia pindah adopt ke sepupunya, sementara dirinya hanya membawa satu kucing jantan ke Jakarta.

Selama 16 tahun, kehidupan gadis berambut sebahu itu biasa-biasa aja. Tak ada romansa, tak ada drama, ataupun rahasia-rahasia kecil yang mendebarkan. Jadi, dia beneran biasa aja saat pindah ke sekolah baru di semester dua ini. Kehidupannya akan berjalan seperti biasa, hanya berbeda tempat dan orang-orang yang berperan di sana.

Ayana berjalan di samping Bu Ningsih yang membawanya menuju kelas baru. Pagi itu keadaan sekolah ramai. Hari pertama setelah libur tengah semester, pelajaran masih belum efektif. Masih banyak murid berkeliaran di luarkelas padahal bel sudah berbunyi sejak tadi.

Seperti contohnya para siswa yang ada di lapangan bola itu. Beberapa dari mereka bahkan hanya memakai kaos oblong putih, melepas kemeja seragamnya.

Bola dari lapangan melambang ke arah pinggir lapangan. Ayana menoleh, melebarkan mata ketika bola itu jatuh ke tanah, lalu bergelinding pelan ke arahnya. Membuat dia berhenti dan menunduk.

Ayana merunduk mengambilnya. Sudut matanya merasa seseorang mendekat, membuat gadis itu jadi kembali berdiri tegak dengan bola di tangan. Kelopak matanya melebar, ketika tatapannya bertemu tepat dengan kedua bola mata seorang pemuda yang berhenti di pinggir lapangan.

Ayana berdesir.

Pemuda berhidung bangir dengan seragam sekolah terbuka tanpa kacing memperlihatkan kaos putih di dalamnya itu membalas tatapan Ayana. Ia tak buka suara, mengacungkan tangan terbuka ke arah Ayana, menggerakkan dagu kecil seakan memerintah.

Ayana mengernyit samar. Juga tak membuka mulut, gadis itu melempar bola itu membuat si pemuda segera menangkapnya tepat.

"PAK CEPET WOI!"

Teriakan dari lapangan membuat Ayana agak melirik. Pemuda di depannya sampai berbalik mendengar panggilan itu.

"Ayana, ayo."

Suara Bu Ningsih juga membuat Ayana menoleh dan tersadar. Gadis itu sempat melirik lagi, tapi segera beranjak berlari kecil mengejar Bu Ningsih. Dalam hati agak menggerutu.

Bisa-bisanya nggak ada ucapan tolong dan terimakasih sama sekali. Bahkan maaf karna bola jatuh ke arah Ayana pun tidak. Tiga kata dasar yang sama sekali tidak dikuasai.


Sementara itu di pinggir lapangan, pemuda dengan bola di tangan itu memandangi kepergian Ayana. Ia mengerjap sekali, mengalihkan pandangan mencoba menguasai diri sambil berbalik kembali ke lapangan.

Tetapi, ada hal yang tak bisa ia alihkan dari pikirannya.

... Cantik.



**


"KALAU UDAH SELESAI SAPU, CEPET DIPEL!"

Seorang pemuda tampan memimpin di tengah kelas, sibuk mengelap meja di depan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 19 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

WRONG NUMBERWhere stories live. Discover now