"Jadi, kau yang bernama Kemala itu? Kau cukup menyusahkan kami diawal. Tapi untunglah, kini kau menurut. Ayolah, menjadi pelacur tidak seburuk itu. Jika kau beruntung, kau bisa diangkat jadi istri simpanan bangsawan," ucap seorang pria paruh baya dengan kumis tebal serta berbadan gempal. Ia adalah Ki Djana. Pemilik tempat prostitusi sekaligus seorang yang suka meminjamkan uang. Kemudian, matanya kini melirik ke arah ku. Seutas senyum muncul di wajahnya.
"Dan, entah kebajikan apa yang ku buat di kehidupan sebelumnya, aku bisa mendapatkan bonus. Siapa nama mu, gadis cantik?" Tanya nya pada ku.
"Ajeng," balas ku.
"Nama yang cantik. Akan ku buat kau memiliki banyak pelanggan, dengan wajah cantik mu pasti bisa menggaet banyak pelanggan," ucap nya lagi. Aku tersenyum masam. Sial, rasanya aku ingin muntah mendengar ucapannya.
Jika kalian bertanya, dimana kami sekarang, kami sudah berada di tempat prostitusi itu. Dua hari lalu, kami membuat rencana, dan kini kami sudah memulai rencana. Rencana awal, adalah membiarkan Kemala, tertangkap. Dan untuk diriku, aku mengajukan diri untuk ikut, dengan alasan ingin menjadi pelacur agar bisa dinikahi oleh bangsawan.
Flashback
"Jadi, kau menyerah juga, Kemala? Bagus, kau anak yang berbakti pada orang tua mu." Ucap seorang pria berbadan kekar. Ia yang sebelumnya menyender pada gapura pintu keluar desa, kini berjalan menghampiri Kemala lebih dekat.
"Lantas, kau siapa? Aku hanya butuh Kemala, karena Tuan ku hanya menyuruh untuk membawanya," ucap nya lagi.
Aku tersenyum miring. "Bawa aku juga."
Mata pria itu membelalak. Kemudian ia tertawa terpingkal-pingkal.
"Jarang sekali, ada seorang gadis yang mau menawarkan dirinya. Baiklah, akan ku bawa kau. Jangan menyesal, sebab kau akan dijadikan pelacur," ucap nya lagi.
"Memang itu tujuan ku, aku ingin menjadi pelacur agar bisa dinikahi oleh bangsawan. Ya setidaknya menjadi istri simpanan juga sudah cukup," kata ku kemudian terkekeh. Pria itu tersenyum menyeringai.
"Dasar wanita jalang murahan."
***
Kami diberikan sebuah kamar yang cukup layak. Tapi tidak bisa dibilang baik juga. Kami memang diberikan kasur, tapi sialnya sangat keras. Dan aku baru tahu, jika pada zaman ini sudah ada kasur. Kami juga dibekali pakaian yang cukup bagus, serta beberapa perhiasan dan aksesoris. Serta pastinya, beberapa riasan.
"Woah, ini make up zaman dulu. Oh, zaman ini pake ginian ya, buat merahin bibir, oalah," gumam ku meneliti. Aku tak tahu apa itu. Tapi, sepertinya itu berguna seperti lipstik, sebab benda tersebut bewarna merah. Aku melirik ke samping, nampak Kemala yang hanya duduk terdiam. Nampak wajahnya pucat pasi.
"Tenang Kemala. Kita pasti berhasil, tugas kita hanya perlu mencari tahu lebih dalam, apakah di tempat ini ada informasi mengenai obat-obatan terlarang atau tidak. Sebab, jika kita mendapatkan informasi meski hanya sedikit, kedepannya jalannya akan lebih mudah. Tempat ini juga pasti akan ditutup," kata ku lagi.
Kemala berusaha tersenyum, menenangkan dirinya yang sudah terlalu panik.
"Sudah tenang? Ayo, kita keluar. Kita cari informasi sebanyak-banyaknya," ucap ku. Kemala mengangguk. Ia menarik nafas panjang, kemudian ia hembuskan dengan kencang. Kami pun keluar dari kamar kami. Kami akan berdalih untuk berjalan-jalan agar mengetahui denah dari tempat ini. Kami juga akan berusaha bersosialisasi dengan para pekerja disini agar peluang mencari informasi lebih luas.
YOU ARE READING
Him, Sri Rajasanagara [MAJAPAHIT]
Historical Fiction[follow dulu sebelum membaca] "I love you in every universe, Hayam," bisik seorang gadis di telinga seorang laki-laki muda dengan mahkota emas bertengger di kepalanya. Si laki-laki tertegun. "Apa yang kau maksud? Ayolah, jangan bicara dengan bahasa...