20. The first magic match

171 17 0
                                    

"Lamia."

Empunya nama membalikkan badan nya begitu nama panggilannya di sebutkan oleh suara yang sangat familiar di telinganya. Suara serak bass khas remaja laki-laki yang telah mengalami masa pubertas. Tak lain dan tak bukan, orang itu adalah Karlo.

Karlo bersama 2 orang antek-antek nya, duduk tepat di belakang Lamia bersama Lidya dan Icy yang fokus menonton pertandingan yang baru saja di mulai. Pertandingan sihir menjadi pembuka pertandingan hari ini.

"Kenapa anda disini?" Tanya Lamia terlihat dongkol. Ia malas berdekatan dengan tukang jahil itu.

"Tentu saja untuk menonton pertandingan 'kan? Apalagi?" Balas tanya Karlo yang tersenyum smirk. Senyum yang penuh siasat dan berhasil membuat perasaan Lamia tak enak.

"Senang bertemu kembali dengan Nona Saintess." Sedrik tersenyum ramah sementara Lucian tersenyum sopan.

Lamia tersenyum kikuk. Ia benar-benar belum terbiasa mendengar sebutan yang khusus teruntuk padanya. "Ya, senang juga bertemu dengan mu-" Gawat, ia lupa siapa nama laki-laki yang sedang mengajaknya bicara ini.

Sedrik yang peka pun terkekeh. "Saya Sedrik Mickelson, Nona." Ujar Sedrik yang di akhiri senyuman lebarnya. "Bagaimana perasaan Nona setelah membangkitkan kekuatan yang bisa menyelamatkan dunia?" Tanya nya antusias yang mendapat pelototan dari Karlo.

"Bukankah kau terlalu banyak bicara?" Sarkas Karlo. Mendelik kesal pada Sedrik yang menciut.

"Baiklah baiklah! Nanti saja kalau ada kesempatan kita mengobrol lagi, Nona." Sedrik memanyunkan bibirnya cemberut. Sekarang gantian Lucian yang menggeleng iba.

"Iya, boleh." Balas Lamia. Melemparkan senyum manis nya. Dan kini, pandangan Karlo beralih menatap Lamia seperti tak percaya dengan apa yang baru saja gadis itu katakan. Kenapa ia merasa seperti sedang di selingkuhi ya?

"Ayolah, fokus saja. Pertandingan nya sudah dimulai." Sahut Lucian yang sekilas melirik mereka, lalu kembali memperhatikan lapangan pertandingan.

Di lapangan luas yang beralaskan marmer anti sihir dan sihir pelindung yang di aktifkan oleh Profesor Zanette dari kursi penonton paling tinggi, guna untuk melindungi para penonton dari dampak sihir yang di hasilkan dari pertarungan.

Profesor Zanette, bersama Profesor lainnya duduk berbaris di belakang dua orang yang duduk dengan anggun di hadapan mereka. Dua orang dengan ilmu pengetahun dan kekuatan yang sama-sama tak kalah satu sama lain.

"Apa tahun ini Eunice masih berpartisipasi dalam pertandingan?" Julia menatap murid kebanggaan nya dengan senyuman hangat.

Wanita cantik paruh baya bersurai ikal panjang keemasan itu tersenyum lebar kemudian tertawa terbahak-bahak. "Tidak mungkin anak yang penuh ambisi itu mengabaikan kesempatan untuk kembali bertanding setelah menghabisi seluruh murid penyihir di angkatan nya, guru."

"Yah, anak itu memang duplikat mu, Rose." Puji Julia kemudian kembali menatap lapangan pertandingan. "Omong-omong, Yang Mulia Saintess kemarin mendapat panggilan dari Yang Mulia Kaisar."

Rose mendengus sembari tersenyum mendengar gurunya menyebut putri bungsunya dengan rasa hormat. Karena mau bagaimana pun, dimatanya yang merupakan seorang ibu, Lamia tetaplah putri bungsu nya yang masih terlihat rapuh dan selalu membuatnya khawatir setiap saat.

Mendengar kabar bahwa putri nya merupakan reinkarnasi seorang Saintess, seperti sebuah keajaiban yang turun dari langit untuk keluarga kecil mereka. Terlebih, keajaiban tersebut bukan hanya anugrah bagi keluarga mereka namun juga anugrah bagi Kekaisaran.

"Dia bilang, dia tidak mau di bawa oleh Menara Suci Putih, dia juga tidak mau di bawa oleh pihak kuil. Dan aku juga tentu saja akan menentangnya jika itu bukan keinginan putriku." Rose bertopang dagu. Menatap Lamia dari jauh yang tengah mengobrol dengan teman-temannya. "Aku juga sedikit tenang karena putra Aletha selalu ada di sisinya."

I'll protect my little wife!Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin